Panti Asuhan Dandelion

555 81 6
                                    

Awal Maret 2000(Panti Asuhan Dandelion)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Awal Maret 2000
(Panti Asuhan Dandelion)

Selepas 3 hari saya dan si keriting berjalan dan tidur disembarang tempat, saya akhirnya bertemu dengan bangunan bertuliskan ‘Panti Asuhan Dandelion’. Awalnya si keriting memasang wajah takut, wajar rasanya jika begitu. Sepertinya dia tidak mau saya tinggal di panti asuhan. Tapi bukankah akan lebih menakutkan jika tinggal dengan seorang pengangguran seperti saya? Maka dengan sedikit memaksa, saya menuntunya memasuki panti asuhan itu.  Saat itu di depan panti ada sebuah taman dan kursi yang panjang, saya mengajaknya kesana dan kami duduk bersama.

“Kamu tahu, saya tidak mengenalmu. Begitupun kamu tidak mengenal saya,”

dia tertunduk, tetapi punggung tangannya terlihat tetesan air yang jatuh dari mata si keriting. Saya tidak mengerti mengapa si keriting menangis, apakah selama 3 hari dia memang benar-benar yakin akan hidup dengan pengangguran seperti saya. Saya pikir, dengan merasakan makan satu kali setiap hari selama 3 hari kemarin, dia menyadari bahwa saya tidak punya banyak uang.

Saya menatapnya dalam, si keriting memang tidak banyak mengeluh, dia hanya sesekali kesusahan saat akan membuang air besar, itu saja yang membuat saya merasa beban selam a3 hari ini. Tapi untuk jatah makannya yang hanya sekali, atau tidur diberbaga tempat, tidak pernah dia keluhkan, tidak pernah dia merengek apapun pada saya.

Maka sekali lagi, perasaan sebagai seorang manusia kembali membuat saya menghela nafas lelah. Ternyata saya tidak bisa sejahat itu pada si keriting.

“Tapi saya ingin jadi A-yah kamu, “ ucap saya agak kaku, akhirnya. Sebenarnya saya tidak begitu yakin. Diusia yang terbilang muda ini, saya justru membebankan diri saya untuk mengurus anak orang. Padahal beberapa hari kemarin saya baru saja merasakan letih untuk hidup, tapi sekarang justru keadaan ini menuntut saya bertahan sekali lagi.

“Untuk sementara kamu tinggal disini, saya akan mencari pekerjaan. Setiap hari saya akan berkunjung kemari ketika malam. Saya tidak akan meninggalkan kamu. Tetapi , saya tidak ingin kamu juga ikut saya mencari pekerjaan. Bagaimana?” kata saya akhirnya.

Melihat si keriting seperti melihat cerminan diri saya. Tetapi bedanya saya lebih beruntung, saya dituntut dan dikucilkan ketika usia saya dewasa ditambah status pengangguran, sedangkan si keriting dia dikucilkan keluarganya ketika dia bahkan masih sangat kecil untuk menghadapi kegilaan hidup di dunia yang menyebalkan ini.

Akhirnya si keriting mengangguk perlahan, tetapi kemudian dia menatap saya dan mengacungkan jari kelingkingnya yang mungil ke hadapan saya.

Dia menginginkan saya berjanji? Maka saya ikuti, saya ikut menautkan jari kelingking saya pada jari kelingking kecilnya. Dia tersenyum. Mata coklatnya yang sayu begitu mengiris hati saya.

Selain karena saya mengerti bahwa bukan saya satu-satunya makhluk malang yang berada di bumi, tetapi saya dapat merasakan bagaimana kepercayaan si keriting pada saya.

Sebuah Dandelion dari 056Where stories live. Discover now