19

19.6K 2.1K 1.2K
                                    


Matahari yang masuk melewati gorden kamar tidak mereka biarkan untuk mengusik pagi mereka ini. Mereka baru saja berhenti dari aktivitas malam mereka ketika jam menunjuk pukul lima pagi. Tubuh Jaemin masih berdesir setiap bersentuhan dengan kulit Jeno, lelaki itu mendekap Jaemin dengan sangat erat mengingat mungkin ini terakhir kalinya mereka bisa berpelukan seperti ini.

Jaemin mengusap lengan Jeno yang melingkari perutnya, mencoba memberikan ketenangan pada Jeno yang tampaknya sangat gundah. Jeno berbisik sekali lagi pada Jaemin.

“Untuk terakhir kalinya, Jaemin kau tidak mau pergi bersamaku?" Tanya Jeno tepat di telinga Jaemin, menghantarkan rasa hangat di ceruk leher Jaemin.

Jaemin menggeleng, dia membalikkan tubuhnya hingga mereka kembali berhadapan, dia menangkup pipi Jeno dan mengecup bibir itu penuh sayang, lalu melumatnya lembut. “Aku akan menunggumu.” ucap Jaemin.

“Apa kita akan baik-baik saja?” tanya Jeno.

Jaemin mengangguk, tidak ada solusi lain, mereka sudah terlanjur ketahuan dan dia tak mau memperburuk keadaan. Lagipula apapun yang terjadi nantinya, entah Jeno akan kembali kepadanya atau menemukan hidup baru di Amerika sejujurnya Jaemin sudah menyerah.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berharap Jeno akan kembali padanya, jika Jeno kembali padanya dan memintanya untuk pergi bersama lelaki itu, Jaemin akan menerimanya.

“Eungh..” lenguhan Jaemin terdengar ketika Jeno kembali menggerakkan kejantanannya yang masih berada di lubang senggamanya.

Jeno memeluk Jaemin dengan erat, mengusap punggung telanjang Jaemin, menggerakkan pinggulnya pelan namun begitu dalam. Jaemin memeluk leher Jeno, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher kekasihnya. Saat ini, keduanya mereka seperti sebuah kesatuan. Jeno dan Jaemin menjadi satu dan saling bertaut, sebelum jauh terpisah oleh laut.

Jaemin mengecup dan mengigit pelan leher Jeno, menandai kalau lelaki ini miliknya. Tubuh Jaemin melengkung merasakan Jeno berada di titik terdalam tubuhnya, menyatu bersama dirinya begitu dalam dan intim. Jeno mengulum telinga Jaemin, menggigitnya pelan.

Jeno mempercepat gerakannya, membuat Jaemin semakin terlonjak dan mengetatkan lubangnya ketika dia hampir sampai pada putihnya. Jeno merasa listrik mengalir di setiap tetes darahnya ketika Jaemin memeluk penisnya dengan sangat erat. Jari-jari kaki Jaemin tertekuk merasakan manisnya kegiatan mereka, penisnya bergesekan dengan perut Jeno membuatnya semakin cepat menuju titik putihnya.

Jeno kembali menghantarkan cairannya berada di rumah yang seharusnya. Sedangkan milik Jaemin membasahi sprei berwarna putih itu. Jaemin menghembuskan nafasnya terengah.

“Aku mencintaimu Jaemin.” ucap Jeno dengan sungguh-sungguh.

Dia melepaskan sebuah cincin berbentuk paku pada Jaemin, dan melekatkannya pada jari manis Jaemin.

“Aku mengikat janji padamu, Jaemin. Jika nanti aku kembali dan mengajakmu pergi, jangan mencari alasan untuk menghindariku.” ucap Jeno dengan sungguh-sungguh.


//

Hari berikutnya, Jeno benar-benar akan pergi ke Amerika. Yoona dan Donghae mengantarnya menuju bandara. Yoona memeluk anaknya itu dan mengusap kepalanya, lalu mengecupnya dengan penuh rasa sayang. Dia tidak akan mengira harus berpisah dengan salah satu anaknya karena alasan semacam ini.

Yoona tampak sedih karena harus berpisah dengan Jeno, “Maafkan ibu..” ucap Yoona pelan, dia menunduk.

Jeno menggeleng, lalu memeluk Yoona. Mereka berdua memiliki hubungan yang tulus, namun untuk hal ini Jeno dapat mengerti mengapa Yoona menginginkan dia pergi jauh. “Bukan salah ibu, tidak apa..”

brother | nomin [END]Where stories live. Discover now