19. Demam

2K 209 155
                                    

"Finally I got it!!" Sarada memekik senang setelah mengklik kata send di laptopnya.

Setelah sekian bulan, akhirnya novel Rather Be Alone selesai ia tulis! Sarada tersenyum senang sembari meregangkan tubuhnya. Akhirnya, ia bebas dari deadline yang selama ini mengungkungnya!

"Kira-kira Boruto mau dimasakin apa, ya? Dia pasti seneng denger kabar ini," celoteh Sarada pada dirinya sendiri. Gadis itu tersenyum cerah, mengembuskan napas lega setelah menatap layar laptopnya yang menunjukkan tulisan END dari novel yang ia tulis.

Berjalan menuju dapur, Sarada tersenyum riang melihat deretan tepung dan coklat yang ada di meja marmer dapur Boruto. Pria itu memang menyediakan bahan makanan lengkap di dapur setelah pernikahan, mereka sudah tiga minggu menikah dan bahan-bahan makanan itu belum habis juga.

"Chocolate lava cake enak, sepertinya. Boruto suka, enggak, ya?" Sarada mengambil tepung terigu dari meja, tersenyum lebar membayangkan kue yang mau ia buat.

Semenjak menikah, hasrat memasaknya memang meningkat drastis!

"Produk kita gagal di pasaran, gitu?" Boruto menghela napas panjang, bertanya sambil menatap Shikadai pasrah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Produk kita gagal di pasaran, gitu?" Boruto menghela napas panjang, bertanya sambil menatap Shikadai pasrah. Kepala Shikadai mengangguk ragu, tersenyum kecut.

"Kita juga gagal menang tender proyek pemerintah, Bor," tambahnya lagi, membuat Boruto menghela napas panjang.

Boruto, selain seorang eksekutif, ia pemegang saham utama di perusahaan tersebut. Kalau perusahaannya untung besar, ia ikut untung. Tapi kalau perusahaannya rugi, ia ikutan rugi.

Belum lagi ia memiliki utang pribadi untuk bisnisnya. Tidak banyak, sih. Cuma delapan ratus juta yen. Tapi tetap saja, itu jumlah yang besar.

Dan bisa dipastikan setelah produk mereka gagal dan kalah tender, Boruto harus membayar semuanya.

"Gue tau," jawab Boruto cepat. Shikadai menganggukkan kepala.

"Tenang aja, perusahaan enggak bakal kolaps. Gue punya ide lain." Boruto terdiam lamat-lamat, menatap Shikadai tak yakin.

Ini ide yang harus ia bicarakan dengan Sarada. Aset Boruto yang bertebaran tak begitu banyak, tak cukup untuk melunasi utang dalam sekali bayar.

Tapi ia punya rencana.

"Tambahan modal? Lo mau ngajuin pinjaman ke bank? Udah limit, Bor," sergah Shikadai. Boruto menggelengkan kepala pelan.

"Gue enggak minjem. Pertama, lo kasih tau divisi produksi, enggak usah produksi produk yang gagal lagi. Kasih tau tim riset buat ganti produk. Produk yang udah tersebar di pasaran biarkan aja, enggak usah ditarik," ujar Boruto memberikan instruksi. Pria berambut kuning itu meringis pelan, matanya agak berkunang-kunang.

Kepalanya pusing.

"Masalah tender pemerintah kita cari proyek lain. Enggak usah suap-menyuap, Shik. Kita main bersih aja, jangan ngerugiin orang lain," tambah Boruto mengingatkan, membuat Shikadai manggut-manggut sambil mengetik instruksi Boruto di catatan ponselnya.

Unpredictable Marriage | BoruSaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang