[Family & Brothership]
"Emangnya, karate itu gak bisa dibanggain, ya?"
Keluarga harmonis, rasa neraka. Emang ada?
Itulah yang dirasakan oleh Arjuna Omar Biantara. Seorang atlet seni bela diri yang sayangnya memiliki otak dengan kapasitas rendah. Sel...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
Matahari sudah lebih condong ke arah barat. Suasana lalu lalang kendaraan semakin padat. Mungkin orang-orang sama dengannya, mereka berlomba-lomba untuk segera sampai rumah. Melepas penat setelah seharian beraktifitas. Saat baru melewati perempatan lampu merah, Juna merasakan getar ponselnya yang berdering. Lantas ia segera menepikan motornya.
Juna merogoh saku celananya untuk meraih benda pipih itu. Ia lihat layar ponselnya yang menampilkan nama seseorang yang baru saja ia temui, alisnya mengernyit. Lantas Juna menggeser tombol hijau itu dan membuka helmnya. Juna menyugar rambutnya ke belakang sebelum menempelkan ponselnya ke telinga.
"Hallo, Bang? Ada apa?" tanya Juna pada orang di seberang.
"Jun, lusalobeneranharuslatihan. Bang Andre dan pelatihlainnyabakaldatengbuatnentuinperwakilanbuatlomba." Suara tegas Jean mampu membuat detak jantung Juna berpacu lebih cepat. Dengan begini, ia harus benar-benar mengkondisikan tubuhnya agar bisa ikut seleksi nanti.
Di seberang sana, Jean menatap layar ponselnya. Ditunggu beberapa detik, tapi Juna malah tak bersuara. "Jun? lodengernggak?"
Juna terhenyak dan segera menjawab. "Ah.. iya Bang, gue pasti ikut," sahutnya.
"Ya udah, gituajasih. Lojagakondisilo, okay?"
"Hm," deham Juna untuk kemudian memutus panggilannya dan kembali menaruh ponselnya di saku celana.
Juna menghembuskan napas panjang, menatap langit senja yang begitu indah di angkasa sana. Tersenyum tipis untuk setelahnya memakai helm dan menjalankan motornya. Saat baru maju beberapa meter, lagi-lagi ponselnya bergetar. Juna berdecak dan kembali menepi.
Juna membuka helm dan menaruhnya di atas tangki bensin dengan tangan kiri yang menahannya dan sebelah tangan yang lain merogoh saku. Juna mendengkus kasar saat melihat siapa yang menelponnya.
"Hallo? Ada apa sih? Gue lagi di jalan ini!" semprot Juna pada orang di seberang.
Ali yang kaget mendengar omelan itu menatap nanar sembari mengerjap-ngerjap ke layar ponselnya. Lalu kembali menempelkannya ke telinga. "Lokenapa, sih? Kokngomelingue?" sahut Ali tak terima.