00:30 [Bunuh Diri]

547 204 9
                                    

"GUE MAU BUNUH DIRI AJA, TITIK POKOKNYA. GAK PAKE TANDA SERU!!"

Teriakan gadis itu membuat Rara dan Gerandra harus menghentikan perjalanan mereka.

Rara menepuk pundak Gerandra pelan, "Eh siapa tu di jembatan? Roman-roman'nya mau bundir, ayok kita tolongin ay"

Gerandra meminggirkan motornya terlebih dahulu, lalu keduanya membuka helm masing-masing dan menyebrang jalanan untuk menghampiri gadis itu.

Penampilan'nya duh, bikin ngiler saja. Gerandra sampai melongo melihat gadis cantik memakai mini drees berwarna merah di atas lutut. Paha'nya itulohh MULUZZ! Tidak seperti paha anoa, apalagi paha gajah. Putih bersih, tinggi, berambut panjang lurus. Idaman pria sange tuh!

"Lo biasa aja liatin'nya, mau gue colok mata lo?" sewot Rara.

"Hehe, kamu kapan pake baju macam begitu?"

"Ntar udah jadi bini lo!"

Rara menahan pergelangan tangan gadis itu, "LEPASIN! JANGAN HALANGIN GUE MAU BUNUH DIRI" sanggah'nya.

Keras kepala sekali gadis ini, "Lo ada masalah apa sampe mau bunuh diri si?" Perlahan Rara menarik tangan gadis itu dan akhirnya luluh juga.

Gadis itu menunduk, dan terus menangis.

"Lo bisa cerita sama gue" ucap Rara mencoba menenangkan.

"Gue gak pernah di perlakuin adil di keluarga gue"

"Dalam bentuk?"

"Segala hal"

"Contohnya?"

"Gue gak boleh ini, itu. Segala'nya di batasin, tapi abang gue boleh. Gue gak boleh pacaran, tapi abang gue boleh. Bahkan pacarnya sampe di bawa ke rumah, kan gak adil"

"Itu namanya adil"

Gadis itu melirik Rara mencari jawaban, dimana adil'nya?

"Itu namanya adil. Karna keluarga lo sayang banget sama lo dan abang lo. Abang lo mungkin mau serius sama cewek itu, sementara lo kan masih sekolah, mangkannya belum di bolehin pacaran"

"Tapikan gue udah dewasa!"

"Dewasa gak harus slalu tentang pacaran, lo sama orang yang lo suka bisa kok jalin hubungan dulu sebagai sahabat. Atau mungkin, keluarga lo gak mau lo pacaran, karna mereka gak mau lo ngelakuin hal di luar nalar"

Gadis itu terdiam, dan kemudian mengulurkan tangannya hendak memperkenalkan diri.

"Gue Salsa,"

Dengan senang hati Rara menerima uluran'nya, "Rara"

Tapi yang dapat Rara rasakan, mengapa tangan gadis ini dingin sekali?

Gerandra melirik ke arah bawah jembatan, "YANG DIA UDAH LONCAT. KAMU KENAPA MALAH BENGONG SIH DARI TADI AKU TERIAK-TERIAK?"

Rara membulatkan matanya terkejut, apa katanya tadi? Sudah loncat? Lalu yang bersalaman dengannya saat ini siapa?

Salsa tersenyum, dengan wajah pucatnya lalu kemudian Rara segera menarik Gerandra agar pergi dari tempat tersebut.

"Loh yang, gak lapor polisi aja?" usul Gerandra.

"Astagfirllah iya juga ya, yaudah cepet kamu telfon polisi"

Gerandra segera menelfon pihak berwajib agar kematian Salsa segera di tangani dan di kubur dengan layak.

Sungguh Rara masih tak percaya, bisa-bisanya ia mengobrol dengan Salsa seperti layaknya Salsa masih menjadi manusia. Ia fikir, tadi ia berhasil mencegah Salsa, namun rupanya itu hanya sekedar penglihatan saja.

****

Rara pulang larut malam, ia melihat adik-adiknya sampai tertidur di ruang tengah untuk menunggu'nya pulang. Maklum orangtua mereka sedang berada di Perancis, pergi liburan berdua untuk bulan madu lagi katanya.

Meskipun Riri dan Rere menyebalkan, tapi bagaimanapun mereka adalah saudara kandung yang sangat Rara sayangi. Rara tak ingin sesuatu yang membahayakan terjadi pada mereka, Rara akan slalu menjaga adik-adiknya dengan baik.

"Bantuin aku gendong Rere ya" ujarnya melirik Gerandra yang untungnya masih belum pulang.

Gerandra mengangguk, lalu kemudian membuat Rara menggotong Rere menuju kamarnya.

Bergantian dengan Riri setelahnya.

Lalu Gerandra pamit pulang setelah tugasnya memindahkan kedua gadis yang insyaAllah menjadi adik iparnya itu selesai.

"Jangan begadang ya" ucapnya pada Rara sambil mengusap puncak kepalanya.

"Iya, aku pasti tidur. Besok pelajar bu Evi, gak boleh terlambat"

"Anak pinter"

"Yaudah kamu pulang gih, hati-hati di jalan"

Setelah Gerandra benar-benar pergi, barulah Rara kembali ke kamarnya.

Di kamarnya ia masih memikirkan soal Salsa tadi, bahkan tangan dingin'nya masih begitu terasa.

Meskipun Rara sering berkomunikasi dengan makhluk gaib, tapi yang tadi adalah yang pertama kalinya berhasil membuat ia tertegun sekaligus terharu setelahnya.

Menyesal rasanya tak berhasil menolong Salsa. Tapi kembali pada realita, bahwa apa yang terjadi sudah menjadi hak yang maha kuasa.

DRAKKK!!!

Rara terkejut saat Riri membuka pintu kamarnya, matanya tertutup tapi kakinya terus berjalan menuju ke arahnya.

"Kebiasaan, ngigo ni anak"

"RIRI PENGEN PUNYA KABOGOH.."

"Ngigo apa kesurupan ni?" Rara segera menghampiri lalu menampar Riri satu kali.

"Loh, kok Riri ada disini?" tanyanya bingung, "ish Riri ngiler" ia mengusap air bening yang keluar dari mulutnya itu.

"Iyuh! Jijik. Keluar lo dari kamar gue, pake ngigo segala"

Memang sudah biasa, Riri sering kali mengigau sampai pernah ia masuk ke dalam kloset, memeluk kloset yang ia anggap adalah mommy'nya.

"Huh," desisnya lalu keluar dari kamar Rara.

Kasihan sekali sebetulnya melihat Riri yang masih jomblo. Mungkin Tuhan sedang mempersiapkan jodoh yang baik untuknya.

SAD GHOST 6 ✓Where stories live. Discover now