Haipan

548 86 14
                                    

Jungkook berbaring di dada Taehyung. Kelelahan, setelan sesi panas yang mereka habiskan sejam yang lalu.

"Aku ingin mengatakan sesuatu," tukas Jungkook, dengan suara yang penuh rasa penyesalan.

"Hum, katakan ...." Taehyung membalas, dengan suaranya yang dalam.

"Bisakah temanmu yang wartawan itu membantuku?"
Jungkook mengadahkan wajahnya, menatap Taehyung. Mata due-nya memang selalu sukses membuat Taehyung luluh.

"Maksudmu Yibo?"

Jungkook mendengar nama yang disebutkan Taehyunng.

"Membantumu atau membantu orang lain?" Taehyung bisa menebak ke mana arah pembicaraan mereka.

Twins flame memang terikat oleh jiwa yang sama, dalam tubuh yang berbeda.

Jungkook memberikan senyuman kelinci andalannya.
"Kau sangat pandai membaca pikiranku," cicitnya, sembari mencubit ujung nipple Taehyung.

Wajah Taehyung memerah, serangan tiba-tiba dari tangan nakal kekasihnya. Membuat ia melakukan gerakan memutar badan, menindih sang kekasih di bawah tubuhnya.

"Aku bisa membaca apapun yang kau pikirkan, Sayang. Bahkan napasmu yang penuh napsu itu mengisyaratkan sesuatu!" kekehan kecil Jungkook, menandakan ia siap diberi makan kembali.

Benar kata Yibo, penis besar ini bisa membuka mulut kekasihku dengan mudah. Batin Taehyung bersama smirk andalannya, saat memberikan daging tebalnya ke wajah sang kekasih.

.
.

Sungai Haipan saat sore begitu sejuk. Warna jingga yang dilukis langit untuk waktu sesaat. Membuat semacam fatamorgana, yang memanipulasi penduduk sekitar bahwa sungai di belakang mereka tercemar. Sebab jingga dan pantulannya mempengeruhi mata dengan keindahan warna.

Dua pria berjalan bersisian. Meski banyak sampah yang hanyut, kejernihan Haipan tidak berkurang. Jika saja sampah itu bisa dipindahkan, pasti jernihnya air di bawah sana bisa dinikmati untuk melengkapi suasana sore yang sejuk dan hangat.

Anak kecil tanpa alas kaki, berlarian ke arah mereka. Dua pria yang baru saja tiba. Turun dari mobil mereka masing-masing. Dengan dua pancaran sinar yang berbeda. Di luaran sana, tidak ada yang tahu. Bahwa salah satunya adalah anak kecil yang lahir dan tumbuh di daerah sekitar sungai Haipan.

Anak-anak kecil yang berdatangan, dengan polosnya mengadahkan tangan.

"Minta permen, Paman!"

Pria yang rambutnya berwarna mint, dengan piercing di bibir. Tersenyum pada mereka.

"Sudah hyung ajarkan, jangan meminta-minta pada orang asing. Jika hyung datang, kalian cukup berbaris dan katakan 'selamat datang Kookie hyung yang tampan'!"

Mereka tertawa, tawa tulus dan bahagia. Tanpa dikomando lagi, belasan anak kecil itu langsung membentuk barisan yang lurus.

Pria lain yang memakai kemeja putih, tubuh tinggi dan kacamata putih yang bertengger di hidungnya. Memiliki senyum yang tak kalah manis. Ia mengeluarkan beberapa coklat dari saku celananya, tersenyum manis sambil berkata, "Aku akan berikan coklat ini pada kalian. Tapi kalian harus sebutkan mimpi kalian satu-satu!"

*
*

10 tahun yang lalu, ini hal sama yang dilakukan seorang calon pemimpin partai yang datang bersama anak lelakinya. Jungkook ingat, saat itu ia bahkan tak memiliki sepatu bagus, dan baru saja belajar mengelap ingus.

Jungkook ikut berbaris, untuk mendapatkan permen coklat gratis. Teman-temannya menyebutkan mimpi mereka, menjadi guru atau polisi. Saat tiba giliran Jungkook, dengan penuh keyakinan ia menyerukan mimpinya yang paling berbeda dari yang lain.

Trap The SenatorWhere stories live. Discover now