16. Inculpation

3.5K 788 88
                                    

Drey keluar kamar sambil menenteng helm full face di tangan kanan dan ponsel di tangan kiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Drey keluar kamar sambil menenteng helm full face di tangan kanan dan ponsel di tangan kiri. Jempolnya begitu lincah menyentuh huruf-huruf di layar ponsel membalas pesan dari Faye yang harus disegerakan bila tak ingin pacarnya itu ngambek. Begitu sampai di lantai bawah dan akan berbelok menuju garasi, panggilan Arabella membuat langkahnya terhenti. Pemuda itu membalikkan badan, lalu mendapati sang ibu sedang duduk di sofa ruang tengah sambil memegang secangkir kecil berisi teh kamomil.

“Tumben Mama jam segini belum berangkat,” Drey heran karena biasanya Arabella sudah berangkat ke sekolah bahkan sebelum dirinya bangun.

“Sini, Mama mau bicara sebentar.” pinta Arabella.

Setelah memasukkan ponsel ke saku celana dan menaruh helm di atas meja, Drey duduk di kursi sebelah Arabella yang tampak anggun dengan setelan kerjanya. Wanita itu memadukan kemeja putih ditutup blazer hitam sebagai atasan serta rok span selutut sebagai bawahan.

Tak banyak murid yang mengetahui bila Drey adalah anak dari Arabella Salim. Mungkin dikarenakan tidak banyak yang tahu siapa nama lengkapnya. Kadang-kadang, pemuda itu mendapati siswa siswi Araminta membicarakan sikap ibunya langsung di hadapannya. Mereka berkata untuk tidak membuat masalah yang akan membawa ke ruangan vice principal. Mau itu anak pejabat, politikus, pengusaha, siapa pun labelnya, kalau salah, akan tetap ditindak tegas.

Drey tidak merasa terganggu saat mendengarkan ibunya dibicarakan. Karena dalam hati ia mengamini hal tersebut. Sebagai anak, terkadang ia juga malas jika harus berinteraksi dengan Arabella. Semenjak kematian Nikolas Salim, wanita tersebut sedikit banyak telah berubah menjadi sosok yang jauh berbeda sehingga Drey merasa anomali bila harus berkomunikasi dengannya. Sebisa mungkin pemuda itu tidak membuat masalah ketimbang mendapat luapan amarah.

“Kata Mbok Karni kamu jarang sarapan sebelum berangkat sekolah, kenapa Drey?” Arabella membuka obrolan.

“Mama yakin mau bahas sekarang? Ini udah mau jam masuk kelas lho,” Drey mengingatkan.

“Kamu tinggal jawab saja, Drey.” Desak Arabella.

“Aku males Ma mesti sarapan sendiri.” Jawab Drey. 

Arabella sempat terdiam sesaat mendengar jawaban anaknya. Setahun terakhir dia memang jarang menyempatkan waktu untuk sarapan berdua. Karena berada di meja makan seperti mengingatkan kehilangan terbesar dalam hidupnya: kehilangan sang suami.

Dulu di meja makan itu, tercipta banyak obrolan antara dirinya dengan Nikolas. Mereka membahas apa saja dari masalah bisnis, kondisi bumi, perekonimian dunia dan selalu diakhiri dengan membicarakan masa depan yang sudah dirancang untuk Drey. Kini, duduk di tempat tersebut terasa kosong namun menyesakkan di saat bersamaan.

“Aku tahu Mama sibuk sampai harus berangkat pagi. Jadi Mama nggak perlu khawatir, aku tetap sarapan di sekolah, kok,” sambung Drey memberi pengertian.

“Sebelumnya Mama berterima kasih karena kamu sudah mau mengerti Mama. Sebagai gantinya, Mama akan siapkan bekal untuk kamu di sekolah. Mama sudah buat mulai hari ini, bisa kamu ambil sebelum berangkat di meja makan,” terang Arabella sambil lalu menyeruput teh kamomilnya.

INTRICATEWhere stories live. Discover now