2. Hantu Masa Lalu

219 15 3
                                    

16 Januari 2022.

Hari di mana Rama genap berusia dua puluh tahun.

Malam ini, pukul satu dini hari aku masih dengan posisi yang sama, duduk di kursi kerja yang ada di kamarku saat kutahu bahwa saat ini di tempat lain Rama pasti sedang sibuk membalas banyak sekali ucapan selamat ulang tahun dari teman-temannya. Ingat ketika mendiang Glenn Fredly berkata dalam lagunya; "Saat menjelang hari-hari bahagiamu, aku memilih 'tuk diam dalam sepiku" ? Sedikit banyak, itu yang kurasakan saat ini. Aku tahu, sebagai manusia ramah dan murah hati, Rama punya banyak sekali orang sekitar yang akan meluangkan waktunya untuk memberi ucapan—atau bahkan kejutan spesial. Aku tersenyum kecut, membayangkan betapa ramainya notifikasi di sosial media yang dia terima saat ini, betapa hangatnya dekapan orang sekitar saat memberikan kejutan untuknya, yang tentu saja akan membuat perhatiannya tentangku semakin jauh teralihkan, sejauh dia melupakanku.

Entahlah. Aku hanya sedih karena sekarang ini aku hanya bisa merayakan kebahagiaannya dalam hati. Menyaksikan Rama tersenyum dari jauh, menyembunyikan segala kalimat yang tertahan di ujung bibir, membayangkan akan seindah apa binar matanya di hari bahagianya ini, sebab Rama yang dulu pernah sedekat itu denganku kini hanya bisa kukenang dalam hati. Pahit-manisnya hanya bisa kukenang diam-diam, untuk menyimpannya sendirian tanpa perlu mengatakan pada dunia bahwa aku dan Rama pernah ada.

Aku dan Rama memang tak pernah berujung menjadi kita, tapi kurasa terlalu banyak memori yang membuatku berani menganggap bahwa kita pernah bersama meski bukan sebagai sepasang. Mataku terpejam, membayangkan bagaimana Rama tersenyum saat ini, menerima dan mengamini banyak doa.

"Selamat ulang tahun, Rama," ucapku dalam hati. Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan sekarang.

. . .

Setiap yang bersama, hanya akan menunggu waktu untuk berpisah. Tapi ada satu kejadian awal yang wajib terjadi jauh sebelum perpisahan itu tiba. Menjadi pintu masuk kebersamaan, bersembunyi di tiap waktu yang tak terduga. Namanya pertemuan. Dan pertemuanku dengan Rama, tidak akan sama dengan pertemuan klise manapun yang pernah kalian dengar. Bukan di tengah hiruk pikuk dunia sekolah, bukan pula di tengah kesibukan stasiun kota.

Dia... pria bernama Rama yang tanpa diduga bisa membuatku jatuh sedalam itu—datang ketika hatiku masih tertutup rapat untuk pria lain mana pun. Ya, ini sedikit lucu. Aku masih menyimpan satu nama di dalam hati di saat Rama pelan-pelan hadir untuk menggantikannya. Empat tahun lamanya, nama lain itu bersarang di tiap ruas hatiku yang tak lagi bisa tersentuh oleh siapapun. Empat tahun lamanya, namun hanya butuh kurang dari sebulan untuk Rama menenyahkan nama lain itu, hilang tak berbekas. Sebelum masuk ke bagian bagaimana Rama bisa secepat itu memosisikan dirinya sedemikian penting dalam kisahku, kurasa nama lain itu perlu kuceritakan lebih dulu di sini, sebab perannya pun tak kalah penting dari Rama.

Sudahkah kuceritakan kepada kalian bahwa aku adalah mahasiswi yang kehilangan semangat kuliahnya karena harus memilih jurusan yang tidak sesuai dengan keinginan? Aku berkuliah di jurusan yang sama sekali bukan diriku. Bagaimana bisa manusia yang paling anti dalam hal hitung-menghitung seperti diriku ini dipaksa berkuliah di jurusan ekonomi? Ah, tidak. Aku menertawakan sebuah pikiran konyol yang muncul di kepalaku sekarang ini. Bahwa takdir menginganku berada di sana, di fakultas ekonomi agar bisa dipertemukan dengan Rama. Aku tertawa, miris. Jika memang aku dan dia harus bertemu, kenapa sekarang bisa seasing ini?

Sempat kukatakan bahwa ekonomi, hitung menghitung bukan lah minatku. Lalu apa? Tak berniat menyombongkan diri, tapi aku adalah seorang penulis novel. Bermula dari menulis di aplikasi WriteYours, satu per satu mimpiku menjadi kenyataan. Cerita pertama yang kutulis di sana cukup terkenal, hingga beberapa penerbit mulai berdatangan untuk menawarkan kerjasama. Hal ini pula yang sebenarnya menjadi alasan awal mengapa aku dan Rama bisa saling mengenal. Hari itu... pertengahan bulan Juli 2021, ketika naskah mentah novelku mengharuskan diriku begadang di tiap malam, Rama hadir—untuk pelan-pelan mulai memasuki celah lain dalam hatiku yang sebelumnya tak pernah kutahu jika masih bisa tersentuh oleh manusia lain.

FWB: Friends With BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang