24. Into The Blue

2.3K 551 26
                                    

Sore itu langit Jakarta begitu cerah sehingga Faye memutuskan berenang guna melepas penat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sore itu langit Jakarta begitu cerah sehingga Faye memutuskan berenang guna melepas penat. Supaya tidak mati gaya, dia meminta Drey untuk datang menemaninya. Drey awalnya menolak permintaan tersebut lantaran sedang tak ingin berenang. Namun Faye hanya butuh ditemani, sehingga ia membebaskan pemuda itu melakukan apa saja asal berada di jangkauan matanya.

Drey pun datang sekitar satu jam setelah sambungan telepon dengan Faye diakhiri. Begitu sampai di rumah mewah milik kekasihnya itu, ia langsung diantar menggunakan lift oleh petugas keamanan rumah berseragam biru dongker menuju ke area kolam renang yang terletak di lantai empat. Khusus lantai tersebut, sisi kanannya dibiarkan terbuka sehingga sinar matahari bebas menerjang masuk.

Pandangan heran tak bisa ditutupi Drey tatkala melihat apa yang dilakukan Faye saat ini. Gadis itu sedang duduk membaca buku di sun lounger memakai two-piece warna beige, kacamata hitam serta boater hat. Terdapat segelas penuh lemon squash dan sepiring sedang kekripik kentang yang ditelakkan di meja kecil. Meski kini ada di lantai empat sebuah hunian mewah tengah kota, namun gaya Faye seperti sedang benar-benar berada di tepi pantai.

“Hai,” sapa Drey sambil lalu duduk di sun lounger samping Faye.

"Hai," Faye tersenyum sekilas, lalu menoleh ke belakang. “Mbak, bawain pacar aku lemon squash ya. Sama buah-buahnya bisa dikeluarin sekarang,” perintahnya pada dua orang pelayan muda yang berdiri tak jauh dari pintu masuk.

“Kamu udah renang?” tanya Drey sambil menatap intens sosok bidadari di sebelahnya saat ini. Sungguhlah, jika ada yang perlu gambaran dari kata sempurna, mungkin Faye adalah salah satu contoh hidup. Betapa beruntung Andreas Salim mampu memiliki hati gadis sempurna tersebut.

“Belum, lagi mau nyelesein buku ini dulu, tinggal beberapa halaman lagi,” Faye menunjukkan sampul merah novel Klara and The Sun karya Kazuo Ishiguro.

“Awas aja kalau sampai nanti sakit. Udara lagi kayak gini malah pakai two-piece,” balas Drey sambil lalu memfokuskan matanya pada layar ponsel.     

“Jangan ngerusak suasana deh,” keluh Faye.

Dua sejoli itu hanya diam selama beberapa menit sampai pelayan datang membawa apa yang diminta oleh Faye. Saat Drey meminum air lemon bersoda itu, tanpa sengaja matanya menangkap sosok Benjamin sedang berdiri sambil menerima telepon. Meski posisinya jauh dan terhalang tembok kaca, Drey bisa memastikan bila principal Araminta itu sempat memerhatikan apa yang dilakukan olehnya dengan sang anak.

“Beb, ayahmu kayaknya lagi merhatiin kita deh,” lapor Drey dengan mata masih terpancang di layar ponsel.

Faye menolehkan kepalanya ke kanan, lalu melambaikan tangan begitu melihat sosok sang ayah berdiri di ujung sana. “Tenang aja, Dad bukan orang yang akan nyampurin urusan kita. He’s believe me. He’s believe you too. Dia nggak akan ngomel panjang lebar selama aku masih ada di rumah. Dia punya cara protecting yang nggak kolot,” jelas Faye.

INTRICATEWhere stories live. Discover now