Hay kangen gak? Wkwkwk
Langsung aja ya😍
༶•┈┈⛧┈♛
Malam yang dingin dengan runtuh hujan yang membasahi jalanan tidak membuat pemuda berhodie abu itu berhenti. Motor itu melesat membelah jalanan yang masih ramai. Dia terburu-buru sembari memperhitungkan jarak, kecepatan serta sisa waktu, mulutnya terus berkomat-kamit berdoa. Berharap jika dia akan sampai tepat waktu.
Dia berhenti dibangunan berwarna jingga, Buru-buru memasukkan motornya dan berlari masuk ke dalam. Orang-orang berpakaian pelayan menunduk hormat saat dirinya datang namun dia tidak membalasnya.
Netranya menemukan apa yang dia khawatirkan, di pojok ruangan duduk seorang wanita yang sedang menunduk ketakutan dengan butiran obat yang berceceran di lantai.
"Bu."
Orang yang dipanggil ibu itu menoleh kemudian menangis kencang.
"Cakra," paraunya.
Cakra memeluk ibunya erat, lama tak berjumpa mungkin sudah satu minggu karena dia sibuk dengan beberapa aktivitas. Dia kira selama ini ibunya sudah baikan tapi ternyata ketakutan itu masih ada. Cakra tadi sedang duduk santai di warung kopi dan menerima pesan dari pelayan pribadi tentang kondisi ibunya.
"Ibu gagal, ibu takut," racau Vansa membuat Cakra semakin mengeratkan pelukan.
"Gagal. Gagal."
"Dia tidak apa-apa," ucap Cakra dengan sorot mata sendu.
Cakra terus berkata tidak apa-apa sebagai obat penenang. Sorot yang biasanya tegas dan dingin itu menatap nanar ke arah jendela. Hujan, ibunya sangat takut melihat hujan. Kejadian itu masih membekas dan dia tidak tahu kapan semua itu akan terlepas. Vansa tidak gila hanya phonia saja. Dokter mengatakan ibunya pasti sembuh.
Dia menuntun ibunya ke kasur kemudian memberikan segelas air minum yang sudah Cakra berikan obat tidur. Perlahan mata Vansa menutup diiringi helaan napas berat Cakra.
"Cepet sembuh," ucap Cakra mengecup kening ibunya sayang.
Ponselnya berdering menampilkan dua belas pesan dari Erlangga. Kepalanya pening seketika membaca isi surat tersebut, Cakra menutup pintu kamar pelan kemudian turun ke bawah.
"Jaga ibu saya. Jangan sampai ada kesalahan jika kalian masih menginginkan pekerjaan." Para pelayan dan pengawal rumah menunduk hormat.
Cakra mengeluarkan mobilnya kembali membelah jalanan yang diguyur hujan lebat. Tujuannya kali ini adalah apartemen Erlangga, barusan Erlangga mengirimkan pesan telah terjadi sesuatu.
"Cakra, maaf gue ngehubungin lo," ucap Erlangga.
"Gak papa."
"Mana dia?"
Erlangga menunjuk sebuah kamar dengan wajah cemas.
"Gue cuma keluar bentar beli makan dan pas gue kembali dia udah gitu," jelas Erlangga panik.
Cakra menatap isi apartemen Erlangga kemudian tersenyum sinis pada satu objek benda.
"Cala udah tahu?"
"Belum, dia lagi sakit apalagi di luar hujan. Kalau gue kasih tahu pasti dia bakal dateng," balas Erlangga.
Cakra mengangguk masuk ke dalam kamar tersebut, maju perlahan tanpa suara.
"Terra." Cakra memeluk erat tubuh lemah Terra. Dalam satu malam dirinya mendapati dua wanita yang dia sayangi dengan keadaan yang sama.
"Lepas, ya," ucap Erlangga merebut secara pelan benda yang ada dilengan Terra.
Terra memberontak tidak ingin melepaskan benda itu. Dia juga mendorong Cakra dan Erlangga. Terra sudah dalam kondisi tidak sadar dan terus tertawa.
"Terra, gimana kalau Cala tahu hal ini? Dia pasti sedih," ucap Cakra.
Berhasil nama Cala berhasil membuat Terra berhenti dan menatap Cakra dengan wajah lugunya.
"Cala." lirih Terra melepaskan benda tersebut.
"Mana Cala?" Terra panik memegang erat kaos Erlangga dan Cakra. Bayangan saat Cala menangis sembari menamparnya membuat Terra panik.
Mereka berdua tidak menjawab dan membagi tugas. Erlangga menenangkan Terra sedangkan Cakra membakar benda-benda tersebut untuk menghilangkan jejak.
"Gue takut sesuatu terjadi sama dia. Apalagi dia cewek," ucap Erlangga khawatir sembari menepuk-nepuk pipi Terra agar membuka matanya.
"Kita bawa dia ke rumah sakit," final Cakra.
Setelah semuanya beres Cakra mengendong Terra, dia berhenti di ruang tamu sembari menatap tajam ke arah dapur membuat Erlangga bingung.
"Erla, setahu gue Cala itu gak suka warna kuning, kan?"
Erla mengangguk tanpa sadar ada makna tersembunyi.
"Simpan baik-baik celana dalam warna kuning itu atau perlu buang," ucap Cakra dingin melenggang pergi.
Erlangga menoleh kemudian memejamkan matanya saat melihat ke arah dapur, tepat di atas meja makan ada benda yang dibilang oleh Cakra. Erlangga takut terjadi sesuatu kepada Terra makanya dia melupakan hal ini.
Pemuda itu membersihkan berjalan ke sana kemudian membawa celana itu ke kamarnya. Pergelangan tangannya dicekal oleh seseorang yang menggunakan rok pendek.
"Kamu mau pergi, Sayang?" tanyanya dengan suara serak.
"Ya, gue takut terjadi sesuatu sama Terra," balas Erlangga datar.
Erlangga mengepalkan lengannya. "Shit! Lo bisa diem Kana?" desis Erlangga mendorong Kana.
"Kenapa sayang. Padahal di luar hujan, bagaimana jika kita kembali melakukannya, aku bisa memberikan kehangatan. Biarkan Cakra yang pergi kamu di sini," ucap Kana sembari mengelus bibir Erlangga menggodanya.
Kana menjerit karena bukannya terpengaruh Erlangga justru mencengkram lengannya erat.
"Terra lebih penting," tegas Erlangga pergi.
Gadis itu berteriak marah. Apalagi saat melihat mobil putih Cakra keluar dari kawasan apartemen. Dia memimpikan malam yang indah bersama Erlangga. Tadi dia berhasil membuat Erlangga jatuh ke dalam pesonanya, padahal dia sudah memberikan obat kepada Terra agar sahabat Erlangga itu anteng tidak menganggunya.
Tapi itu semua di luar prediksi karena Terra berteriak dan menghentikan Erlangga yang hampir saja menyatu dengan dirinya. Solidaritas antara Terra, Cakra, Cala dan Erlangga membuat siapapun kagum. Bahkan dia iri karena Erlangga dan Cakra memandang kedua gadis itu dengan pandangan sayang dan penuh rasa hormat. Senyum sinis Kana terbit saat melihat ponselnya.
Sedangkan Cakra mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, terlihat santai tapi Erlangga tahu ada emosi yang tersembunyi rapi didiri Cakra. Dia memarkirkan mobil dengan asal-asalan. Terra langsung diperiksa.
Selama menunggu pandangan Cakra tidak lepas dari Erlangga yang duduk sembari memejamkan matanya. Tangannya mengepal erat.
"Lo bisa pukul gue Cakra, tapi ini di rumah sakit," ucap Erlangga tanpa menoleh.
"Oh," sahut Cakra.
Pintu ruangan terbuka. Dokter berkelamin pria yang tidak lain adalah ayah Erlangga sendiri.
"Gimana keadaannya?" tanya Erlangga.
"Sejauh ini tidak ada apa-apa," jawab Dokter Steve.
"Organ dalamnya?" tanya Cakra.
"Semua aman asal dia mau berhenti. Obat itu berbahaya jangan lupa salah satu teman kalian pernah gagal ginjal bukan?"
Erlangga dan Cakra menggangguk. Tidak hanya gagal ginjal mereka pernah melihat teman mereka sendiri mengalami overdosis.
"Dari mana Terra dapat benda itu. Bukannya dia udah berhenti?"
"Kamu pun gak tahu Terra dapat dari mana," balas Erlangga.
Dokter Steve menggangguk menyarankan mereka untuk berhati-hati, Dokter Steve menyarankan agar mereka menginap di rumah sakit dan pulang pagi. Karena berbahaya pulang di malam hari dalam keadaan hujan.
"Gimana Cala?"

YOU ARE READING
Zarocala
HumorKamu gini Aku gitu Punya istri di usia muda apalagi saat dia masih SMA itu emang gak masalah bagi Zaro. Tapi jika istrinya modelan seperti Calais tentu itu adalah masalah yang sangat besar bagi Zaro. Ada saja kelakuan Cala yang bisa membuat orang ng...