27. Hiraeth

1.9K 236 47
                                    

halo, aku kembali lagi! terima kasih 20k views and 3k votes. i'm so grateful. thank you so much yang bersedia membaca cerita ini dan memberikan apresiasi sampai sekarang. buat siders, aku nggak tahu lagi gimana caranya biar kalian bisa menghargai seorang penulis yang sudah memberikan free content untuk dinikmati, tekan votes engga susah sama sekali padahal. tapi aku berharap semoga kalian cepat sadar ya<3 i still feel grateful karena tanpa siders juga views nya engga akan sebanyak ini. jadi, terima kasih semuanya💜

sebenarnya outline cerita ini sudah selesai dari pertama dibuat. ending juga sudah ada (bukan berarti sudah ditulis ya, cuma outline aja). but I don't think it's a happy ending, mungkin— fair enough(?) adil untuk semua karakter. tapi, aku sedikit berubah pikiran—biasalah aku memang orangnya suka sok ngide:) jadi, gimana kalau aku bikin sad ending aja sekalian? what do you guys think? ;)

—•—

"Da In, kalau suatu saat nanti aku meninggalkanmu lebih dulu, berjanjilah kau tidak akan menangis di pemakamanku." Mingyu berujar tiba-tiba. Sebenarnya dia ingin mengatakan hal itu jauh-jauh hari sebelumnya. Setelah mengetahui masa sulit Da In saat kakaknya pergi dari dunia, Mingyu tahu Da In akan kembali terpuruk jika kejadian yang sama harus terulang kembali. Mendengar cerita Da In tentang tangisan tanpa henti berhari-hari dan mengurung diri dalam kegelapan, dengan kedua sorot mata putus asa saat Song tengah mengungkap ketakutan terbesarnya kala itu. Melihat kedua mata itu saja Mingyu rasanya ikut hancur. Belum lagi jika dia terlebih dahulu mengenal Da In dan harus menyaksikan sendiri ketika Da In kehilangan Song Hoseok.

"Tentu saja aku tidak akan menangis, karena aku akan ikut mati bersamamu," kelakar Da In disertai tawa seakan kalimat Mingyu hanya candaan belaka.

"Aku serius Da In. Berjanjilah padaku. Aku tidak ingin jika kau terpuruk lagi seperti saat Kak Hoseok—" Mingyu berdeham, menghentikan sejenak kalimatnya. Menilik sekilas pada ekspresi wajah Da In saat dia menyebut nama Hoseok barusan. Tidak ada perubahan raut yang signifikan, Mingyu melanjutkan kembali kalimatnya, "maksudku, kau layak mendapat seluruh kebahagiaan di dunia. Jadi, jangan pernah bersedih lagi."

"Kau ini bicara apa, sih? Ayo cepat sebelum kita ketinggalan pesawat!"

Mingyu bergeming. Memperhatikan Da In yang sudah bangkit dari bangku dan masih menunggu wanita itu mengucap hal yang ingin sekali Mingyu dengar. Dia benar-benar serius dengan perkataannya. Mingyu khawatir jika suatu saat, mereka akan terpisah dan dia menjadi orang yang meninggalkan terlebih dahulu, Da In akan kembali pada masa-masa sulitnya. Membiarkan dirinya terjerembab pada lubang tanpa dasar. Berlarut-larut dalam kesedihan hingga melupakan dunia yang harus dijalani. Meskipun kemungkinannya kecil, melihat bagaimana sikap Da In sedikit-sedikit mengancam akan meninggalkan Mingyu ketika merajuk, namun Mingyu tahu betul jauh di dalam sana, Da In begitu menyayanginya sebagaimana dia menyayangi Da In.

Menyadari Mingyu masih membeku ditempat, Da In mengerucut sebal. Menurunkan kacamata hitamnya dari pangkal hidung guna menatap pria yang tengah menatapnya serius menunggu jawaban. "Baiklah, baiklah. Aku berjanji aku tidak akan menangis. Aku akan jadi satu-satunya yang tersenyum paling lebar di pemakanmu. Puas? Sekarang angkat bokongmu, Gyu. Aku tidak ingin ketinggalan penerbangan."

Mingyu kemudian ikut beranjak. Meraih lengan Da In untuk dilingkarkan pada tangannya sendiri. Berdampingan menuju pesawat yang akan membawa mereka dari London untuk kembali ke Korea. Merasa lega sebab Da In sudah mengucapkan yang ingin ia dengar. Semasa mereka bersama, Mingyu tahu Da In tidak pernah mengingkari janji.


Da In terbangun dari mimpi yang seharusnya tidak hadir pada saat-saat seperti ini. Membuka kedua mata perlahan, lagi-lagi Da In mendapati dirinya berada di kamar Taehyung seorang diri. Tidak sulit menebak keberadaannya sebab aroma kamar ini sudah begitu familiar pada indera penciuman, bahkan mungkin sudah melekat pada tubuhnya. Terlebih mengingat apa yang terjadi semalam. Pening. Hal pertama yang Da In lakukan ketika bangkit adalah memegang kepalanya sendiri. Entah akibat menangis semalam, atau karena mimpi tentang Mingyu yang membuatnya kembali merasakan kerinduan.

Dangerous ChoiceWhere stories live. Discover now