4-Memendam Luka

30.6K 5.1K 384
                                    

VOTE dulu sebelum baca yaaa😚
Semoga berkah

HAPPY READING!👐🏻

HAPPY READING!👐🏻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

Hari sudah beranjak petang. Matahari juga sudah mulai bersembunyi di batas peraduan. Mempersembahkan keindahan di langit senja. Mengisyaratkan pada pemuda itu untuk segera kembali ke kediaman.

Juna mengatur napasnya yang berantakan setelah baru saja selesai berlatih. Ia menenggak air mineral sambil mengusap keringat di pelipisnya. Lalu merebahkan tubuhnya di atas matras latihan. Lantas ia terperanjat saat sebuah handuk kecil mendarat tepat di wajahnya. Saat ia menyingkirkan kain itu, terlihat Jean mendekat ke arahnya. Sontak Juna bangkit saat pelatihnya itu duduk di sampingnya.

"Bagus, Jun. Tinggal pertahanin keseimbangan pas mau nendang, lo kadang masih suka oleng. Kuda-kuda lo tinggal dilatih lagi biar lebih kokoh," ujar lelaki pertengahan usia dua puluhan itu.

"Bang?" panggil Juna dengan pandangan yang fokus pada anak-anak lain yang sedang berlatih. Di balas gumaman singkat dari Jean.

"Emangnya karate itu gak bisa dibanggain, ya?"

Kedua alis Jean sontak menukik. Tumben sekali Juna bertanya seperti itu. Apa ada yang salah dengan anak ini?

"Soalnya kok gue ngerasa kayak gak dianggap, ya? Setiap gue menang kejuaraan sekali pun, keluarga gue seolah gak peduli sama prestasi ini," sambar Juna seakan mengerti diamnya Jean.

"Apa gue berhenti aja ya jadi atlet? Dan fokus sama akademik gue," ucapnya untuk kemudian menatap sendu manik elang milik sang pelatih.

"Lo ngomong apaan, sih? Jangan ngawur! Lo itu murid terbaik gue, Jun!" semprot Jean, tidak suka dengan pertanyaan Juna.

"Tapi bagi keluarga gue, gue gak lebih dari seorang anak bego yang bisanya cuma bikin orang tua malu, Bang. Mereka lebih suka punya anak pinter daripada yang gobl*k kayak gue," ucap Juna yang mulai emosional.

Jean tertegun sejenak saat melihat kedua manik Juna terisi dengan kilauan bening. Ia menghela napas panjang sebelum berucap, "mereka cuma belum menyadari seberapa bersinarnya lo di bidang ini, Jun. Yang harus lo lakuin sekarang itu, terus berjuang. Tunjukkin kalo lo juga bisa sukses sebagai atlet. Gue bakal terus dukung lo."

Juna menengadah saat buliran bening lolos dari kelopak matanya. Lalu ia terkekeh seraya menghapus jejak air mata di pipinya. "Idih, gue cengeng banget, yak!"

Jean menepuk pundak Juna. "Kita kenal nggak setahun dua tahun, Jun. Kalo lo butuh tempat cerita, kuping gue selalu terbuka buat lo. Gak usah khawatir," ucap Jean menguatkan.

Juna manggut-manggut dengan senyum tipis. Lalu beranjak dan pamit untuk pulang.

"Mereka bakal nyesel, udah nyia-nyiain bakat lo ini, Jun," gumam Jean saat melihat punggung lebar itu menghilang di balik pintu.

Untuk Arjuna[✓]Where stories live. Discover now