39. Orang Asing

2K 218 105
                                    

Pagi ini Boruto berangkat kerja dari rumah sakit. Sarada menyimpulkan dasinya, pria itu datang dengan semangat baru yang membuat para pegawai menatapnya terkesima.

"Pagi, semua!"

Boruto menyapa ramah pegawai di kantornya. Dari tukang bersih-bersih, penjaga kantin, manajer, sampai wakil direktur ia sapa sepanjang jalan. Pria itu menebarkan senyum lebarnya, mengundang tatapan aneh para pekerja yang tak ia hiraukan.

"Pak Bos senyam-senyam mulu kenapa, ya, kira-kira? Bukannya kena skandal?"

"Lah, lo enggak tau berita terbaru? Si bos 'kan bininya bunting."

"Loh, Nyonya Sarada hamil beneran? Gila, berarti mereka enggak nikah kontrak, dong?"

Boruto hanya tertawa kecil mendengar celetukan para pegawai. Lucu sekali, batin Boruto. Tapi persetan, pria itu hanya melambai kan tangan saat pegawainya berbaris hormat, membuat ia sedikit mengerutkan dahi.

"Ada apa ini, kenapa baris di sini? Kembali ke kubikel masing-masing!" perintah Boruto, menatap barisan karyawan yang berdiri di sepanjang koridor menuju ruangannya.

"Maaf, Bos. Di dalem ada Tuan Besar." Denki menghampiri, menunduk takut-takut.

"Ayah, maksud kamu?" Boruto membelalak tak percaya. Denki mengangguk cemas.

Boruto menarik napas dalam-dalam. Untuk apa sang ayah pergi ke sini? Untuk mengomel? Atau bagaimana?

Boruto berjalan tenang, membuka pintu ruangannya. Sudah ada Naruto di sana, duduk santai di meja kerja sembari menatap Boruto penuh tuntutan.

"Di mana istrimu?" tanya Naruto tenang. Pria tua itu menyuruh Boruto duduk. Boruto hanya memutar bola matanya malas.

"Kenapa Ayah ke sini?" tanya balik Boruto, sinis dengan tatapannya yang agak kesal. Naruto terkekeh pelan.

"Ayah mau memastikan anak Ayah itu pembohong atau bukan." Naruto nyengir lebar, menggaruk tengkuknya canggung. Sebenarnya pria itu merasa tak enak hati gara-gara sudah mencoret Boruto dari daftar pewaris tanpa mencari tahu kebenarannya lebih dulu.

"Sarada masih di rumah sakit, dia diopname. Kalau Ayah mau jenguk, nanti aja habis jam kerja selesai." Boruto berucap dingin, menatap ayahnya sebal.

Naruto tertawa pelan. "Maaf, maaf. Jagoan marah?" tanya Naruto serius, menggoda anaknya yang kini mengerucutkan bibir sebal.

"Boruto bukan anak kecil lagi, Boruto mau punya anak sekarang." Boruto memalingkan mukanya yang memerah. Ayahnya itu menyebalkan sekali, Boruto jadi teringat masa-masa kecilnya dulu dengan sang ayah.

Naruto yang melihat rona pipi anak sulungnya jadi tersenyum lega. Boruto sudah menemukan orang yang tepat, ia senang anak sulungnya itu kembali menjadi pribadi yang ekspresif dengan senyum malu-malu sok tsundere turunan sang ibu.

"Ayah tau, ayah sebentar lagi punya cucu. Gimana cucu Ayah?" Naruto bertanya lagi. Boruto menarik napas, menggelengkan kepala pelan.

"Baik-baik aja," jawabnya pendek, membuat Naruto terkekeh pelan.

Wajah merah Boruto seolah membuatnya nostalgia dengan masa kecil dan remaja putra sulungnya itu. Semenjak dewasa, ia jadi penggila kerja yang hampir lupa dengan rumah.

Naruto lega saat melihat Boruto seperti ini. Ia bersyukur pria kecilnya sudah bertemu wanita yang baik, yang bisa dijadikan tempat mencurahkan isi hati dan mendukungnya sepenuh hati.

Yaa, setidaknya Naruto tidak merasa bersalah karena memaksa Boruto menikah demi investor asing yang mengajukan persyaratan aneh sebagai syarat agar mereka mau menanamkan modal besar-besaran untuk pengembangan perusahaan.

Unpredictable Marriage | BoruSaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang