28

8.5K 880 128
                                    

Komen 80 dulu baru up....

Jeje tersenyum senang saat seluruh keluarganya berkumpul menyambutnya sadar.

Sakit di badannya rasanya sudah tidak terasa ketika melihat mami dan papinya ada di sampingnya dan.

"Kuat banget sih anak mami... Makasih ya sayang udah mau bangun"

"Makasih udah buka mata. Papi kangen sama kamu, nak"

"M—mami jug—ga hebat" puji Jeje

"Habis ini hidup Jeje pasti lebih bahagia daripada sebelumnya. Papi janji sama Jeje"

Malik mendongakkan kepalanya karna menahan tangis. Ia malu menangis di depan anak dan istrinya.

"Lo hebat bro, makasih udah mau balik ke kita lagi"

"Ponakannya nyariin terus ini... Kangen om nya"

Jeje mengangkat tangannya mengelus jemari Mada pelan. Bayangannya melayang pada Nana, ia rindu gadis cantik itu.

° ° °

Hana mengunjungi Nana yang terbaring di ranjangnya. Ia membawakan buku dan pensil warna.

"Nana... Apa kabar?"

"Kak Hana, baik kak"

"Ada yang kangen sama kamu nih, maksa mau kesini" jelas Hana

"Siapa? Mada?"

Malik masuk sambil mendorong kursi roda milik Jeje. Nana kaget saat melihat kekasihnya datang ke ruangannya.

"Hai... " Sapa Jeje

"H—hai"

Nana berusaha menutupi pipinya yang sedikit bengkak dengan beanie merah mudanya namun tangannya ditahan Jeje.

"Na... Jangan sembunyi, apapun yang terjadi kamu Nananya aku, aku gak bohong waktu bilang aku suka sama kamu, dan sekarang pun sama, aku masih suka sama kamu"

"Kamu udah sembuh, Je. Gak kaya aku lagi, jadi udah cukup kamu suka aku nya, udah waktunya cari yang lain" sahut Nana

"Aku gak mau. Jatuh cinta itu gak kaya beli baju yang bosen langsung gak dipakai lagi,  aku gak bisa"

Jeje menggegam tangan Nana, kurus dan dingin.

"Nana hebat, Nana kuat, Nana cantik. Jeje cium boleh?"

"Heh dasar bocah" Malik geleng-geleng kepala

"Dih situ juga sampai bisa bikin Mada" ejek Jeje

Ia langsung mengecup tangan Nana dan mengusapkan di pipinya.

"Jeje makasih masih mau sama Nana" suara si cantik mulai bergetar

"Jangan nangis, nanti tambah cantik"

"Yaelah...."

Hana hanya tertawa melihat ekspresi Malik yang menahan emosi melihat adiknya.

° ° °

Jefri membantu Tyas menata meja makan. Hari ini Jeje sudah boleh pulang ke rumah.

"Aku gak kebayang kalau dulu aku setuju kalau kamu minta cerai. Mungkin aku bakalan bunuh diri karena menyesal" ucap Jefri

"Makasih ya, Jef. Aku juga gak kebayang kalau itu terjadi, anak-anak bakalan gimana"

"Kapan-kapan kita umroh sekeluarga yuk. Aku mau ngadain santunan anak yatim sebagai ucapan terimakasih sama Allah karena keluarga kita disatukan, dikuatkan lagi"

"Boleh... Nunggu Jeje beneran fit dulu ya"

Malik turun ke meja makan sambil membawa laptop dan menuntun Mada, sedangkan Hana mendorong kursi roda Jeje.

"Cie yang gak jadi putus, senyumnya gak luntur dari tadi" ledek Tyas

"Yang satu sibuk kerja sampai makan aja bawa laptop" sahut Jefri

"Hehe... Ya gimana, salah papi semua tender nyuruh aku yang ngerjain"

"Kan papi ngegaji kamu double"

"Pusing ya kak mikirin beli susu sama pampers" ujar Jeje

Mereka semua larut dalam obrolan ringan.  Jefri bersyukur keluarganya kembali bisa tersenyum setelah melewati badai yang berat.

° ° °

Nana memukul-mukul dadanya, rasanya sesak dan ia kesulitan bernafas. Padahal ia memakai selang oksigen namun rasanya seperti sia-sia saja.

"Uhukk... Ibu...." Rintihan pelan

"Na, ada apa?"

"Uhhuukk"

Cairan merah pekat itu mengotori sprei dan baju Nana. Ibunya langsung menanggil dokter dan Nana dilarikan ke ICU.

Kesadarannya sudah hilang. Sang ibu hanya menangis sambil memandang dari pintu kaca.

"Bu, Nana gimana?" Tanya ayahnya

"Gak tahu, pak. Ibu gak tega Nana begini terus"

Sang ayah langsung memeluk sang istri. Hati mereka terasa sakit melihat Nana yang harus terus hidup seperti ini.

° ° °

Jeje ke rumah sakit ditemani Tyas dan Jefri. Ia sudah jam satu pagi namun Jeje memaksa untuk ke rumah sakit.

"Pakai selimutnya ya, dingin banget soalnya"

"Mi, Nana kalau gak bangun gimana? Jeje takut"

"Kita berdoa aja ya. Kita pasrah sama Tuhan ya"

Tyas menyelimuti tubuh anaknya dengan selimut kecil yang ia bawa dari rumah.

Sedangkan Jefri mengobrol dengan ayah Nana di ujung lorong rumah sakit.

"Dokter bilang kalau alat-alat tubuhnya dilepas Nana udah gak akan bangun lagi, pak"

"Berat ya pak... Dipaksain Nana makin sakit, dilepas kita belum siap" sahut Jefri

"Betul, pak. Saya sama istri harus mencoba ikhlas. Nana udah berpesan sama ibunya sama saya juga kalau dia capek, dia minta diikhlaskan"

Jefri hanya bisa menepuk pundak ayah Nana pelan memberi semangat. Ia sudah mengganggap Nana sebagai anaknya sendiri.

"Ayah, ibu udah ikhlas. Biar Nana pulang, anak ibu biar gak sakit lagi"

"Pak, saya sama anak dan istri saya boleh ikut masuk gak? Kita udah sayang sama Nana kaya anak kita sendiri"

Mereka berkumpul di ruangan Nana sambil membaca doa. Lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar jelas.

"Nana bobok yang nyenyak ya. Ibu izin kamarnya ibu pakai, biar ibu berasa tidur sama Nana"

"Bapak sayang sama Nana, makasih Nana udah jadi anak hebat anak kuat. Ayah sama ibu ikhlas. Nana udah gak sakit lagi"

"Jeje mau ngomong sama Nana?" Tanya ibu Nana

Tyas membantu putranya mendekati Nana.

"Na, pertemuan kita singkat banget ya? Cinta monyet banget ya kita? Kalau gak ada kamu waktu itu mungkin aku udah bunuh diri, makasih udah nemenin aku, kamu bakalan selalu ada tempat di hati aku. Kamu capek ya? Bobok yang tenang ya, sering mampir di mimpi aku, aku bakalan kangen sama kamu, cantik"

Alat bantu di tubuh Nana mulai dilepas. Jeje menangis di pelukan Jefri. Sedangkan Tyas hanya bisa mengelus bahu putranya.

"Waktu kematian 02.30 WIB"

"Nana udah gak ada" tangis Jeje semakin pecah

"Ikhlas ya, nak. Nana udah gak sakit lagi"

Gadis cantik dengan senyum terindah itu sudah menutup mata. Meninggalkan kenangan manis untuk orang terdekatnya.


Next?

Hei... Do you miss me?

BABY (MARKHYUCK-GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang