7. Kali Pertama

82 7 1
                                    

Sejujurnya, aku benar-benar tidak tau harus menceritakan tentang Rama mulai dari mana. Apakah aku akan mulai dari seberapa menawan senyum di bibirnya, perihal seberapa manis wangi maskulinnya, atau mungkin mulai dari tentang sebaik apa dia memperlakukan wanita, sebesar apa rasa setia kawannya, atau kah tentang seberapa memikat watak dan rasa pedulinya terhadap sesama?

Rajendra Rama Hakmani. Mengeja namanya kata demi kata masih juga bisa membuatku mendapati diri tersenyum getir. Rama itu lelaki baik. Terlalu baik, bahkan? Namun ironisnya, sikap baiknya lah yang justru lebih banyak menciptakan sakit. Tapi aku tidak akan sejahat itu terhadap Rama. Rasanya tidak adil jika cerita tentangnya langsung kuawali dengan kesalahannya saja. Rama jauh lebih dari sekadar itu, kesan yang dia tinggalkan jauh lebih berarti dari luka hati yang abadi ini.

Rajendra Rama Hakmani.

Aku masih mengingat kali pertama nama itu terdengar di telingaku. Bagiku dia orangnya biasa-biasa saja. Bahkan sempat kupikir dia sama seperti kakak kelas kebanyakan; arogan dan menyebalkan. Benar-benar tak pernah ada dalam dugaanku bahwa suatu hari nanti lelaki seperti dia akan membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya.

Waktu itu aku masih di bangku kelas sebelas SMA, masih sibuk memuja Julian ketika semesta sebenarnya sudah mempertemukanku dengan Rama meskipun belum jelas sebagai apa perannya dalam kehidupanku. Seingatku, Rama itu salah satu panitia kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) yang sempat kuikuti 2018 silam di bangku SMA. Dia menjabat sebagai ketua organisasi Pers dan Mading (PERSMA) pada masa itu, yang mana jabatannya tersebut mengharuskan dia untuk turut menjadi panitia LDKS.

Menjelang  kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa, kami para peserta diminta untuk mengumpulkan semua tandatangan para panitia sebelum akhirnya dikumpulkan lagi di lokasi LDKS. Bayangkan saja, aku sudah berhasil mengumpulkan semua tandatangan. Mulai dari tandatangan Ketua Osis dan jejeran wakil serta sekertatisnya, para pengurus klub-klub dan organisasi—semuanya dengan mudah kudapatkan tandatangannya tanpa hambatan. Kertas tandatanganku hampir penuh, hanya meninggalkan satu ruang kosong di atas satu nama
salah seorang panitia; Rajendra Rama Hakmani. Ketua organisasi Pers dan Mading.

Hari terakhir pengumpulan tandatangan, aku mulai gusar. Sebab sosok yang kucari-cari itu belum juga nampak batang hidungnya bahkan ketika kami sudah dua hari berada di lokasi kegiatan LDKS. Sejujurnya waktu itu aku juga belum pernah tau bagaimana ciri fisik seorang Rajendra Rama Hakmani, aku dibuat seperti orang bodoh yang mencari-cari seseorang hanya dengan bermodalkan nama lengkapnya.

"Kau sudah dapat tandatangan Kak Rama Hakmani? Kok bisa?" tanyaku langsung kepada salah seorang teman sesama peserta ketika kami dikumpulkan di lapangan.

"Wah, iya. Aku merasa beruntung karena sempat berpapasan dengan Kak Rama di kantin sekolah siang tadi. Karena kau tau sendiri, kan, Kak Rama itu jarang sekali muncul di lokasi LDKS, sekali muncul pun pasti tidak lama."

Aku sedikit kesal mendengarnya. "Lihat, satu-satunya panitia yang belum menandatangani kertasku hanya dia! Sesibuk apa sih urusannya sampai sulit sekali ditemui? Kepala Sekolah saja sepertinya tidak sampai segitu sibuknya. Memangnya dia pikir dia siapa?"

Kekesalanku terhadap sang ketua Pers dan Mading itu tidak hanya sampai disitu saja. Perlu diketahui, setiap siswa yang rela menjadi peserta LDKS itu sudah pasti punya tujuannya masing-masing. Kami digembleng, diguling-gulingkan, bahkan menahan panas dan hujan selama tiga hari tiga malam itu bukan tanpa tujuan. Kami mengincar jabatan yang tersedia. Entah itu di dalam jejeran OSIS, atau sekadar ingin menjabat dalam kepengurusan inti organisasi. Waktu itu aku ingin menjabat sebagai sekertaris organisasi Pers dan Mading atau bisa disingkat dengan sebutan PERSMA. Bayangkan saja. Jabatan dari organisasi yang kuincar diketuai oleh seorang manusia menyebalkan yang merasa paling penting hingga harus berlagak super sibuk.

FWB: Friends With BittersweetWhere stories live. Discover now