10. Sedikit Celah

24 4 0
                                    

Setidaknya ada tiga hal yang membayangi pikiranku ketika kembali memijakkan kakiku di pantai yang sama besok malamnya. Pertama, aku tidak begitu yakin jika malam itu aku akan beruntung. Kedua, aku benar-benar tidak menyangka bahwa orangtua Julian punya koneksi kuat yang jauh lebih besar dari yang kukira, hingga dia bisa membuat pesta seliar itu di sebuah pantai terkenal yang harusnya dibatasi oleh norma masyarakat. Dentuman musik keras, ratusan manusia yang bergerak mengikuti irama dengan penuh gairah, minuman beralkohol di mana-mana, bahkan di panggung pesta ditampilkam dua penari erotis yang hanya mengenakan pakaian minim.

Dan ketiga—sepertinya Andre benar-benar menikmati perannya sebagai pacar pura-puraku malam ini. Aku berjalan dengan tangan yang masih setia digandeng olehnya, mengabaikan tiap tatapan yang sepertinya memang ditujukan terhadapku. Di belakang kami ada Angel dan Kirei, sedangkan Putri dan Anisa sudah menghilang di tengah-tengah pesta.

"Aku penasaran bagaimana pecundang itu akan mempermalukan dirinya sendiri," celetuk Angel setelah meneguk habis segelas koktil yang ia ambil dari salah satu meja yang ada di sana.

Kirei mengernyit, sedikit berteriak melawan suara musik dj yang membahana. "Maksudmu?"

"Julian. Memangnya, siapa yang akan bisa dirangkulnya malam ini? Nadia? Itu bukan tandingan Raina. Lagi pula...," Angel menggantungkan kalimatnya sesaat, "... tidak pernah ada gadis bodoh selain Raina yang akan terpesona dengan wajah buruk rupa seperti dia."

"Tidak, Angel. Aku akui dia tampan. Kau tidak bisa mendebatku soal ini," celaku langsung.

Ia membelalak, "Kau buta?! Atau kau sudah mabuk?Oh, ayolah Raina! Kau bahkan belum meneguk setetes minuman pun!" Ia menatapku heran, meneliti tiap inchi badanku sebelum kembali bicara. "Well, love is blind, right? Blind and dumb. Akan kuwajarkan kebodohanmu yang satu ini. Tentu. Matamu buta, Raina. Akan kubantu berdoa untuk kesembuhannya."

Andre dan Kirei tertawa ketika diam-diam aku menyumpahi Angel dalam hati. Dia berlebihan. Julian memang tampan. Tak ada satu pun orang yang mampu membantah itu selain Angel sendiri. Terlebih lagi, mataku benar-benar sudah tidak bisa berfokus ke arah lain selain kepada dia yang kini sudah berdiri di tengah pesta.

Julian berdiri di sana, seperti biasa memamerkan senyuman yang kurasa, dia sendiri pun sudah menyadari betapa manis dan menawannya. Ia mengangkat tangan, meminta agar musik dihentikan.

"Boleh kuminta waktunya sebentar, teman-teman?" Dia menginterupsi lewat mikrofon.

Tanpa alasan yang jelas, aku merasa gugup. Tanganku terasa dingin. Andre yang berdiri di sampingku pun sepertinya paham akan kegelisahanku. Dia menggenggam tanganku, berusaha menenangkan meski tetap saja aku tidak bisa tenang.

"Aku tau bahwa kalian sudah sangat kagum dengan pesta ini," tambah Julian kemudian. Dia hanya tidak tau bahwa Angel yang berdiri di sampingku langsung membuang ludahnya setelah mendengar ucapannya barusan.

"Tapi aku yakin. Pesta ini tidak ada apa-apanya. Ada hal lain yang jauh lebih mengagumkan. Lebih menawan, menggoda, lebih manis .... dan cantik."

Aku menunduk ketika mulai bisa menangkap ke mana pembicaraan Julian ini akan mengarah. Well, dia ingin memamerkan gadis baru. Harusnya aku tidak perlu datang, aku benar-benar tidak seharusnya berada di sini.

"Kalian akan jauh lebih terpukau melihat siapa gadis beruntung yang akan menemaniku memotong kue malam ini."

"Gadis beruntung? Siapapun dia, sebaiknya ke dokter mata!" seru Angel yang syukurnya tidak semua orang bisa mendengar.

FWB: Friends With BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang