00:29 [Bosan]

577 200 7
                                    

Rere sedang berada di apartemen Sulthan, mereka sudah cukup lama berminggu-minggu tak bertemu, jadi weekend hari ini ia habiskan waktu berduaan dengan Sulthan.

Gadis itu sedang serius menatap layar laptop, ia sedang mencari sesuatu lewat pencarian internet.

Sulthan memeluk Rere dari belakang, "Ngapain yang? Serius amat dari tadi?" tanyanya.

"Aku lagi nyari cara biar mata batin aku terbuka, aku harus bantu saudara-saudara aku"

"Mata batin terbuka?"

Owh, astaga! Rere lupa, selama mereka berpacaran hampir 1 tahun ini, ia tak pernah menceritakan urusan pribadinya pada Sulthan.

Sulthan melepaskan pelukannya, lalu kini memicingkan matanya mencari kebenaran pada gadisnya.

"Lo nyembunyiin sesuatu dari gue Re?"

"Sulthan, jadi gini, Rara dan Riri itu punya mata batin terbuka. Sementara aku gak terlahir untuk itu"

"Lo gila ya mau buka mata batin lo?"

"Buat bantu Rara sama Rere"

"Gak! Lo gak boleh punya mata batin terbuka, Re lo harusnya bersyukur gak terlahir kaya sodara-sodara lo yang lainnya, mereka aja gak pengen kaya gitu! Gue gak akan izinin, itu berbahaya"

Dengan cepat Sulthan menutup laptop, lalu ia memeluk kembali gadisnya.

Tidak ada yang lebih penting bagi Sulthan, selain keselamatan gadisnya.

"Yang dingin" ucap Sulthan tiba-tiba.

"Ini udah peluk aku, masa masih dingin?"

"Kangen mama"

Rere tersenyum kecil, lalu kemudian mengusap pipi kekasihnya itu, "Mama kamu juga pasti lagi kangen banget sama kamu"

"Bokap gue jahat ya Re, nikah sama yang lain dan ninggalin nyokap. Gue juga di larang ketemu nyokap gue, sampe detik ini gue gak tau dimana keberadaan nyokap"

"Pasti ada alasan kenapa papa kamu seperti itu"

Cup.

Tiba-tiba saja Sulthan menempelkan bibirnya pada bibir Rere, "Biarin kaya gini dulu Re, gue butuh ketenangan" Rere mengangguk mengerti.

Beberapa menit kemudian Sulthan menjauhkan kembali bibirnya, ia tersenyum lalu mengusap uraian rambut Rere.

"Laper gak?"

"Laper sih, enaknya makan apa ya? Kamu mau aku masakin gak?"

"Masak? Emang kamu bisa masak yang?"

"Bisa, tapi bahan-bahannya ada gak?"

"Kaga ada. Aku kan makan di luar, kamu tau sendiri"

"Kita ke supermarket dulu mau?"

"Boleh, ayok. Kamu gak usah bawa tas yang, aman kok di apart gak ada siapa-siapa" Rere mengangguk.

***

Riri cemberut kesal, sejak tadi ia hanya bermain congklak saja bersama dengan Ajeng dan juga Cipa.

Maklum, kakak-kakak'nya sedang bersama kekasih mereka masing-masing, sementara Riri masih jones sampai detik ini.

Jujur saja, Riri tidak pernah berpacaran sekalipun. Kalau suka sih sering, karna setiap pria tampan pasti ia sukai.

"Aku bosan!" Ucapnya lalu menghentikan permainan congklak itu.

"Lalu, kita harus apa?" tanya Cipa bingung.

"Aku bosan menjadi jomblo"

Ajeng memutar bola matanya malas, "Aku kira kamu bosan bermain dengan kami. Kalau soal jomblo, ya aku juga jomblo"

"Ukuran baju Cipa juga jomblo kok, jadi kita bertiga sama" ucap Cipa tersenyum polos.

"JOMBLO CIP, BUKAN JUMBO!! Lagian kamu badan segede upil pake baju ukuran tripel xl, kira-kira aja"

"Kata mama Cipa dulu, biar cukup sampe dewasa"

"Lah, kamu kan udah dewasa, badan kamu juga segitu-gitu mulu"

"Eh iya, aku mau nanya sama kalian?" sanggah Riri.

"Nanya apa?" tanya keduanya bersamaan.

"Emang dulu kalian bersahabat ya, sampe bisa bareng-bareng?"

"Kita gak cuman sahabatan, tapi tetangga'an. Mati-nya bareng-bareng, jadi sampe udah jadi hantu'pun bareng-bareng hehe" jawab Ajeng.

Yang terjadi pada ke-empat hantu itu pada kematian'nya memang mengerikan, tapi aneh dan jarang sekali ada yang mati konyol seperti mereka.

Cipa yang meninggoy karena tangan'nya keputer blender, Ajeng dan Suketi meninggoy karena kepala'nya tersiram air panas secara bersamaan saat mereka selesai memasak indomie.

Dan terakhir Sintia yang meninggal ketika tak sengaja jari'nya terpotong golok saat sedang memotong daging.

Hingga, benda-benda yang membuat mereka meninggoy, di jual oleh orangtua mereka ke toko antik, agar tak lagi terbayang-bayang soal kematian mereka.

Saat itu memang mereka sedang berkumpul di rumah Cipa, niatnya mau mengerjakan tugas kelompok, tapi rasanya kurang jika tidak memasak untuk makan-makan sebelum mengerjakan tugas. Alhasil, mereka tewas bersamaan di tempat yang sama.

Kematian yang konyol membawa mereka pada ketidak tenangan, hingga membuat ke-empatnya gentayangan.

Mereka hanya ingin agar barang-barang yang dulu membuat mereka tewas, tetap ada pada tempatnya tanpa harus di buang, di bakar, apalagi sampai di jual.

"Kalian ada-ada aja deh. Gara-gara kalian cerita soal itu, Riri jadi takut pegang blender, motong daging, sama masak mie" sebal Riri.

"Mengapa takut?" tanya Ajeng.

"Riri takut meninggoy."

"Kematian adalah takdir. Jika Tuhan tidak menakdirkan kamu tiada dalam keadaan seperti itu, maka Tuhan tidak akan mencabut nyawa'mu saat melakukan hal itu. Kematian adalah takdir, sebab dan akibatnya tidak akan pernah bisa di sangka-sangka"

"AJENG, CIPA JADI LAPERRRR"

"Loh laper kenapa?"

"Tadi Ajeng bilang semangka, Cipa mau semangka"

"SANGKA-SANGKA CIPAAAAAAA!"

Riri tertawa terbahak-bahak. Rupanya ada yang lebih polos sekaligus bodoh daripadanya, yaitu Cipa. Jadi Riri merasa bukanlah gadis bodoh satu-satunya.

SAD GHOST 6 ✓Where stories live. Discover now