Mr. Boots VS Mrs. Heels

5 2 0
                                    

Heri berkali-kali tertawa sengak, bangga sekali bisa mengalahkan pemain olimpiade catur kebanggaan sekolah yang selalu menyabet medali emas sewaktu SMA dulu.

"Ada apa denganmu? Apakah setelah bertahun-tahun bergelut dengan pesawat tempur, kau jadi lupa cara memainkan bidak catur–" pria yang dimaksud hanya tersenyum miring sambil menunggu kalimat lanjutan Heri.

"Letnan Reiner" setelah itu Heri terbahak, barangkali merasa geli karena memanggil nama sahabatnya beserta pangkatnya.

"Aish, berhenti memanggilku seperti itu, ini di luar pekerjaan" tegur Reiner dengan tangan mengepal di depan wajah Heri.

Sedangkan Heri yang merasa terancam hanya bisa angkat tangan menyerah. Ia sangat tahu bahwa pria itu mengantongi senjata api di dalam saku celana bomber hitamnya. Sewaktu-waktu bisa saja dikeluarkan dan ditodongkan ke pelipisnya.

Membayangkannya saja Heri sudah ngeri. Tapi ayolah, bung! Seorang perwira seperti Reiner tidak akan sembarangan menggunakan senjata. Lagipula hanya untuk berjaga-jaga saja ia membawa benda itu.

Coba tebak, di mana mereka berada sekarang!

Acara reuni SMA angkatan 20xx-20xy. Sejujurnya, acara mewah ini lebih pantas disebut night party ketimbang acara reunian.

Bayangkan saja, diselenggarakannya di ballroom hotel dengan dekorasi super luxury, ditambah kerlap-kerlip lampu disko, hidangan high class yang harganya selangit tapi porsi seuprit, dan berbagai jamuan pesta mewah lainnya yang membuat orang berpikir, "Wow.... niat sekali...! " sambil berdecak kagum.

Di tengah kehingar bingaran suara manusia dan musik yang memekakkan telinga, seorang wanita baru saja tiba di sana dan langsung menarik perhatian orang-orang.

Bagaimana tidak, penampilan perempuan itu sangat mencolok dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia mengenakan mini dress berwarna merah, lalu dilapisi blazer berbahan beludru yang ketika terkena cahaya akan berkilauan, serta jam tangan rolex melingkar indah di pergelangan tangan kirinya. Tas kecil Balenciaga juga tak luput dari perhatian orang-orang disekitarnya yang melongo terkejut dan tak paham lagi harus bereaksi seperti apa. Tak lupa sepatu hak tingginya yang bergesekan dengan lantai seolah menjadi suara pengiringnya berjalan, dan semakin menghentak keras saat musik selesai secara kebetulan.

Hampir semua mata tertuju padanya. Dan ketika ia sampai di tengah-tengah, seorang pria dengan setelan serba hitam, mulai dari kaos, jaket kulit, celana bomber, hingga sepatu boots hitam besar menghampiri nya.

Ane, wanita itu berhenti tepat saat pria yang tak lain adalah Reiner itu berhenti di hadapannya.

Reiner meneliti dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu tersenyum remeh sambil berkata, "Hai, Gendut!"

Mata Ane memicing tak suka, merasa terhina dengan sebutan lamanya itu. Tepatnya, julukan khusus yang diberikan Reiner kepadanya sebagai seorang musuh.

Ya, mereka bermusuhan saat di SMA. Dan orang-orang beranggapan bahwa sampai sekarang pun masih seperti itu.

"Apa ini?! Kau memakai sepatu besar dan tinggi itu agar terlihat tinggi kan, Pendek?" balas Ane sarkas.

Reiner segera mengelak saat kakinya terancam oleh Ane yang sedang berancang-ancang hendak menendang tulang keringnya. Yang benar saja! Apakah wanita itu sudah gila? Dia pakai high heels, dan jika tendangan itu berhasil, Reiner tidak bisa berharap banyak masih bisa bertemu dengan mentari esok hari.

"Biar apa kau memakai pakaian kurang bahan seperti itu? Bukankah kau jadi seperti kue lemet? " celetuk Reiner disambut gelak tawa.

Rupanya, deklarasi perang mereka cukup menarik perhatian. Secara, mereka berdua kan sudah terkenal sejak masa SMA. Terkenal sering bertengkar dan adu mulut, tak jarang saling mengejek dan berakhir baku hantam.

Antologi KACAU✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang