1. SUARA HATI SHALITTA

590 68 17
                                    

1. Suara hati Shalitta

"Ma, HP Litta rusak. Boleh beli HP baru kan?"

Perempuan berkaus lengan pendek warna putih itu mengeluarkan handphone yang sedari tadi berada di dalam genggamannya. Litta meletakkan di atas meja-menunjukkan pada Mamanya kalau handphone miliknya sudah tidak layak untuk di pakai.

Wanita yang duduk di depan Litta menoleh ke arah benda pipih berwarna hitam dengan logo apel sepotong di belakangnya yang penuh dengan keretakan cukup parah pada bagian layarnya. Wanita itu menarik napas lalu menghembuskan nya kasar. "Bekas aja ya, biar hemat,"

Litta mendongak, jawaban yang selama ini ia tunggu akhirnya keluar dari mulut Mamanya. Walaupun keinginannya tidak sesuai dengan harapan. Paling tidak handphone bekas yang akan di beli kondisinya jauh lebih baik dibandingkan dengan yang sekarang.

"Soalnya Mama harus beliin buat Luna," Mamanya kembali menjawab. Litta menghentikan pergerakan mulutnya yang sedang mengunyah. Tangannya meraih segelas air minum yang berada di sampingnya lalu meneguk sampai setengah gelas.

Minggu lalu adiknya baru membeli handphone keluaran terbaru dengan harga yang fantastis. Sekarang adiknya akan membeli lagi? Litta cemburu dan iri terhadap adik perempuan satu-satunya yang dengan mudah mendapatkan keinginannya. Sedangkan dirinya meminta berpuluh kali bahkan seratus kali pun Mamanya seakan tidak mendengar.

"Bukannya minggu lalu Luna baru beli?" tanya Litta dengan suara tidak suka.

Mamanya-Lisa, yang sedang mengisi piring kosong berwarna putih menghentikan kegiatannya. Menatap Litta dengan sudut matanya. Sedikit tersinggung. Ia menaruh kasar piring yang masih kosong itu ke atas meja makan berbahan kaca sehingga menimbulkan bunyi membuat Litta terkejut.

"Luna mau masuk sekolah baru, semuanya harus baru. Kamu sayang kan sama Luna?"

Litta menunduk kemudian mengangguk pelan. Menahan cairan bening yang mulai memenuhi matanya. Andai menangis bisa menyelesaikan masalah mungkin ia akan menangis setiap waktu. Hanya saja ia paling tidak mau larut dalam kesedihan. Apalagi berlama-lama menangis sampai tertidur lalu terbangun dengan kondisi mata yang bengkak. Tidak! Shalitta tidak mau hidupnya berjalan seperti itu.

Namun, seseorang pernah berkata padanya, kalau menangis bisa mengurangi beban maka menangis lah, tapi seperlu nya. Bagaimana pun juga kamu manusia biasa yang bisa merasakan sakit, benci, sedih, senang dan merasakan emosi lainnya.

Setelah piring tadi penuh terisi nasi dan lauk Lisa membawanya. Berjalan menuju ruang keluarga yang berada tepat di samping meja makan panjang itu. Menghampiri seorang gadis yang sedang menonton televisi sambil menghias kuku-kuku cantiknya dengan cat kuku yang beragam warna.

"Sayang makan dulu ya. Mama suapin," ujar Lisa. Duduk di samping putri bungsunya.

Anak bungsunya, Luna Gemintang tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. "Ma, Luna beli HP baru hari ini kan?" tanya Luna.

"Iya sayang, tapi makan dulu ya,"

Luna memeluk Mamanya dengan perasaan bahagia. "I love you so much, Mom,"

Hati Litta terasa panas seakan terbakar, jantungnya berdegup tidak karuan. Tangannya meremas kuat sendok dan garpu yang di genggam nya. Hal yang membuatnya lemah di dunia ini adalah mendapat perlakuan berbeda dari Mamanya sendiri. Ia bangun dari duduknya menghampiri Mama dan adiknya. Meninggalkan sarapan yang masih tersisa di piring.

"Luna, HP kamu kan masih baru kenapa harus beli lagi sih?" Litta yang sudah terbakar api cemburu.

Luna berdecak. Matanya mendelik, "Ishh! Apaan sih? Suka-suka aku lah!" ketus Luna.

"Aku boleh kan Ma, beli HP baru?" tanya Luna dengan suara manjanya.

"Boleh dong, sayang," Lisa mengusap puncak kepala putrinya lembut. Lalu wanita yang sudah menginjak usia berkepala tiga itu memandang Litta dingin.

"Litta, kamu sebagai kakak harus ngalah. Kamu sayang kan sama Luna? Biar Mama nggak keluarin uang lagi, kamu pakai HP bekas Luna aja ya,"

"Ta-,"

"Mama kaya gini karena sayang sama kamu," tegas Lisa. Kembali menyuapi Luna. Acuh dengan keberadaan Litta yang masih berdiri di depannya. Apa sayang Mama harus dengan membeda-bedakan aku sama Luna?

Aku cemburu, aku iri, Ma

Aku cemburu kalau Mama lebih peduli sama Luna, dibanding aku

Aku iri kalau Mama lebih mementingkan keinginan Luna, daripada aku

Hati Litta perih, Ma

Hati Litta sakit

Hati Litta sedih, hati Litta nangis

Litta juga pengin dipeduliin sama Mama

Litta selalu berharap, kalau Mama tanya keadaan Litta

Mama tanya keinginan Litta

Mama tanya apa yang menjadi kebahagiaan Litta

Saat hari itu tiba, jawaban Litta, hanya mau Mama peduli dengan kehadiran Litta di sini

Litta melangkahkan kakinya pergi. Tanpa membawa handphone 'bekas' yang diberikan oleh Mamanya. Berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua dengan perasaan cemburu dan kecewa.

***

Hai, salam kenal🖐
Terimakasih sudah yang sudah membaca🌈

SHALITTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang