45. It Starts With Us

1.1K 246 39
                                    

Agustina Tjokro memijit pelipis untuk meredakan rasa pening yang mendadak menghampiri kepalanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Agustina Tjokro memijit pelipis untuk meredakan rasa pening yang mendadak menghampiri kepalanya. Rapat besar antar jajaran sekolah dan donatur sudah berjalan satu jam, namun belum ada ujung pangkal dari permasalahan yang tengah dihadapi. Seperti sekarang, puluhan kepala di aula Araminta International School yang diubah menjadi ruang rapat kompak tertuju pada pernyataan Stevanny Klein. Ibu dari Kiara Klein itu tengah berdiri di hadapan peserta rapat dan dengan tegas memilih tenang atas sikap pihak kepolisian yang cenderung lambat menangani kasus kematian sang anak. Berbeda dengan luapan emosi pasangan Raja dan Berliana Sembrani, orangtua dari Ariana Sembrani yang memprovokasi supaya mendesak penyelidikan.

“Kenapa you memilih tetap tenang, Bu Stevanny? Bukannya anak you juga menjadi korban dalam kasus ini?” tanya Fransisca Wang dengan gaya bicaranya yang khas.

“Iya, kenapa Anda bersikap seperti itu? Nyawa anak-anak kita terancam kalau sampai pelakunya tak kunjung ditemukan,” sambung Dara Soejatmiko yang duduk di samping dengan Fransisca.

“Pilihan sikap ini bukan saya katakan tanpa berpikir lebih panjang,” Stevanny mencoba memberi pengertian.

“Apa ini ada hubungan dengan anak Anda yang sedang ditahan? Anda ingin melindungi anak Anda yang seorang pembunuh? Permasalahan Anda jelas tidak sama dengan kami. Jangan disamakan. Anak saya dibunuh oleh orang yang sampai sekarang masih berkeliaran!” kata Raja dengan emosi yang tampak tak lagi bisa ditahan. Pria bersetelan jas tersebut bahkan sampai berdiri dari duduknya.

“Jaga bicara Anda Pak Raja, anak laki-laki saya bukan seperti yang Anda katakan!” balas Stevanny tak suka Oskar disebut sebagai pembunuh.

Sebelum memicu keributan lebih lanjut, Arabella Salim dengan terpaksa menyalakan mic dan meminta kepada peserta rapat untuk tenang. “Dimohon tenang Ibu dan Bapak sekalian,” pinta Arabella.

Rapat kemudian dijeda. Peserta yang datang dari berbagai kalangan atas negeri ini langsung berhamburan keluar; ada yang menuju toilet, ada yang mengambil minum dan kudapan lalu menyantapnya di beberapa coffe table yang disediakan, ada yang melanjutkan obrolan di koridor.

Sementara itu Agustina memilih menyeduh kopi kapsul untuk menenangkan diri. Dia pikir saat ini tengah berdiri seorang diri di sudut tempat diletakkannya mesin kopi otomatis. Namun ternyata ada Ratih Sukma sedang antre di belakangnya.

“Hai, Gie,” sapa Ratih sambil mengulas senyum sesaat setelah Agustina menyadari keberadaannya.

“Hai,” jawab Agustina pendek. Entah kenapa pusing yang diharapkan reda malah semakin menjadi setelah melihat senyum Ratih barusan. Dalam kondisi penuh tekanan seperti ini, ia merasa lelah berpura-pura pada wanita yang tega menusuknya dari belakang.

Ya, Agustina sebenarnya sudah mengetahui apa yang telah dilakukan Aryan Tjokro dan Ratih Sukma di belakangnya. Namun, wanita itu tidak memprediksi kalau putra semata wayangnya juga tahu hal tersebut dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

INTRICATEWhere stories live. Discover now