MARK: 28

14.5K 1.5K 36
                                    

Kabar kemenangan Aludra tersebar ke seluruh wilayah. Beragam tanggapan juga terdengar dari mana-mana. Ada yang merasa bahagia ada juga yang merasa tidak rela bahkan mengutuk secara nyata kepada kerajaan Aludra.

Meski Aludra memenangkan pertempuran itu, tidak sedikit yang mereka korbankan. Bahkan kabarnya, hampir setengah dari pasukan tewas di sana, ada juga yang terluka.

Saat pertempuran terasa seperti akhir dunia. Setiap hari mereka melihat mayat-mayat tergeletak di mana-mana. Jika ada kesempatan mereka akan menyuburkan mayat pasukan, jika tidak maka dibiarkan begitu saja. Serangan dari segala arah. Aludra bahkan sempat dibuat ketar-ketir.

Namun pemimpin dan pasukan Aludra kuat. Meski kewalahan, mereka tetap bertahan. Kekuasaan Aludra diakui dan semakin meluas.

Di tengah-tengah itu tentu ada juga kesedihan. Keluarga yang di tinggalkan mencoba mengikhlaskan anggota keluarga yang tewas saat bertugas.

Haechan juga tengah berada di masa berduka. Raja Mark tidak kembali untuk menemuinya.

Saat kabar kemenangan Aludra didengar olehnya, ia langsung memasang wajah yang cerah. Bahkan tidak henti-hentinya membicarakan hal itu kepada semua orang. Mereka turut bahagia melihat Haechan yang kembali cerah, berdoa semoga wajah itu tidak akan pernah bersedih lagi.

Tapi rupanya tidak semudah itu doa mereka terkabul. Buktinya, kedatangan pasukan Aludra untuk menjemput Ratunya malah berakhir dengan tangisan.

Perdana menteri Lucas datang ke istana Altair dengan beberapa pasukan bersamanya. Kedatangan mereka untuk menjemput Ratu Jaemin, Renjun dan juga Jungwon. Hanya mereka. Perdana menteri tidak menyebutkan nama Haechan di dalam kalimatnya.

Haechan sudah bertanya, di mana Raja Mark? Tapi perdana menteri tidak menjawabnya. Ia hanya bisa mengucapkan kalimat permintaan maaf tanpa menjalankan apapun. Haechan muak, bukan itu yang ingin ia dengar. Bahkan pangeran Hendery hampir saja melayangkan pukulan ke wajah perdana menteri Aludra itu karena geram. Untunglah di sana ada banyak orang yang melerai.

Kecemasan menghantui Haechan. Ia tau bahwa Raja Mark masih hidup, Raja itu selamat. Hanya saja ia tidak tau apa yang membuat Raja itu memilih untuk menyembunyikan dirinya, memilih untuk menunda bertemu dengannya. Padahal ia sendiri yang bilang akan langsung menjemputnya. Lihat kan? Raja Mark pembual.

Meski tujuan perdana menteri Lucas kesana tidak untuk menjemput dirinya, Haechan tetap memaksa ikut. Ia abai dengan bujukan orangtua dan kakaknya untuk tetap tinggal di istana Altair. Mereka berpikir jika kandungan Haechan sudah semakin rawan, akan lebih baik jika tetap tinggal. Ratu Altair, ibu Haechan, ia lebih berpengalaman dengan hal seperti ini. Haechan tetap menolak, ia bahkan mengatakan jika Renjun juga sudah berpengalaman. Kalah dengan kekeras kepalaan Haechan, mereka akhirnya mengizinkan. Pangeran Hendery dan beberapa pasukan Altair bahkan ikut mengantar. Mereka belum sadar saja apa tujuan Haechan memaksa ikut kembali ke kerajaan Aludra.

"Haechan? Jangan melamun terus..."

"Renjun, apa perdana menteri Lucas tidak mengatakan apapun kepadamu? Atau mungkin memberi tau tentang kabarnya?"

Helaan nafas terdengar dari bibir Renjun. Ia menggeleng dengan raut sedih.

Tak tega sebenarnya melihat Haechan seperti ini. Tapi, ia juga sudah berkali-kali bertanya kepada suaminya namun kebungkaman yang ia dapatkan. Renjun tidak bisa lagi memaksa suaminya untuk menjawab meski ia juga sedih sekali karena tidak bisa membantu Haechan.

"Maafkan aku, aku sudah mencoba, Haechan."

"Tidak, tidak apa. Kalau begitu aku akan kembali ke ruanganku, ya?"

"Kau mau aku temani?"

"Tidak, Renjun. Kau tenang saja."

Senyum bahagia terpancar dari Haechan sebelum ratu itu berjalan pergi dari hadapannya. Tapi, Renjun mereka ada sesuatu dari senyum itu. Haechan selalu punya misteri dalam segala tingkahnya.

MARK✓Where stories live. Discover now