00:26 [Riri ketakutan]

569 198 11
                                    

Para komunitas sad ghost sedang duduk santai di bawah pohon cemara. Sore-sore begini memang enaknya santai sambil minum es teh manis di bawah pohon, duh asiknya. Tapi sayang sekali hantu tidak menyukai es teh, mereka lebih suka menonton drakor sambil nyemil darah segar atau makanan ringan seperti ari-ari, usus, dan nyawa seseorang.

Tenang saja, para sad ghost tidak akan berbuat jahat. Mereka datang dari komunitas yang baik-baik, dan hanya sekedar meminta pertolongan, jadi tidak mungkin pula mereka mau merenggut nyawa seseorang.

"Jadi kita harus gimana ya?" Sintia benar-benar bingung sekali.

"Sintia, sebaiknya kamu yang bicara pada Rara. Kamu dan dia itu sama mulutnya pedes, dan tidak mau kalah. Jadi cocok untuk berkomunikasi" usul Ajeng.

"GUE SETUJU!!!" seru Suketi.

"Aku juga setuju, Ajeng benar, kamu dan Rara itu satu prekuenzoen" ucap Cipa.

"FREKUENSI CIPAAAAAAAAAWWWW!" gemash Suketi.

"Iya itu maksudnya. Jadi bagaimana Sintia, kamu setuju kan?"

"Bukannya gue kaga setuju, jujur ya mulut si Rara lebih tajem daripada gue. Jadi gue khawatir kalau gue kalah bacot"

"Bacot itu apa?"

"Dasar bocil, taunya ngesot doang lo!"

Cipa jadi penasaran, apasih maksud dari bacot yang Sintia katakan.

Tapi tidak lucu juga apabila pikiran Cipa yang super polos harus ternodai oleh kata-kata kasar dari teman'nya itu.

****

Malam ini Sintia benar-benar datang ke kamar Rara, terlihat disana gadis itu sedang video call dengan Gerandra kekasihnya.

Rara sudah menceritakan semuanya pada Gerandra, kemarin mereka bertemu. Gerandra mengatakan ia tidak tahu banyak, tapi jika benar ada, alangkah baiknya di bantu. Hanya saja Rara yang keras kepala tidak ingin ketenangan'nya di ganggu, ia ingin hidup layaknya manusia normal lainnya.

"Udah dulu ya Ndra, udah malem. Besok lagi video call'nya, gue mau tidur"

"Oke sayang, babay!"

Sintia berdecih sebal, dasar manusia buchien, pikirnya.

Saat Rara mau menyimpan ponselnya di atas nakas, ia terkejut melihat kehadiran Sintia.

"LO? MAU APA LO DISINI?" tanyanya sewot.

"Ngegas mulu lo kek ketemu sama setan aja"

"Emang lo setan!"

"Gue hantu. Setan sama hantu itu beda, mangkannya lo banyak-banyak baca sejarah perhantuan"

Jangankan sejarah perhantuan, sejarah kemerdekaan Indonesia saja Rara tidak tahu menau.

"Pergi lo!" usir Rara.

"Lo aja yang pergi"

"Heh, ini kamar gue"

"Gue males debat. Intinya, lo harus tolong gue dan yang lainnya"

"OGAH! SAMPE KAPANPUN, GUE KAGA MAU BANTU LO DAN KAWAN-KAWAN LO!"

"Oke kalau itu mau lo,"

Sintia menggerakan tangannya ke arah kiri, dan dari arah kiri barang-barang milik Rara terjatuh berantakan.

Lalu kemudian Sintia menggerakan lagi tangan'nya ke arah kanan, dan dari arah kanan juga barang-barang milik Rara berantakan.

Kekuatannya dapat membuat kamar Rara sudah seperti kapal pecah.

"AAAAAAAAAAAAA" teriak Rara histeris lalu ia pingsan di atas ranjang.

"Idih malah pingsan, harusnya lo nyerah dan bilang mau bantu gue sama temen-temen yang lainnya. Eh lo malah pingsan! Sial, gagal lagi"

Sintia segera menghilang.

Padahal Rara hanya pura-pura pingsan saja. Terbukti saat Sintia menghilang, ia bangun dari pingsan'nya.

"Lo pikir gue bakalan kalah gitu. Dasar hantu gila, bisa-bisanya acak-acak barang-barang milik gue. Untung gue anak orang kaya, besok pagi juga di beresin sama bi Yuli HAHA!"

Rara kembali berbaring di atas ranjang lalu perlahan menutup matanya.

Katakanlah bahwa ia terlalu egois, dan mementingan diri sendiri. Padahal kenyataan'nya kemampuan yang ia miliki sampai kapanpun tidak bisa di hindari.

Seharusnya Rara lebih menerimanya, meskipun dirinya seorang indigo, bukan berarti ia tak bisa melakukan hal seperti manusia normal lainnya.

________

Di kelas, Riri sering kali mencuri-curi pandang pada Daniel, ya meskipun pria itu jutek luar biasa bahkan tak sama sekali meliriknya.

"Lo genit banget si Ri! Cuman gara-gara dia nolongin lo, minjemin lo baju, terus anterin lo balik, lo baper gitu?" tanya Rara yang duduk di sebelah Riri.

"Daniel itu ganteng banget ya Ra"

"Ganteng tapi kaya kanebo kering, alias kaku!"

"Ih cool tau!"

"Sejak kapan lo kagum sama dia? Bukannya dari awal masuk kelas, lo gak sama sekali tertarik ya sama dia? Apalagi dia galak, dan lo sering bilang kalau si kudaniel mirip emak-emak rempong. Eh sekarang lo malah muji-muji dia!"

"Biarin aja!"

Seketika wajah yang Riri tatap berubah menjadi wajahnya Ajeng, lalu di depan Ajeng ada Suketi.

Riri melongo tak percaya. Ia mengucak-ngucak matanya hendak memastikan bahwa yang ia lihat bukanlah sekedar halusinasi.

"AAAAA KUNTILANAKKKKK" teriak Riri heboh sampai satu kelas, terutama guru langsung menoleh ke arahnya.

"SIAPA YANG KAMU SEBUT KUNTILANAK RIRI?" tanya bu Endang marah.

"Itu bu, itu kuntilanak. Ih serem, Riri takut" unjuk Riri pada Daniel. Lalu ia bersembunyi di balik ketiak Rara.

"Ish apasih sih lo, ngapain coba mepet-mepet di ketek gue, geli Ri"

"Riri takut"

Sial. Udah nyusahin gue kemaren, sekarang ngatain gue kuntilanak. Liat nanti, gue kasih pelajaran sama tu bocah - gumam Daniel dalam hatinya.

"RIRI SEBAIKNYA KAMU KERJAKAN SOAL YANG ADA DI PAPAN TULIS INI, DI LUAR KELAS!!"

"Ta-tapi bu..."

"Oh, mau ibu tambah tugasnya?"

"Eh iya enggak, huh! Yauda Riri keluar kelas"

Riri berjalan keluar kelas tanpa mau melihat ke arah Daniel yang ia lihat kuntilanak tadi.

Tentu saja Ajeng dan Suketi tertawa puas, mereka berhasil membuat Riri ketakutan bukan kepalang.

SAD GHOST 6 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang