15

10.1K 988 181
                                    

100 komentar bisa gak ya?


Hana mengeratkan pelukannya di pinggang Malik, sedangkan suaminya menggeret koper serta menggendong tas yang teramat besar.

"Sini aku bantu bawa satu"

"Gak... Aku aja yang bawa. Kamu bawa dedek udah berat pasti"

"Dedek pinter di pesawat gak bikin muntah. Dulu waktu diajak naik angkot mabuk" gumam Hana

"Calon-calon orang kaya nih si dedek. Amin"

Mereka baru saja tiba di Kalimantan, Malik mendapatkan pekerjaan sebagai admin di salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia.

"Ku kira Kalimantan itu hutan belantara. Ternyata udah kaya Jakarta juga"

"Sama... Asal kita sopan dan baik ke orang pasti orang juga baik sama kita. Hukum alam lah" balas Malik

Mereka kemudian naik taksi dan segera ke rumah yang diberikan perusahaan kepada Malik dan Hana selama tinggal di sana.


Jeje duduk di meja makan bersama orang tuanya. Tyas memakai turtle neck dan masker membuat Jeje yakin pasti tubuh maminya sedang tidak baik.

Mata maminya juga sembab tanda ia banyak menangis.

"Papi, aku boleh gak minta ultahku tahun ini dirayain?" Tanya Jeje

"Bikin aja, sewa vendor yang kamu suka dan tentuin temanya"

"Aku undang teman sekolah boleh kan?"

"Boleh, sayang. Nanti mami temenin ke vendornya"

"Nanti papi ambil cuti ya sehari aja. Aku juga boleh undang kak Malik kan?" Tanya Jeje lagi

Clang

Jefri membanting sendoknya kasar membuat Jeje takut. Jeje tidak akan menyerah ia akan mewujudkan harapannya agar keluarganya berkumpul lagi.


Hana disambut baik oleh para tetangga dan orang yang ada di sana. Ia bahkan mendapat banyak makanan dari tetangga.

"Kalau mamaku dikasih makanan tetangga gak pernah di makan. Takut kena santet"

"Halah... Mana ada. Asal udah baca doa juga hilang" sahut Malik

"Gak tahu, mamaku kan orangnya overthinking. Beli bakso aja kalau pancinya gak boleh diintip pasti di kuahnya dikasih celana dalam katanya buat penglaris"

"Mamamu kebanyakan nonton Indosiar. Ya udah kalau kamu gak mau makan biar kakak aja"

Malik menghabiskan dua bungkus nasi dari tetangga dan juga banyak kue.

"Gak ada yang nyariin kita ya kak?" Tanya Hana sambil memandang ponselnya yang tidak berdering dari tadi

"Di sini gak ada signal, sayangku. Kamu mandi sekarang aja deh. Jangan mandi deket maghrib"

"Iya... Kakak besok mulai kerja? Pulang kerja jam berapa, kak?"

"Jam tiga sore udah pulang, sayang. Takut banget aku tinggalin?" Goda Malik

"Dihhh, kepedean"

Hana menyandarkan kepalanya pada bahu Malik dan melakukan hobinya seperti biasa yaitu mengendus bau tubuh Malik.

Hari ini Jeje ke rumah sakit untuk check up dan kemo lagi. Ia mengambil semua tabungannya di sekolah agar tidak perlu menarik uang dari rekeningnya dan tanpa takut ketahuan papinya.

"Kamu udah bilang ke orang tua kamu?"

"Udah kok, dok" bohong Jeje

"Terus mereka mana? Kok kamu kemo sendirian lagi?"

"Mereka belum balik ke Indonesia, dok. Masih di luar negeri"

Setelah memeriksa kondisinya sebelum melakukan kemoterapi, Jeje mendapatkan informasi dari sang dokter

"Ada penyumbatan di otak sebelah kiri kamu, nak. Kamu pasti sering pusing kan?"

Jeje tersenyum dan mengangguk. Dokter itu merasa kasihan dengan pasiennya ini. Dilihat dari pakaiannya bisa dipastikan jika ia bukan anak orang biasa. Namun anak itu harus menjalani hidupnya sendirian seperti ini.


Hana di rumah sendirian karna Malik sedang bekerja, ia duduk di ruang tamu rumah mereka untuk mencari signal.

"Jangan rewel ya, dedek cuma berdua aja sama buna, didinya lagi kerja"

"Rewelnya nanti aja kalau didi udah pulang. Kerjain didi buat peluk buna!"

Sesekali Hana terdiam dari aktivitasnya karna gerakan bayinya yang memutar dan mendesak pinggulnya membuatnya merasa seperti tersengat listrik. Sakit sekali.

"Dedek harus sehat ya. Gak apa-apa kok tendang buna kenceng-kenceng yang penting dedek pas lahir sehat"

"Bentar lagi udah gak buncit gini lagi perutnya... Kita ketemu bulan depan ya, dek"

Hana merasa bahagia sekali karena sebentar lagi ia akan bertemu bayinya yang selama sembilan bulan ini mengisi rahimnya.


Jeje berjalan gontai menuruni tangga untuk sarapan, kepalanya pusing dan pandangannya kabur tampak berbayang.

"Semalam begadang pasti" ujar Jeff dingin

"Gak, pi"

"Gak apanya, lihat tuh muka kamu bengep kurang tidur gitu"

"Udah, gak baik berantem di meja makan, Jeff" lerai Tyas

Suasana di meja makan nampak tenang. Tyas memperhatikan anaknya yang makan hanya dengan nasi dan lauk yang berceceran di pinggir piring.

"Je... Kok makannya sama nasi doang? Lauknya keluar piring tuh"

"Iya, mi. Jeje makan kok nanti"

Jeje berusaha tenang dan bersikap biasa saja. Saat ini ia pandangannya hitam ia tidak bisa melihat apa pun.

Sendoknya jatuh saat tangannya tremor gemetaran. Jeje berusaha untuk mengendalikannya.

"Je... Hei, kamu kenapa, nak?" Tanya Tyas panik

"Jeje!" Jefri pun ikutan menatap anaknya yang gemetaran dan menggigil

BRUGGH

Tubuh Jeje jatuh dari kursi, kesadarannya hilang. Jefri langsung mengangkat tubuh anaknya dan membawa ke rumah sakit.

Tyas terduduk lemah saat mengetahui fakta yang anak bungsunya sembunyikan. Sedangkan Jefri berdiri di samping istrinya berusaha tegar.

"Kita punya banyak uang, Tyas. Jeje bakalan sembuh dengan operasi, kemo atau yang lain"

"Kamu lupa? Papamu meninggal karna sakit yang sama. Kamu juga banyak uang tapi dia tetap gak selamat. Nyawa anak kamu gak bisa dibandingin sama uang!"

"Kalau kamu nangis emang Jeje sembuh?" Sahut Jefri

Wanita itu menangis terisak, ia tidak membayangkan keluarganya akan mengalami hal senelangsa ini.

"Jef, aku mohon kabulkan permintaan Jeje. Dia cuma mau ulang tahunnya dihadiri kakaknya dan keluarganya yang lengkap"

"Malik lagi Malik lagi... Udah aku bilang kita gak ada hubungan lagi dengan anak itu. Kamu pesimis banget sih gak percaya banget kalau Jeje bakalan sembuh!"

"Kamu udah kehilangan Malik, Jeje sekarang diambang garis kematian dengan penyakitnya. Aku harap kamu gak akan menyesal di masa depan, Jef. Aku cuma bisa berdoa Jeje tetap sama kita" balas Tyas


Next

100 komentar double up...

BABY (MARKHYUCK-GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang