#16: Seeking For A Solution

4.4K 731 14
                                    

"Mau pesen apa? I'll pay." tanya Jovan pada Jevais sesaat setelah mereka tiba di depan salah satu tempat makan ayam geprek favorit daerah kos an milik Jevais.

"Eh, ngga usaaah. Gue—"

"Let me.. yeah?"

Karena tidak ingin bertengkar dan juga mendengar nada suara Jovan yang lembut akhirnya Jevais memilih untuk mengalah dan membiarkan Jovan mentraktir dirinya kali ini.

"Gue ayam geprek sama es teh manis aja." pesan Jevais yang dibalas anggukan oleh Jovan. Laki-laki itu lantas keluar dari mobil untuk memesan makanan.

Jevais yang meminta untuk makan di mobil saja apalagi melihat banyaknya orang yang juga sedang makan, membuat tempat itu penuh dan kemungkinan besar keduanya tidak akan mendapat tempat duduk.

Jam menunjukkan pukul 10 malam saat mereka tiba hingga beberapa menit kemudian Jovan kembali. Sepertinya pesanan mereka masih dimasak jadi ia kembali dengan tangan kosong.

Hening melingkupi suasana mobil di malam itu. Keduanya sama-sama terlalu kelu untuk sekedar berbicara.

"Gua tau lu pasti udah punya plan B semisal hal ini ditolak sama pihak sana. So, what's your plan, Je?" Jovan membuka suara.

Ah, panggilan itu tak lagi keluar dari bibir nya. Kini ia hanya memanggil Jevais dengan namanya. Lagipula itu hanya panggilan. Mengapa Jevais harus terlalu memusingkan hal tersebut?

"Is that okay if my plan including you?"

Jovan mengernyit tak mengerti, "Of course. We're team after all. Every plan of yours must be including me, right? We agree to work this out together."

Jevais menggeleng, "Bukan itu maksud gue," ia menghela napas pelan. "Plan gue adalah semisal kalo pihak mereka nolak kita kayak sekarang, gue akan menggaet lo dan beberapa anak Hima buat tampil."

"Isn't that impossible?"

"Why would you say so? Lo punya prestasi dan reputasi di kampus. Banyak yang kagumin lo dan itu bisa menjadi daya tarik kita. Bintang acara itu bukan segalanya. Acara yang udah kita semua rencanain selama berbulan-bulan ini ngga boleh batal cuma karna satu bintang acara ngga bisa datang."

"Jadi, lu manfaatin gua?"

Jevais membelalak, "Noooo. That's not what I mean. Serius gue ngga niat buat manfaatin lo. Tapi—"

"Calm down, Je." Jovan tertawa melihat wajah panik Jevais, "But, still. Gua ngga yakin buat tampil."

"Lo ngga akan tampil sendiri, kok. Rencana nya gue juga mau gaet Maraka sama Nicholas. Ah, ya. Kan Kak Jef juga bisa nyanyi, tuh. Nanti gue akan coba minta dia tampil solo. Pasti banyak mahasiswa yang klepek-klepek, deh."

"Ini festival kampus apa ajang buat memikat mahasiswa?"

"Kan biar usaha kita ngga sia-sia ... terus banyak yang datang." Jevais memelankan suara nya.

"You're more sensitive that what I thought," Jovan terkekeh. "Oke, kalo gitu gue setuju. Seenggaknya, kalo gue ditemenin jadi ngga malu-malu amat sendirian tampil di panggung."

Jevais memekik kegirangan, "So, you're agree with my plan?!"

"Iya. Besok coba didiskusiin sama anak-anak Hima lain biar kalo ada yang ngga bisa langsung dicari solusi lain nya lagi, ya. Habis itu kita cari keperluan yang masih belum ada."

Sang laki-laki berkulit putih mulus mengangguk senang, "Pasti! Thank you, Jov!"

"Anytime, dear."

Nostalgia. ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora