#14: Buku Kehamilan

4.5K 741 36
                                    

—notes:

Hai, aku mau minta maaf soal typo di chapter sebelum nya. Harusnya nama Johnny itu Yohanes bukan Jo. Tapi, udah aku revisi kok. Once again, sorry for typo(s) 😭

1 minggu kemudian.

Keadaan Jevais sudah mulai memulih dan kian membaik. Tentu karena ocehan dari Harsa dan juga Juna yang setiap hari tak henti mengomeli nya untuk tidak terlambat makan juga menjaga pola tidur nya agar Jevais tidak sakit lagi.

Selama seminggu itu pula, Jevais jarang sekali melihat Jovan berkeliaran di sekitar kampus. Walau hubungan mereka sudah lebih baik dari terakhir kali saat Jevais mengacuhkan nya karena masih marah. Tapi, tetap saja, Jovan hanya akan menghubungi nya bila ada sesuatu yang penting seperti tugas mereka di Himpunan.

Laki-laki berkulit mulus itu terkadang diam-diam merindukan Jovan nya yang dulu. Namun, entahlah.

"Jevais! Je!"

Oh, iya. Belakangan ini, Haris juga terlihat semakin gencar mendekati Jevais mengingat Jovan juga tak lagi selalu berada bersama laki-laki itu lagi. Jovan menjadi lengah dan Haris berpikir, ini saatnya ia untuk merebut kembali hati Jevais.

Bagaimanapun, mereka tidak tahu nama siapa yang sebenarnya tersimpan dalam hati Jevais.

Jevais menoleh saat nama nya dipanggil. Ia melihat Haris yang tengah melambai ke arah nya dengan dua botol kaleng soda yang Jevais yakini, salah satu nya adalah buat ia.

Dan benar, "Nih, buat lu." Haris menyodorkan salah satu kaleng soda dari tangan nya.

"Thanks."

"Kok siang-siang disini? Ngapain?" tanya Haris.

"Ngga ngapa-ngapain, sih. Iseng aja mau muter-muter kampus soalnya daritadi gabut. Sekalian cari jajanan juga. Kayaknya kantin ini lebih banyak macem jajanan nya, ya." jawab Jevais seraya berjalan beriringan di sebelah Haris.

Haris terkekeh pelan, "Gua jarang ke kantin, sih. Biasa lebih milih buat makan di mcd depan aja."

"Jangan sering-sering makan junk food, ngga bagus buat kesehatan. Nanti lo cepet sakit."

"Cie, khawatirin gua, ya?"

"Ngga juga. Itu omelan dari Harsa yang baru aja gue denger pagi ini, jadi sekalian aja gue bilang ke lo."

Haris mengangguk kaku, "Oh, gitu ..."

"Btw, lo mau kemana?" tanya Jevais.

"Mau ke tukang fot-cop bentar. Nge-print tugas makalah. Biasalah."

"Yaudah kalo gitu gue duluan. Masih ada urusan lain soalnya."

"Mau gua anterin???"

"Ngga usah," tolak Jevais. "Gue duluan, ya, Ris. Semangat kerjain makalah nya. Semoga nilai lo bagus terus ngga kena oceh dosen lagi sampe migrain."

Haris tertawa, "Siap. Makasih, ya, Je. Lu juga hati-hati. Kalo ada apa-apa atau butuh sesuatu kabarin gua aja. Gua siap 24 jam di telpon sama lu."

"Lebay lo!" Jevais ikut tertawa, "Yaudah, gue beneran pergi, ya, Ris. Byeeee!"

"Dadah, Je. Hati-hati!!!"

"IYAAAAA!"

Punggung Jevais kian mengencil saat jarak menelan nya. Perlahan senyuman Haris tercipta dengan lebar. Well, tidak apa-apa kalau hari ini ia tidak berhasil mengantar Jevais, yang penting, ia berhasil mendapat semangat dari laki-laki itu.

Nostalgia. ✔Where stories live. Discover now