04. Perjanjian Pra-Nikah

1.7K 214 99
                                    

"Puas ya, kamu ninggalin aku sendirian sama Ibu? Kita 'kan belum bahas kesepakatan apa-apa, kalo aku ditanyain macem-macem harus jawab apa, coba? Tuh, 'kan! Malah diem, dijawab dong!"

Sarada sibuk mengoceh kesal setelah keluar dari rumah Namikaze. Boruto hanya menyetir santai, tak menghiraukan ocehan Sarada.

"Saya tau, kok. Kamu pinter ngarang. 'Kan kamu penulis," jawab Boruto santai, membuat bola mata Sarada membulat emosi.

"YA MAKSUD LO?! Nanti kalo omongan kita beda gimana?! Emang mau kalo orangtua lo curiga?!" cecar Sarada tak terima. Dih, gadis itu mendelik sebal tak karuan pada pria yang malah menyetir santai memerhatikan jalan.

"Ya tinggal disamain. Gitu aja kok repot."

Suara Boruto memgambang di udara, membuat Sarada pusing sendiri, kehabisan kata umpatan di perbendaharaan kosakatanya. Duh. Gadis polos itu menarik napas dalam-dalam.

"Please, Mister. Harusnya Anda terima kasih sama saya, karena saya mau bertanggung jawab atas hal yang tidak saya lakukan." Sarada melirik tajam Boruto yang asik dengan setir mobilnya.

"Enggak ada yang nyuruh kamu tanggung jawab, tuh. Saya 'kan enggak maksa."

Jawaban singkat Boruto sukses membuat tensi Sarada meninggi. Muka sewarna kacang almondnya merah padam, mengatupkan kedua bagian giginya, membuat suara desisan geram seperti ular.

"Kalo aku stroke gara-gara hipertensi, kamu yang tanggung jawab!"

"Nyumpahin diri sendiri itu enggak baik. Saya denger kamu ini lulusan Harvard, masa yang begituan doang enggak paham?" Boruto memarkirkan mobilnya dengan cantik di parkiran apartemen. Sarada mendengkus, menghela napas panjang saat Boruto mulai mengungkit tentang kampusnya dulu.

Obsidiannya memutar malas. Sarada menarik napas dalam-dalam, menahan diri agar tidak kelepasan.

Ayo main cantik, Sar. Lulusan Harvard masa main beginian enggak bisa.

Katanya mau jadi politikus, kudu pinter negosiasi dong!

"Kayaknya aku berubah pikiran, deh. Mister, aku rasa aku enggak bisa melanjutkan perjanjian ini. Uangku udah banyak, masalah dukungan aku bisa cari yang lain."

Sarada menguatkan diri, mengatakan kalimatnya dalam sekali napas. Boruto yang sudah mematikan mesin mobilnya terbelalak kaget.

"Eh, maksudmu?!" Boruto menoleh, menatap Sarada yang tersenyum puas.

Enggak tau aja dia, gue punya seribu taktik biar menang negosiasi.

"Yaa, kita 'kan stranger. Ditambah Mister juga enggak kooperatif. Padahal aku bersedia diajak kerjasama bahkan sebelum tandatangan di atas kertas. Menurutku, perjanjian ini kurang menarik dan tidak menguntungkan." Sarada mengulum bibirnya, menjalankan rencana tarik-ulur yang sudah ia pikir beberapa detik lalu.

Berdasar ilmu psikologi, ada banyak siasat yang bisa gunakan agar lawan bicara menurut pada kita. Siasat tarik-ulur adalah salah satunya.

Enggak sia-sia gue kuliah jauh-jauh di luar negeri.

"Yaa, sebenarnya ini perjanjian menarik, Mister. Cuma sikap Mister yang enggak kooperatif bikin aku kesusahan. Mungkin kita bisa kerjasama lain kali. Maaf, aku enggak bisa lanjutin kerjasama ini." Sarada tersenyum manis, diam-diam tertawa jahat dalam hati.

Boruto menatapnya seolah-olah sendu. Namun sedetik kemudian, senyum miring justru tercetak di wajah tampannya.

"Kamu pikir saya percaya sama akal-akalan kamu?"

Unpredictable Marriage | BoruSaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang