Kisah Malik dan Hana yang terbujuk rayuan setan buat kelonan dan berakhir dengan adanya janin di perut Hana.
Masalahnya, mereka masih anak sekolah. Anaknya mau dikasih makan apa?
"kak, garisnya ada dua"
"hah?"
"gimana kak... aku takut banget"
Hari ini Malik dan Hana jalan berdua tanpa Mada di antara mereka. Tepat di tanggal ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang pertama.
"Tumben kamu romantis..."
"Nyenengin istri lah, duduk sini yuk"
"Ini pakai uang kamu apa uang papi?" Tanya Hana
"Ya uangku lah, sayang. Suka nggak konsepnya?"
Hana melihat interior restoran Eropa dengan menu super mahal ini dan ia mengangguk.
"Jangan boros-boros loh kamu. Biaya hidup kita mahal" omel Hana
"Iya iya... Dasar ibu-ibu"
Malik mengeluarkan sebuah kotak dari dalam saku tuxedo yang ia pakai.
"Apaan, kak?"
"Buka aja, dan janji jangan ngomel ya. Aku siapin buat kamu dengan tulus gak perlu mikirin harga" janji Malik
Ia takut diamuk Hana dan berakhir tidur di kamar Jeje.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dulu waktu nikahin kamu aku bahkan gak ngasih satu perhiasan buat jadi mahar. Dan sekarang aku udah bisa beli pakai uang aku sendiri. Happy anniversary, bunanya Mada"
"Happy anniversary, papanya Mada. Kadonya nanti malam ya, mampir Alfamart dulu nanti. Beli balon"
Tyas membangunkan Jeje untuk sarapan. Ia mengetuk pintu kamar anaknya dan tidak ada respon. Beruntung pintu tidak dikunci dan ia langsung masuk.
"Je, kamu di mana nak?"
"Ayo sarapan di bawah ..."
"JEJE! PAPI!"
Ia berteriak sekencang-kencangnya saat melihat tubuh Jeje yang tergeletak di balkon. Bajunya basah kuyup dan kemungkinan ia sudah pingsan di sana sejak semalam.
Malik mengganti baju adiknya dan memeluknya sepanjang di perjalanan ke rumah sakit. Tubuh Jeje sudah dingin.
"Please jangan pergi... Gue sayang banget sama lo, Je"
"Nyalain heaternya biar hangat" ujar Tyas
Sesampainya di rumah sakit Jeje langsung masuk ICU dan keadaannya menurun drastis.
"Semua baik-baik aja, percaya sama papi" Jefri menguatkan anak dan istrinya
"Amin...."
"Mami jangan nangis terus, kasihan Jeje kalau bangun lihat mami kaya gini. Peluk Malik aja, mi"
Denting jam terasa sangat lambat, dua jam dokter di dalam ruangan dan selama itu pula mereka baru keluar.
"Apa pasien sering mengonsumsi obat tidur?"
"N... Nggak, dok. Dia cuma minum pain killer"
"Kemungkinan setiap pasien merasa sakit dan tidak bisa ditahan lagi maka ia akan mengonsumsi obat tidur sampai bisa terlelap dan melupakan rasa sakitnya"
"Lalu apa yang harus kami lakukan, dok?"
"Kita tunggu sampai observasi pada pasien selesai baru kita akan melakukan tindakan"
Jeje belum mau bangun, Malik yang sedang video call dengan istrinya meminta Hana untuk memberikan ponselnya kepada sang anak.
"Bangunin uncle Jeje yuk... Boboknya lama banget"
"Aje... Je... Je..."
"Om nya ajakin main ya biar dia bangun"
"Masih belum ada perkembangan, kak? Apa aku ajak Mada kesitu aja?"
"Belum, kamu sama Mada di rumah aja. Jangan khawatir semuanya pasti baik-baik aja"
Setelah mematikan ponselnya Jefri masuk dan mendekat pada anaknya.
"Kata dokter Jeje harus operasi lagi. Tapi kemungkinan selamat lebih kecil, 30%"
"Mami udah tahu?"
Jefri menggeleng.
"Papi bingung harus ngomong gimana sama mami. Mami bisa gila"
"Kita tunggu Jeje sadar aja ya, pi. Ini tubuh Jeje, biar dia yang ambil keputusan. Kita gak boleh egois"
"Papi gak mau kehilangan anak lagi, kehilangan kamu aja dulu sakitnya masih berasa sampai sekarang. Apalagi kalau harus merasakan yang lebih sakit lagi"
Mereka berdua larut dalam obrolan panjang tentang anak laki-laki yang masih terbaring lemah di ranjang pesakitan itu.