43-Yang Nampak Tak Selamanya Benar

16K 2.7K 185
                                    

Arjuna kembali!😚

SELAMAT MEMBACA!🤸🏻‍♀️

.

"Terkadang yang menjadi obat paling ampuh untuk menyamarkan luka adalah air mata

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Terkadang yang menjadi obat paling ampuh untuk menyamarkan luka adalah air mata. Maka menangislah sampai hatimu lega."

~Untuk Arjuna~

.

Satu minggu berlalu dengan begitu lambat. Acara tahlil dilangsungkan di kediaman orang tua Tyo karena keluarga ini tak sempat mengurus segala macamnya keperluannya. Mereka hanya sempat ikut di hari ke keenam.

Kepergian pria itu menjadi sebuah kehancuran dahsyat bagi keluarganya. Tak ada yang menyangka mereka bisa bertahan melewati hari yang begitu menyesakkan. Suasana rumah benar-benar berbeda. Seolah kata bahagia ikut hilang dari kamus hidup mereka bersamaan dengan kepergian sang kepala keluarga.

Seperti saat ini, tak ada yang terlihat. Semua sibuk dengan dirinya sendiri di kamar masing-masing. Hanya terdengar suara dentingan alat masak yang Bi Hanum pakai. Waktu baru mengarah lurus ke setengah delapan. Namun seakan sudah tengah malam, tak ada keceriaan seperti dulu.

Juna kini tengah duduk mengamati sesuatu di meja belajarnya. Setiap malam ia selalu seperti ini. Menyelami pikiran yang berujung membuat kepalanya sakit. Juna mengerjap berkali-kali, menghalau pandangan yang kian mengabur. Mengurut pangkal hidungnya sejenak untuk kemudian menghela napas panjang. Ia melirik pada jam dinding dan memilih bangkit di saat merasakan perutnya sudah bergemuruh yang jika itu langit, pasti akan hujan badai.

Juna berjalan dengan lesu menuju ruang makan. Ia terpaku di ambang pintu. Selalu seperti ini, sepi.

"Eh, Den Juna. Ayo makan malem dulu sini!" ajak Bi Hanum ketika tengah meletakkan semangkuk lauk pada meja makan.

Wanita tua itu menghampiri anak majikannya dan mencoba menarik Juna untuk duduk. Namun Juna masih bergeming. Seolah kakinya terpaku di lantai. Suasananya masih sama. Rasanya masih sesak. Katanya, waktu akan menggantikan lara menjadi bahagia. Tapi mengapa kerinduannya tak kunjung pudar sampai detik ini?

Bi Hanum mengintip raut wajah Juna dan hatinya seketika mencelos saat melihat setetes bulir bening jatuh meluncur dari netra indah itu. Juna tak berkata apapun, namun sorot matanya menunjukkan segalanya. Bi Hanum mengerti kesedihan yang Juna alami. Karena nyatanya, dirinyapun sama terpukulnya. Ia juga masih berharap ini semua hanya mimpi dan ketika terbangun, semuanya akan kembali seperti dulu. Namun jika dirinya terus seperti itu, maka siapa yang akan menguatkan keluarga ini?

Untuk Arjuna[✓]Where stories live. Discover now