31. Berbeda

1.8K 201 135
                                    

"Besok enggak usah kerja dulu, ya." Sarada menaruh nampan di nakas. Malam sudah tiba, tapi suhu tubuh Boruto belum turun juga. Tadi pagi Boruto akhirnya ketiduran di pangkuan Sarada, Sarada jadi ikutan tidur sampai siang menjelang sore.

Dan sekarang sudah waktunya makan malam.

Sarada membawa nampan berisi makan malam mereka, Boruto belum terlalu kuat untuk sekadar berjalan ke ruang makan. Jadi Sarada memutuskan makan di kamar saja sambil menemani Boruto, karena pria itu pasti protes kalau Sarada tidak ikut makan.

"Kalo udah enakan aku berangkat aja," jawab Boruto sambil meringis. Ia masih memikirkan bisnisnya, kepalanya tambah pusing gara-gara itu.

"Boleh kok kamu berangkat, tapi aku ikut ke kantor kamu dari pagi sampe pulang," ancam Sarada dengan tatapan datarnya, membuat Boruto menelan ludahnya kasar.

Lebih baik di rumah kalau begitu.

"Kenapa? Enggak jadi? Kamu enggak suka aku berangkat nemenin kamu ke kantor?" cecar Sarada bertubi-tubi, matanya memicing tajam. Boruto menelan ludah, menggeleng lesu.

"Enggak, lupain aja. Mana makanannya?" tanya Boruto, ada dua mangkuk di nampan. Isinya sup krim jamur yang Sarada buat sepenuh hati.

Sarada tak pernah memasak dengan setengah hati. Ajaran Sakura, kata mamanya itu kalau memasak setengah hati, nanti makanannya enggak enak.

"Sini, aku suapin aja." Senyum Sarada terkembang cerah, perubahan moodnya cepat sekali. Boruto hanya bisa mengangguk pasrah.

"Aa!" Sarada tersenyum lebar saat Boruto menerima suapannya untuk ke sekian kali. Wanita itu jadi suka menyuapi orang. Boruto mencecap sup krim yang dimasukkan Sarada ke mulutnya.

Enak. Gurih, asin, bercampur manis dengan sedikit merica membuat hangat tenggorokannya. Boruto suka rasa ini.

Lebih tepatnya, Boruto suka semua makanan yang Sarada masak.

"Kamu lebih suka sup gini atau bubur?" tanya Sarada senang. Wanita itu baru saja mendapat kabar baik. Jadi senyum Sarada tak henti terkembang dari tadi.

Boruto yang tidak tahu jadi bingung sendiri.

"Aku suka semua, yang penting kamu yang masak," jawab Boruto singkat. Ronaan merah mewarnai wajah Sarada, pipinya bersemu.

"Gombal, ah."

"Orang beneran, malah dibilang gombal," rutuk Boruto sambil mendecakkan lidah. Sarada hanya meringis, Boruto memang tidak romantis.

Mungkin karena pernikahan mereka masih berstatus kontrak dua tahun, kali, ya?

"Bolt, kamu mau dateng ke acara launching novel sama WebToonku, enggak?" Sarada menyuapi Boruto, lalu menatap safir suaminya ragu.

Sarada sebenarnya ragu mau bertanya. Boruto bukanlah pria mau repot-repot berjanji untuk hal yang belum terjadi.

Boruto menatap Sarada antusias seketika. Safirnya melebar takjub.

"Novel kamu beneran mau dijadiin WebToon?" tanya Boruto, intonasinya meninggi gembira. Sarada mengangguk.

"Iya, minggu depan acaranya. Kamu mau dateng, enggak? Temenin aku jadi pembicara, gitu?" pinta Sarada, mengulum bibirnya penuh harap. Ia sebenarnya pasrah, Boruto mungkin tak bisa datang karena sibuk.

Atau lebih tepatnya tak mau, karena Sarada 'kan bukan siapa-siapanya Boruto.

"Nanti aku lihat jadwalku. Acaranya di mana?" Boruto kembali bertanya, lagi-lagi tak berani menjawab mutlak.

Unpredictable Marriage | BoruSaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang