Zhan

1.3K 132 2
                                    

Jas hitam, celana hitam panjang, sepatu pantofel hitam, jam tangan gucci, terakhir tas louis vuiton. Pria itu menatap pantulan dirinya di cermin besar dalam kamarnya. Sempurna. Gumamnya dalam hati.

Ia mengedarkan pandangan, mencari ponsel miliknya. Benda itu berada di nakas tepat di sebelah ranjangnya yang berukuran king Size.

Ia berjalan menuruni tangga dengan anggun. Seorang pria paruh baya menunggunya di ruang makan. Rambutnya memutih sebagian, tapi tak mengurangi karismatik wajahnya yang berwibawa.

Dia adalah Sean Xiao, ayah dari Xiao Zhan. Seorang pria yang mengabdikan hidupnya demi negara di bidang politik. Zhan sangat menghormati ayahnya. Apapun sabda dari sang ayah, ia dengan patuh menurutinya.

"Rapat partai hari ini diadakan jam sembilan," ucap pria paruh baya, sebelum tangannya menyentuh hidangan pagi itu.

Zhan mengangguk, mengambil sapu tangan dan meletakkan di lehernya. Mengambil dua potong roti yang ia letakkan di piringnya.

Ia bertanya dengan menatap wajah orang yang sangat ia hormati di muka bumi.

"Ayah, kenapa harus pensiun secepat ini? Bukankah partai kita masih membutuhkan ayah sebagai dewan penasihat?"

"Pemilu kali ini berbeda, Zhan! Dernia sedang guncang. Apa kau tidak melihat mahasiswa berdemo di mana-mana. Mereka butuh tokoh muda, ayah sudah berkecimpung lama mereka tak akan percaya meski ayah tak sama dengan anggota parlemen lainnya."

Zhan mengangguk. Suasana itu mendadak hening, digantikan suara sendok dan piring yang juga hampir tak terdengar.

Pagi membuka cakrawala biru, menyambut Zhan dengan mimpinya. Menaiki marcedes benz s class ia menuju kantor pusat untuk rapat.

Zhan tinggal di negara bagian bernama Dernia, ini adalah tempat di Amerika yang berbeda dengan New York atau Manhattan.

Sesekali pria itu membuka tab-nya. Mencoba mempelajari wilayah yang ramai diperbincangkan oleh anggota partai untuk dipegang Zhan dalam pemilu dua bulan lagi.

Ia juga memeriksa kabar terkini dari pegerakan mahasiswa yang sempat menggelora beberapa minggu terakhir. Ia tidak bisa diam, dan hanya mengandalkan wartawan yang ia temui semalam.

Dengar cermat ia memperhatikan detail dari gambar-gambar yang ditangkap kamera. Potongan-potongan video yang beredar di dunia maya.

Xiao Zhan melihat sosok pemuda berambut kribo yang selalu berada di barisan depan, dan sepertinya merupakan pimpinan dari ratusan pendemo.

Wajahnya tidak terlalu terekspos, sebab ia selalu memakai kacamata dan masker hingga menutupi tulang pipinya.

Pemuda itu pandai berkamuflase, di lain waktu ia mengubah tatanan rambutnya, juga mengganti warna. Namun, tinggi badan, cara dia bersikap, juga jenis suaranya tidak bisa menipu seorang Xiao Zhan. Jika tak salah, pemuda ini yang semalam dibicarakan Yibo sebagai mahasiswa paling berpengaruh di Dernia.

Xiao Zhan menerima satu pesan, dari seseorang yang baru saja ia pikirkan. Ia membukanya dengan cepat, berharap itu adalah informasi penting mengenai mahasiswa yang ia cari.

Jauh dari khayalan seorang Xiao Zhan, mendapat pesan manis yang membuatnya tersenyum geli.

"Semangat bekerja. Jangan lupa untuk menjaga diri, karena banyak hal yang akan kau hadapi setelah ini."

Xiao Zhan memutuskan untuk tidak membalasnya. Beberapa hal harus tetap kita jaga, kedekatan dalam hubungan bisnis tidak boleh dicampuri dengan sesuatu yang bersifat pribadi.

Xiao Zhan membaca jadwalnya kembali. Ada jamuan makan malam, di rumah selebriti lokal yang baru saja go nasional. Ia merayakan ulang tahunnya yang terbilang masih muda. Ia mendapat kehormatan untuk datang dan menjadi bagian dari pesta.

Trap The SenatorWhere stories live. Discover now