06. Kiara

5.5K 1.1K 65
                                    

Selama mengikuti kelas Matematika, pikiran Keenan terus berenang-renang pada nama Kiara Klein yang tertulis di map cokelat berisi salinan pendaftaran program One Fine Day

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selama mengikuti kelas Matematika, pikiran Keenan terus berenang-renang pada nama Kiara Klein yang tertulis di map cokelat berisi salinan pendaftaran program One Fine Day. Pemuda itu terusik dengan keikutsertaan gadis yang berhasil masuk lima besar dengan nilai tertinggi pada program tahun lalu mewakili angkatan satu. Kini, ketika program kembali digelar, ia tidak terima apabila Kiara terlibat dan nantinya kembali masuk lima besar mewakili angkatan dua.

Ketika recess time, Keenan langsung berlari menemui Mr. Rudi di ruangannya. Pria berusia akhir tiga puluhan itu merupakan inisiator sekaligus ketua dari program tahunan yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Di luar itu dia adalah pengajar teknologi informasi.

Mr. Rudi menyambut kedatangan Keenan dengan tangan terbuka. Sebelum ini, keduanya memang sudah sering terlibat diskusi berkenaan dengan kegiatan Organisasi Khusus. Tak butuh waktu lama bagi muridnya itu untuk menceritakan hal yang mengganjal pikiran dengan sedikit emosi. Mr. Rudi hanya mengangguk samar saat mendengar apa yang dipersoalkan oleh anak salah satu donatur tetap Araminta International School tersebut.

“Kamu takut kalah saing, ya?” tanya Mr. Rudi. Walau ditanyakan dengan nada kasual, namun begitu telak menampar Keenan.

“Saya hanya tidak boleh gagal,” jawab Keenan sambil berusaha menata emosinya.

“Begini Keenan, sekolah tidak pernah membatasi keikutsertaan murid di program ini. Karena hasil akhirnya bukan kami yang menentukan, melainkan kecerdasaan kalian.” Mr. Rudi memberi pengertian.

“Apa dia ingin membalas kekalahan tahun lalu, Mr. Rudi?” Keenan menanyakan apa yang melintas di pikirannya begitu saja, tanpa disaring terlebih dahulu. Ekspresi Mr. Rudi sempat mengeruh sesaat, sebelum mengubahnya menjadi tenang dengan seulas senyum bertengger di wajah.

Sudah menjadi rahasia seluruh penghuni bangunan bertingkat empat ini bila kegagalan Kiara di kompetisi antar sekolah tahun lalu sempat membuat kredibilitas Araminta dipertanyakan. Karena dalam sejarah, tidak ada lima besar terpilih One Fine Day, baik angkatan satu maupun angkatan dua, terjun bebas dari posisi lima teratas.

“Bukankah itu... bagus?” Mr. Rudi bertanya agak ragu.

Pertanyaan tersebut terasa aneh tatkala ditangkap telinga Keenan. Namun pemuda itu tidak tahu harus berbicara apa lagi.

“Apapun itu, jadikan keikutsertaan Kiara sebagai alat pacu untuk mendapatkan nilai tertinggi,” Mr. Rudi memberikan motivasi klise.

Merasa sudah tidak ada yang perlu ditanyakan, Keenan meminta izin meninggalkan ruangan. Pada akhirnya pemuda itu berusaha menerima keadaan. Karena dirinya tak ada hak melarang siapapun mendapatkan kesempatan menjadi yang terbaik. Semua murid memiliki kesetaraan menjadi paling pintar di Araminta.

*

Drey keluar dari kelas Mr. Miguel dengan perasaan lega. Rasanya seperti ada yang mengangkat beban berat dari pundak. Bagaimana tidak, guru bahasa Spanyol itu bersedia memaklumi keterlambatannya lantaran harus mengambil salinan pendaftaran One Fine Day yang tertinggal di rumah.  Sehingga ia tetap bisa mengikuti remedial meski tanpa waktu tambahan.

INTRICATEWhere stories live. Discover now