24. When The Night Falls

3.9K 307 50
                                    

/TW and CW/
Explicit sexual contents; dom-sub, sex words/dirty talk, choking, multiple orgasms, overstimulation, switch position, public sex, NSFW.

Please beware ⚠️

Sudah berusaha aku kasih tags sedetail mungkin sesuai yang ada dalam cerita. Kalau segan membaca sex parts bisa di skip. Ini mungkin adegan hs terpanjang yang pernah aku tulis. Jadi, kalau tidak nyaman dilewati saja. Bagian ini tidak merubah alur cerita, jadi kalau gak dibaca juga gak papa. Aku juga gak pakai target karena mungkin ada yang melewati bagian ini. Tapi kalau kalian membaca ataupun tidak, vote dan komen tetap berarti buat aku.

2,8k words untuk mature contents. Have merci on me🧎🏻‍♀️

—•—

Berada di dalam mobil dengan ruang gerak terbatas sama sekali tidak membantu Da In untuk berkutik. Terlebih dekapan Taehyung pada pinggang kecilnya teramat posesif. Bibir Taehyung menyapu seluruh labiumnya seolah tak ingin ada sisa lipstik yang tertinggal. Pergerakan yang tidak bebas membuat Da In hanya bisa menggeliat. Terus bergesekan berusaha berebut oksigen dengan berada di atas pangkuan Taehyung. Posisi terlalu intim. Terlalu mudah untuk melumpuhkan kewarasan Da In jika saja dia tidak segera mendorong dada Taehyung hingga pagutan mereka terlepas.

"We can't do this, Taehyung," lirihnya enggan membuka mata. Menarik wajah Taehyung mendekat untuk mendaratkan keningnya sendiri pada dahi Taehyung. Berbagi napas bersama.

Sebenarnya, Taehyung mampu merasakan ketakutan pada tiap detak yang terdengar. Maka membiarkan Da In menggunakan waktunya untuk menghela napas agar merasa lebih baik adalah pilihannya. Demi Tuhan, Taehyung berusaha mati-matian menahan dirinya sendiri. Dengan keberadaan Da In di atas pangkuannya, tangannya masih melingkar pada pinggang Da In, serta napas yang beradu sebab kening mereka masih menyatu. Ini terlalu sulit untuk Taehyung.

"Take your time. Kita bisa melakukannya pelan-pelan," ucap Taehyung penuh harap.

"Tidak, Taehyung," sanggah Da In selagi menarik kepalanya untuk dapat melihat wajah Taehyung dengan jelas. Menilik sepasang obsidian pekat yang tak ayal kerap membuatnya tenggelam pada ceruk yang Taehyung ciptakan. Seolah tengah berada pada pusat gravitasi sehingga ia kesulitan untuk kembali pada tempat semula. "Kita tidak bisa melakukannya. Ini tidak benar. A-aku ... Jungkook—"

Da In menghela napas. Kembali memejamkan mata untuk menenangkan pikiran sebelum berucap. "Aku menyakiti Jungkook, Taehyung. Aku mengkhianatimu. Sudah sepantasnya kau menghajarku habis-habisan atau lebih mudahnya menghujam peluru saja pada tubuhku. Tidak seharusnya aku berada di atas tubuhmu dan menikmati semua ini."

Taehyung terdiam menyimak penuturan Da In. Tangannya beralih meraih anak rambut pada wajah sang kenya untuk diselipkan pada daun telinga. "Jungkook sudah mengatakan semuanya padaku. Aku tidak sebodoh itu untuk mempercayai sandiwara yang kau buat Da In. Kau pernah menembak orang di hadapanku tepat pada sasaran, menembak Jungkook pada dadanya tidak akan membuatnya mati. Kau sengaja menyakitinya untuk mengalihkan perhatianku saja. Apa aku benar? Dan lagi, ponsel Mingyu yang kau letakkan pada jaketku. Lalu kau juga datang ke sini untuk membalaskan dendam pada Jimin. Aku mengetahui semuanya, Song Da In."

Mungkin Taehyung memang mengetahui semuanya tentang Da In. Diam-diam menjadi pemerhati tunak untuk memahami gadis Song. Pun detik saat Taehyung menarik tubuh Da In dalam rengkuhan, hati mereka menghangat. Bukan pertama kali, tapi Da In merasa asing dengan pelukan yang mampu meredakan segala keraguannya saat ini. Bagaimana Taehyung dengan tenang mengusap punggungnya, cara Taehyung mengatakan semua akan baik-baik saja, dan kecupan kecil pada kepala yang mampu Da In rasakan meskipun samar. Semua terlalu asing bagi Da In. Sama sekali ia tidak pernah mendapat afeksi semacam ini.

Dangerous ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang