Matahari belum muncul tapi Cala sudah siap dengan seragamnya. Gadis itu sedang menutupi bercak-bercak merah menggunakan make up. Miliknya sudah tidak sesakit kemarin tapi dia memaksa ingin bersekolah.
"Zaro bangun." Cala mengguncang pelan tubuh Zaro yang tidur di lantai beralasan kasur tipis.
Cala mengusirnya tidur karena kesal kepada Zaro yang tidak mengizinkannya untuk pergi ke sekolah kemarin. Kata Zaro dirinya tidak boleh sekolah hari ini besok saja karena kata Zaro dia pasti akan merepotkan, laknat sekali suaminya ini.
"Gue siram kalau lo gak mau bangun," ancam Cala.
Pemilik Wajah tampan itu masih berkelana di alam mimpi yang begitu indah. Cala meraih gelas yang berisi air untuk menyiram Zaro tapi dia urungkan takutnya Zaro terkejut serangan jantung kemudian meninggal, konyol pikirannnya ini.
"CUPU! BANGUN!" Teriak Cala.
Mata Zaro terbuka masih dengan posisi mengantuk dia berdiri. "Iya, Nek. Ini Zaro bangun," ujarnya.
"Bagus sana mandi," Suruh Cala.
Zaro berdecak kesal dia kira nenek alya ternyata Calais. "Masih ngantuk, La."
"Cepetan ih mau sekolah," gerutu Cala mendorong tubuh Zaro. Tapi tak bergerak.
Zaro melirik jam di nakas baru jam enam pagi. "Masih pagi. Sekolah sepi jam segini," sahut Zaro merebahkan dirinya di ranjang.
"Ya udah gue minta jemput sama Budi aja," kesal Cala sontak membuat Zaro bangun.
Keenakan jika Cala berangkat bersama Budi. Rezeki bagi Budi. "Iya, tunggu sebentar mandi dulu."
Sepuluh menit mandi tapi begitu wangi. Aneh dia mandi sampai satu jam saja tidak sewangi Zaro. Tidak Zaro saja tapi semua laki-laki menurutnya. Apa mereka mandi menggunakan satu botol sabun?
"Eh, lo mau pake baju di sini?"
"Kenapa? Lo juga udah lihat semua kan?" tanya Zaro jahil.
Ingin dia timpuk wajahnya itu. Cala memilih untuk menunggu Zaro saja di luar kamar, hatinya menjadi lemah melihat perut Zaro. Sepagi ini neneknya ternyata sudah bangun dan sedang menyiapkan tiga bekal untuk dia, Zaro dan Terra.
Cala sudah bilang akan berangkat pagi dengan alasan piket.
"Tumben kamu piket hari ini?" tanya Nenek Alya.
"Tukeran sama Terra," jawab Cala memakan roti berselai strawberry.
"Ya udah kalau kamu gak sanggup suruh Cupu aja yang piket," ucap Nenek Alya memasukkan bekal mereka ke tas masing-masing.
Zaro hanya tersenyum saja. Bohong Cala itu lancar sekali. Dia membonceng Cala yang duduk seperti Ibu-ibu sambil memeluk perutnya erat katanya takut jatuh.
" Duduk kayak biasa," tegur Terra.
"Biar rapet lagi," sahut Cala ngawur.
"Lo bisa bawanya?" tanya Terra kepada Zaro.
"Bisa tenang aja," jawab Zaro sedikit tidak senang karena seperti diremehkan.
"Dia jatuh lo masuk rumah sakit." Terra melajukan motornya lebih dulu.
Zaro menggeleng pelan, semua sahabat istrinya ini posesif dan galak-galak. Gak ada yang berani menyengol gadis ini dua pawangnya galak, Zaro jadi penasaran bagaimana Erlangga menjaga Cala. Apa sama seperti Terra dan Cakra.
"Si Terra emang cocok sama Cakra. Yang satu galak yang satu es batu," tutur Zaro.
"Hanya Terra yang mengerti dengan baik kondisi Cakra begitu pun dengan Cakra yang mengerti kondisi Terra. Jadi peringatin secara halus kembaran lo itu," terang Cala.
"Suka sama Cakra harus suka juga kepada Gerald," lanjut Cala di dalam hati.
Sekalipun Gerald dalam jangkauan Cakra tapi tetap saja Gerald hanya menuruti perkataannya dan Terra saja. Dia hanya takut jika Zoya terkejut dengan identitas Cakra dan meninggalkannya.
Gerbang sekolah belum dibuka lebar, baru beberapa siswa yang datang itu pun mereka yang memiliki jadwal piket atau mencari contekan. Anak kelas Cala juga belum pada datang hanya ada dia, Terra dan Ulani yang sedang membaca buku. Zaro juga duduk di kursi Cakra.
"Ullani," Panggil Cala.
"Ya, Cala?"
"Bayaran lo udah ditransfer, thanks untuk kemarin malam. Dan mulai sekarang lo gak usah kerja di Seroline," jelas Cala memainkan ponselnya.
"Tapi kenapa? Gue lakuin kesalahan Cala?" Ullani terlihat panik.
"Bukannya lo ngeluh pengen keluar dari jurang dosa itu. Jadi hidup yang bener dan mungkin bayaran yang kemarin cukup buat buka usaha dan sembuhin ibu lo," jelas Cala.
Ullani berdiri menatap Cala tidak percaya. Air mata gadis itu turun. "Ka-mu?"
Terra melemparkan kertas yang sudah Cala tandatangani. Malam tadi surat itu dikirimkan pemilik Seroline sebagai bukti yang sah agar mereka melepaskan Ullani. Mengejutkan bagi Cala gadis itu belum terjamah oleh pria dan jadi barang langka di Seroline.
"Aku pasti ganti, makasih banyak Cala. Makasih banyak," ucap Ullani terharu menyimpan kertas itu baik-baik.
"Wih ada yang seneng nih," komentar Cakra yang datang bersama Denis.
"Keadaan lo gimana?" Zaro bertanya.
Cakra menggangguk. "Bisa lo berdiri Zaro. Gue mau duduk."
"Oke."
Dia memperhatikan Denis dan Cakra yang saling bertatapan.
"Pukul Zaro sama gue bilang berhenti," perintah Cakra.
"Lo Gila? Gak mau gue." Denis menggeleng dengan wajah memelas.
"Katanya lo setuju kemarin," sinis Cakra.
"Tapi gue kira bukan ini," keluh Denis.
"Pria sejati selalu memegang omongannya." Cakra berkata tajam.
Denis memejamkan mata. "Maafin gue Zaro."
Bugh
"Cakra maksud lo apaan sih?" tanya Zaro tidak terima. Dia kira hanya bercanda omongan keduanya itu.
Denis memukuli Zaro, berakhir keduanya terlibat perkelahian tapi Denis sedikit unggul karena dia tidak memberikan jeda lewat pukulan dalam pikiran Denis saat ini biarkan dia saja yang memukul Zaro jangan Cakra.
"Berhenti Cakra," desis Cala.
"Stop Denis," perintah Cakra.
Dua orang itu mengambil nafas masing-masing. Bagus Denis tidak terlalu membuat wajah Zaro babak belur hanya biru sedikit saja. Cakra berjongkok di hadapan Zaro.
"Gue udah pukul dia. Lo gak perlu pukul dia," ujar Denis khawatir.
"Denger baik-baik Zaro Arsenio Hagne. Lo berani ngelakuin sesuatu sama Cala harus siap dengan akibatnya. Saat lo dengan lantang dihadapan penghulu sebutin nama dia saat itu juga dia jadi tanggung jawab lo. Lo nerima semua kekurangan dia, kelebihan dia dan segalanya. "
"Gue bicara di sini sebagai Cakra Gerald Januar, sepupu Calais Galeckha Dafna. Lo serius sama dia?"
Keadaan di kelas yang diisi lima orang itu terasa mencekam. Zaro baru tahu jika Cakra itu sepupu Cala.
"Iya, gue serius sama dia," gumam Zaro yakin.
"Karena apa?"
"Karena dia istri gue?"
Cakra sebenarnya tidak mau berbicara di sekolah seperti ini. Karena bukan lingkungannya dan terkesan tidak pas tapi Cakra takut terlambat saja. "Yakin gak bakalan luluh lagi sama Kana?"
"Yakin Cakra. Gue janji."
"Oke, jaga dia! Lo gak ngerhargain dia, lo lukain dia. Gue orang yang bakal mukul lo lebih dulu," ancam Cakra bernafas kasar.
Cala tersenyum begitu tipis, sepupu?

YOU ARE READING
Zarocala
HumorKamu gini Aku gitu Punya istri di usia muda apalagi saat dia masih SMA itu emang gak masalah bagi Zaro. Tapi jika istrinya modelan seperti Calais tentu itu adalah masalah yang sangat besar bagi Zaro. Ada saja kelakuan Cala yang bisa membuat orang ng...