11. Dua Sisi

18 3 0
                                    

"Aku baru mendengar nama itu. Mungkin dia tidak terlalu populer, ya, di SMA?"

"Kirei, kau gila? Dia mantan ketua PERSMA! Sebagai salah satu pengurus organisasi, harusnya kau kenal dia! Ayolah, kalian harus mengakui bahwa aku sudah berhasil melakukan apa yang sudah kalian petuahkan."

Alih-alih meresponi ocehanku, Kirei malah menoleh ke arah Angel untuk mencari dukungan. Namun gadis berambut pendek itu lebih memilih untuk tetap fokus menatap layar ponselku, sebab sejak enam menit yang lalu aku meminta dia untuk membaca obrolan antara aku dan Rama yang terjadi semalam—setidaknya untuk memberikanku kesimpulan, atau mungkin pengakuan?

"Ya, ya, ya." Anisa menyela. "Aku tau dia. Cukup populer, tapi sepertinya dia memang tidak suka menonjolkan diri di sekolah. Aku kenal dia karena aku sempat mendaftarkan diri menjadi anggota PERSMA meskipun pada akhirnya aku berujung menjadi anggota yang tidak aktif. But anyway, Kirei, kau sedikit berlebihan. Kau harusnya kenal dia. Kalian pernah terlibat dalam satu project yang sama sewaktu SMA."

Aku mengernyit, lantas langsung menagih jawaban kepada Kirei lewat tatapan.

"Project? Project apa?" tanya Kirei kemudian.

Anisa membuang napas berat seraya merotasikan kedua bola matanya. "Kau benar-benar tidak pernah peduli, ya, dengan sekitar. Dia yang waktu itu memenangkan lomba video festival! Dan kau salah satu orang yang dipilih untuk menjadi model dalam video yang dia buat. Aku bisa tau karena waktu itu aku hampir turut terlibat. Entah bagaimana kau bisa lupa."

Sekarang malah giliran Kirei yang terlihat berpikir. Setelah sempat mengernyit lama, aku hanya mendapati dia berakhir mengedikkan bahu. "Tidak tau. Mungkin saja aku pernah melihat dia, tapi aku sama sekali tidak ingat. Aku sudah terlalu banyak terlibat dalam projcet, kalian tentu tau itu."

"Kau tau apa saja tentang dia, Nis?" tanyaku langsung kepada Anisa.

"Tidak banyak. Sama sepertimu. Oh, iya. Setahuku, ayahnya baru resmi dilantik beberapa bulan lalu."

"Dilantik?"

Entah dengan alasan apa, kini Angel dan Kirei—bahkan Putri yang sedari tadi sibuk sendiri memoles kukunya—ikut menoleh, menunggu Anisa melanjutkan informasinya.

Gadis itu mengangguk, "Kalian tau Luminata?"

"Tau," jawab Kirei langsung. "Aku beberapa kali berkunjung ke sana. Sempat ada pameran busana adat, waktu itu sepertinya aku sempat beberapa kali terlibat menjadi model."

"Nah. Ayahnya Rama walikota di sana."

Aku sedikit terperanjat, sedang Kirei, Angel dan Anisa menurutku terlalu berlebihan menanggapi ini karena mereka sampai ternganga.

"Raina!" Putri langsung menghampiriku dengan heboh. "Kau gadis yang tertutup, tapi sekali membuka diri langsung menjerat anak walikota! Kau hebat kawan!" serunya sambil memelukku dengan kegirangan.

Buru-buru aku langsung melepas pelukannya yang hampir membuatku sesak napas. Ada apa dengan mereka ini? "Apa yang kau maksud dengan menjerat? Aku hanya berteman dengan dia. Oh, tidak. Aku bahkan baru mengakrabkan diri!"

"Tetap saja! Kau bisa membawa ini untuk tahap yang lebih jauh, Na. Ayolah! Bayangkan jika Julian sampai tau soal ini. Dia akan tertampar sejadi-jadinya karena sekarang kau menjadi pacar dari anak walikota! Coba bayangkan itu." Aku, Kirei dan Angel menatap Putri dengan tatapan ngeri. Dia terlihat seperti ibu tiri yang terobesi dengan harta. "Oh! Aku tau! Coba bayangkan jika kau benar-benar akan jadian dengan dia, Na. Hidupmu akan sangat sejahtera!"

"Put, Raina bukan tipikal gadis matre yang gila harta." Kirei langsung menyela kehebohan Putri, membuatku sedikit lega karena merasa terselamatkan. "Kau tentu tau bahwa dia dan si Rama itu mungkin saja setara secara materi. Jadi tidak ada alasan untuk kau bertingkah berlebihan seperti ini."

FWB: Friends With BittersweetWhere stories live. Discover now