Me And My Painter

34 15 3
                                    

Inspired by DEALOVA (Once)


"Huft! Sedikit gradasi akan terlihat lebih cantik."

Pria muda dengan baju garis-garis hitam putih dan celana overall serba kebesaran, membuatnya tampak imut jika dilihat dari belakang.

Namun jika tampak dari depan, wajah yang terbingkai baret ala pelukis itu bisa membuat siapapun meneguk ludah. Dia sangat tampan dan menggemaskan, juga seksi secara bersamaan.

"Oh, aku kehabisan warna merah!" Ia menggerutu sambil mengerutkan hidung besarnya.

Ia pun terpaksa meninggalkan aktivitasnya sebentar untuk mengambil cat minyak di gudang persediaan alat melukis.

Ruangan tempatnya melukis itu dibiarkan begitu saja. Toh, tidak ada siapapun yang berani masuk ke sana, apa yang harus dikhawatirkan?

Tentu saja!

Namun, ada sesuatu yang tidak diketahui oleh pelukis John tampan itu.

Tak menyadari jika selama berjam-jam ia bergelut dengan pallete dan kanvasnya, sepasang mata tak pernah luput memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi yang ia buat.

"Aww... Apakah dia adalah kelinci yang menjelma menjadi manusia? Dia sangat menggemaskan!" Terdengar suara lembut nan merdu dari lukisan potrait seorang wanita yang belum jadi.

"Tapi, mengapa ia membiarkanku terbengkalai begini? Dan malah menggarap lukisan yang baru?"

"Huh! Manusia memang plin-plan dan menyebalkan."

Suara itu mendadak lenyap setelah terdengar pintu kayu jati bercat coklat tua itu terbuka.

"Aku seperti mendengar suara wanita?" John mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan, mencari presensi seseorang.

Takutnya ada penyusup yang ingin mencuri karya-karya mahalnya, bukan? Tentu saja setiap goresan yang dihasilkan oleh tangan lembut yang dipenuhi tato estetik itu pasti membuat siapapun berani membayar mahal.

Beberapa saat kemudian, lukisan pun benar-benar selesai. Biasanya, pria perfeksionis ini masih akan memolesnya dengan bermacam hal karena merasa tidak puas dengan hasil kerjanya. Tapi hari ini cukup memuaskan.

"Oh iya, masih ada lukisan yang belum aku selesaikan ternyata!" John tersenyum saat matanya beralih ke arah lukisan potrait di samping kirinya.

"Maaf, aku tak bermaksud untuk mengabaikan mu," ujarnya seolah tengah berbincang dengan seseorang.

Ia mulai menuangkan beberapa cat minyak, lalu mengambil kuas khusus untuk proyeknya yang satu ini. Digoreskan lah kuas penuh warna itu ke atas kanvas yang telah diwarnai beberapa hari yang lalu.

"Akhir-akhir ini aku sibuk mengerjakan lukisan yang diminta orang lain." Pria itu terus-terusan berbicara sendiri layaknya seorang pria yang  sedang curhat dengan kekasihnya.

"Ternyata menjadi pelukis merepotkan ya– Aish... Catnya mengenai wajahku!" Ia terkejut karena kuas di tangannya tiba-tiba terlempar tanpa disengaja.

Tapi akhirnya ia terkikik geli menertawai kecerobohannya. Giginya yang tersusun rapi terlihat sangat menggemaskan, seperti kelinci.

Antologi KACAU✅Where stories live. Discover now