[Family & Brothership]
"Emangnya, karate itu gak bisa dibanggain, ya?"
Keluarga harmonis, rasa neraka. Emang ada?
Itulah yang dirasakan oleh Arjuna Omar Biantara. Seorang atlet seni bela diri yang sayangnya memiliki otak dengan kapasitas rendah. Sel...
Siapinposisiternyamandulu, part iniagakpanjang🤸🏻♀️
Enjoy!😚
.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
.
"Bintang yang bersinarpalingterang, justrumenjadiyang mereduppalingcepat. Namun yang telahredupbukanberartihilang. Merekatetap ada ditempat yang sama. Hanyasajajikainginmelihatnya, harusdirasakandenganhati."
~Untuk Arjuna~
.
Gelapnya mega membentang di luasnya cakrawala. Menampilkan kerlip sinar yang bertebaran dengan bebas menghiasi langit malam. Sejuknya hembusan angin menerpa kulit putihnya. Meninggalkan sensasi dingin yang entah mengapa terasa begitu nyaman dan menenangkan.
Arjuna tak tahu dimana dirinya berada dan mengapa bisa sampai di tempat ini. Tak ada ingatan yang tertinggal. Karena saat membuka mata, yang ia dapati hanyalah bentangan lapang luas dengan rerumputan tanpa bunga. Benar-benar tak ada hal lain yang bisa tertangkap penglihatan.
Juna merasa tersesat, namun di saat yang sama hatinya begitu tenang dan damai. Seakan tak ada satupun beban yang ia rasakan. Juna tersenyum lebar sampai hanya menunjukkan garis lengkung di kedua matanya. Ia membentangkan tangannya dan berlari dengan bebas. Rambutnya menari terembus angin sejuk. Juna berhenti untuk kemudian berputar seraya tertawa riang. Entah apa yang ia tertawakan. Juna hanya merasa sangat bahagia.
"Hah...." desahnya yang menimbulkan uap dari mulutnya. Tapi walau begitu, Juna tak merasa kedinginan.
Sampai tiba-tiba, netranya menangkap siluet sosok berbadan tinggi nan tegap yang berdiri di kejauhan. Juna menyipitkan matanya dan terbelalak ketika orang itu berbalik ke arahnya.
"Papa!" pekiknya antusias.
Juna berlari dengan semangat menghampiri sang Papa yang tersenyum kepadanya. Tyo sedikit terhuyung saat Juna menubruk dan memeluk tubuhnya begitu erat. Ia terkekeh dan segera membalas pelukan itu tak kalah erat. Tyo mengusap punggung dan belakang kepala anaknya.
"Pa, Juna kangen banget!" ucap Juna tertahan.
Tyo melepas pelukan itu untuk setelahnya memegang kedua pundak Juna. Ia menatap wajah berseri anaknya begitu lekat dengan seulas senyum teduh yang terpatri di bibirnya. Juna mendongak untuk menatap Papanya, ia sangat lega ketika bisa bersama keluarganya di tempat seperti ini. Sebelumnya Juna pikir ia sendirian.