4

10.5K 969 190
                                    

Komen tembus 40 baru up. Bisa gak ya?

Malik sudah antusias kemungkinan terburuk yang akan terjadi, ia sudah menyiapkan rumah kontrakan yang bisa mereka tempati dan sudah ia bayar untuk tiga bulan.

"Kita tinggal di sini dulu ya, maaf kalau kecil dan kurang bagus" ujar Malik

"Iya, kak... Mau kemana lagi kita emangnya kalau gak kesini?"

"Jangan down ya, aku akan berjuang semampu aku buat bahagiain kamu. Aku akan kerja apa pun buat menghidupi kamu dan anak kita"

Hana memeluk Malik dan membenamkan wajahnya di dada pacarnya itu.

"Kak, perut aku makin besar. Kakak gak ada niat buat nikahin aku? Seenggaknya saat anak ini lahir ada nama kakak di aktanya" tanya Hana

"Kita perlu wali, sayang. Nanti kakak ngomong ke orang tua kita. Kalau mereka gak setuju kita bakalan susah untuk menikah"

"Tolong diusahain ya, kak. Seenggaknya kalau kita udah menikah kita bisa akan tinggal berdua gini. Kalau belum takut digrebek warga"

"Iya, sayang. Kamu istirahat dulu ya, kakak mau beli nasi padang buat kamu makan"

Setelah Malik keluar Hana melihat-lihat isi kontrakan yang Malik sewa. Ada dapur kecil, kamar mandi, ruang tamu dan satu kamar. Tidak luas namun cukup untuk mereka berdua.

Rumah kontrakan ini masih kosong, tidak ada magic com, kulkas atau kipas angin. Hanya ada satu ranjang ukuran sedang yang merupakan bawaan dari kontrakan sepertinya.

"Untung mama masukin sprei di tas, lumayan biar gak gatel"

Hana merapikan kasur sambil menunggu Malik pulang.


Keluarga Jefri pergi ke rumah Johan guna membicarakan perihal kelalaian anaknya dan meminta maaf pada keluarga sahabatnya ini.

"Gue gak kepikiran Malik senekat itu. Gue minta maaf banget sama keluarga lo"

"Nasi udah jadi bubur. Salah Hana juga yang gak bisa jaga diri"

"Johan, apa kita gak perlu untuk segera menikahkan anak kita?" Tanya Tyas

Johan menggeleng. Ia memijat keningnya.

"Hana bukan anak saya lagi. Kalau pun mereka menikah saya gak akan sudi jadi walinya"

"Mas... Jangan gitu" ujar Chita

"Terserah mau kalian gimana... Tapi saya tetap gak akan hadir saat mereka menikah. Apalagi jadi walinya"

"Gue juga gak akan hadir. Malik udah tahu resiko atas perbuatannya" final Jefri

Tyas dan Chita tidak peduli pada suami mereka. Yang terpenting anak mereka sah dulu agar masalah tidak lebih runyam.

"Kita pakai wali dari KUA aja" usul Chita

"Terserah, saya gak mau tahu" sahut Johan

"Okay, Chit. Nanti kita hubungi Malik dan Hana supaya mereka bisa prepare juga. Gimana pun mereka anak yang kita besarkan gak mungkin kita buang gitu aja!" Sindir Tyas

Jefri dan Johan sama sekali tidak peduli. Dua anak itu bukan urusan mereka lagi.


Malik dan Hana pergi belanja ke pasar untuk harga yang lebih murah. Hana minta dibelikan rice cooker dan juga peralatan masak serta bersih-bersih.

"Mama kemarin ngasih aku uang. Lumayan buat beli peralatan. Daripada kita beli lauk matang mending masak legih hemat"

"Kamu bisa masak?" Tanya Malik

"Enggak sih, tapi bisa belajar kan? Sampai anak kita bisa makan seenggaknya aku bisa masak dulu"

"Uang kamu simpan aja, kakak ada uang kok. Kita perlu tabungan juga"

Hana mengikuti perintah Malik. Ia kemudian membeli sapu dan pel untuk membersikan rumah.

"Ini dulu aja deh kak, kulkas nanti aja kalau udah ada yang lebih. Gak usah boros dulu"

"Kalau aku udah kerja aku beliin kamu AC ya biar gak kepanasan lagi kaya semalem"

"Iya, kak...."

Malik bersyukur Hana menerimanya apa adanya dan tidak mengeluh tentang kehidupannya.

Tyas dan Chita mengunjungi rumah anaknya setelah mendapatkan alamatnya dari Hana. Mereka sedikit lega setidaknya kedua anaknya tidak tinggal di jalanan.

"Malik, kamu bayar kontrakan ini sebulan berapa?" Tanya Tyas

"Delapan ratus ribu, mi"

"Hana, kamu udah ada KTP kan?" Tanya Chita

"Udah, ma. Kenapa emang?"

"Kita berdua sepakat buat menikahkan kalian dan mau mendaftarkan pernikahan kalian di KUA"

"Papa setuju, ma?" Tanya Hana

"Papa masih marah. Kalian dinikahkan wali dari KUA"

Hana sangat sedih. Dia dulu selalu bermimpi ayahnya akan menggandeng tangannya dan mengantarnya ke pelaminan. Sekarang mimpinya tinggal mimpi.

"Malik, mami ada sedikit buat bekal kamu sama Hana"

"Nggak, mi. Malik akan berdiri di atas kaki Malik sendiri, mi. Malik minta maaf"

"Kamu jangan sok! Mau dikasih makan apa anak saya, Malik" sahut Chita

"Mamanya Hana benar, Malik. Kamu belum kerja loh. Setelah kamu kerja mami akan stop ngasih uang ke kamu lagi"

Malik dengan tepaksa menerimanya. Apalagi semua rekeningnya sudah dibekukan oleh papinya dan ia tidak punya uang lagi.


Jefri sedang membaca dokumen di ruang tengah saat Tyas datang. Ia tahu darimana istrinya pergi.

"Ngapain kamu ngasih uang ke anak kurang ajar itu?"

"Dia tetap anak yang aku kandung dan aku lahirkan, Jef. Dia masih tanggung jawab kita"

Dokumen yang Jefri pegang kemudian dilemparkannya ke meja.

"Sebagai orang tua kita sudah melakukan yang terbaik, sekolah di sekolah mewah dan bagus, memanjakan dia dengan semua yang ia perlukan. Dan sekarang anak kita cuma satu"

Tyas menghela nafas jengah. Ia tidak menyangka pola pikir Jefri akan seperti ini.

"Malik udah menyadari kesalahannya. Apa gak lebih baik kita berdamai dengan perasaan kita?"

"Tidak! Setelah Malik menikah kamu gak boleh lagi ketemu dia apalagi ngasih uang buat dia! Selangkah kamu membantah perintah atau aturan ini. Jangan pergi datang kembali ke rumah ini"

"JEFRI!"

"Fokus sama Jeje. Udah aku bilang anak kita cuma satu"

Tyas berlari ke kamarnya, membanting pintu keras-keras dan terisak sendirian. Hatinya sakit dan rasanya dunianya sudah tidak berarti lagi.



Next?

Tembusin 40 komentar dulu dong :(

BABY (MARKHYUCK-GS)Where stories live. Discover now