Bab 1 : Omong Kosong

692 39 8
                                    

***

Chu He benar-benar tidak mempercayai apa yang baru saja dia dengar dengan telinganya sendiri. Dia menatap adik perempuannya, Chuchu dengan tatapan tidak percaya sekaligus heran yang terlihat sangat jelas di wajahnya. Dia memindai adik perempuannya itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki gadis itu bahkan tanpa berkedip sekalipun. Dahinya sedikit berkerut dengan sudut bibir yang mulai bekedut karena kesal.

"Apa kau benar-benar sudah berkata dengan jujur? Apakah tidak ada hal lain lagi yang ingin kau katakan kepadaku?" Entah sudah berapa kali Chu He mengucapkan kalimat interogasi yang sangat menekan itu kepada Chuchu yang sudah merasa kepalanya gatal akibat terlalu banyak mencoba mencerna kata-kata kakak laki-lakinya itu.

Dan kalimat itu juga yang membuat Chuchu entah harus tertawa atau marah kepada kakak laki-laki yang masih dengan setia berdiri di depannya sembari melipat kedua tangannya di depan dada seperti seorang hakim. Dia hampir bosan sampai mati karena mendengar kata-kata itu yang keluar dari mulut kakak laki-lakinya entah untuk yang ke berapa kalinya diucapkan oleh Chu He. Entah bagaimana, tapi dia merasa seperti sedang dihakimi secara sepihak tanpa tahu kesalahan apa yang telah dia lakukan.

"Apakah aku terlihat seperti sedang berbohong?" Pada akhirnya Chuchu memutar bola matanya dan dengan malas mengibaskan lengan bajunya menyerah. Tidak ada harapan bahwa kakak laki-lakinya akan benar-benar mempercayainya. Dia tidak bisa diam dan hanya menerima penghakiman kakak laki-lakinya hingga dia tersudut kan?

"Sudahlah Gege. Yang penting aku sudah mengatakan yang harus aku katakan dan sama sekali tidak mengurangi maupun menambah hal-hal yang tidak perlu. Apakah kau puas dengan itu? Aku akan pergi kalau begitu. Entah Gege puas atau tidak puas." ucap Chuchu pada akhirnya setelah kakak laki-lakinya itu sama sekali tidak memberi tanggapan atau bahkan sedikit merespon dengan isyarat.

Akan tetapi ketika Chuchu akan berbalik dan membuka pintu dapur, bahkan dia sudah hampir melangkah keluar dari ambang pintu, Chu He kembali menariknya masuk ke dalam dapur dan menutup kembali pintu itu tepat di belakang punggungnya. Pria muda itu terlihat sedikit kesal dengan sikap adik perempuannya yang menurutnya sedikit sembrono itu. Dia merasa sangat diabaikan akhir-akhir ini. Ditambah dia juga merasa tidak puas dengan jawaban itu. yang menurutnya terdengar sangat tidak masuk akal. Tidak ada kebetulan yang begitu kebetulan di dunia ini.

"Ada apa dengan Gege hari ini? Apakah Gege masih marah karena aku pergi meninggalkan rumah dan pergi ke Chang'an? Bukankah sekarang aku baik-baik saja. Lagi pula ayah dan kakek sudah melupakan hal ini dan membuangnya di belakang kepala mereka. Apalagi yang Gege permasalahkan. Jangan membuat hal-hal yang seharusnya mudah menjadi rumit, Gege." Chuchu yang merasa bahwa sikap kakaknya semakin tidak masuk akal hanya bisa mengerutkan bibirnya dengan kesal dan menatap kakaknya dengan wajah yang sudah pasti sama sekali tidak enak dipandang.

"Bukan itu masalahnya." Chu He yang sedari tadi hanya diam dan menutup mulut mendengarkan ocehan kesal adiknya, akhirnya mengeluarkan suara.

"Lalu apa? Bisakah Gege mengatakannya secara terus terang? Aku tidak belajar membaca raut wajah dan tanda gerak tubuh. Aku tidak bisa membaca pikiran. Aku hanya belajar mengotopsi mayat. Aku hanya mengingatkan jika Gege melupakannya." Chuchu berbicara dengan nada kesal sembari mencari tempat untuk duduk.

"Baiklah, baiklah. Aku akan berterus terang jadi aku akan langsung menuju kepada intinya. Chuchu, aku merasa bahwa si marga Xiao itu bukan orang yang baik. Dia terlihat seperti bukan orang yang biasa. Kau pasti tahu maksudku. Apa kau tidak bisa melihatnya? Sebenarnya apa yang sedang kalian kerjakan? Sulit mengatakan bahwa apa yang kalian lakukan terlihat tidak berbahaya. Semua terlihat seperti mengantarkan nyawa kalian ke sungai kuning?  Ada saja yang terjadi yang membuatmu hampir mati berkali-kali. " Chu He mengungkapkan pikiran secara terang-terangan yang sejak tadi dia siratkan dalam tatapan matanya, bahkan ketika dia mengatakan kalimat-kalimat itu dia tidak ragu maupun mengambil waktu untuk bernafas dia lupa. Tetapi berhubung adiknya itu sedikit bodoh dan tidak bisa membaca isyarat dengan baik, dia dengan sukarela menjelaskannya tanpa basa basi.

[BL] The General and His ForensicsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang