19. Menghadapi Kegelisahan

11 1 0
                                    

Mengabaikan adalah satu-satunya pilihan yang kuambil setelah membaca pesan terakhir yang kudapat dari Rama semalam. Dia menyebalkan! Kenapa malah meminta dikenalkan ke teman-temanku? Kalau memang dia sedang mencari pacar, apa menurutnya aku kurang cantik? Egoku benar-benar tersentil dibuatnya. Tapi tunggu dulu, kenapa aku malah keberatan seperti ini, sih? Apa aku terlihat sedang cemburu? Ayolah, Raina. Kau ini kenapa?

Kutinggalkan semua pertanyaan itu di malam dimana aku juga mengabaikan permintaan Rama untuk berkenalan dengan teman-temanku. Aku langsung tidur, kemudian terbangun dengan sisa kekesalan yang masih ada.

Pagi itu hari Sabtu. Ya, hari itu akhirnya tiba. Hari di mana aku akan bertemu Rama di toko buku. Seharusnya memang seperti itu, tapi beberapa menit lalu lelaki yang bersangkutan baru saja mengirimiku pesan permintaan maaf karena kita tidak jadi pergi.

Tidak hari ini. Katanya dia ingin berolahraga hari ini, makanya membatalkan janji bersamaku. Aku tentu kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa selain mencari distraksi agar kesalku terhadap Rama tidak berlarut-larut. Lagipula, dia tidak sepenuhnya membatalkan janji. Dia hanya menunda, yang tadinya hari Sabtu, berpindah ke besok di hari Minggu.

Pagi itu kebetulan sedang gerimis, aku malas sekali bangkit dari tempat tidurku dan keluar dari selimut hangatku. Aku berkutat dengan laptopku yang tengah menayangkan web series yang sudah lama kutunggu-tunggu hari penayangannya. Bukan tanpa alasan, tapi series ini merupakan adaptasi novel viral yang belum lama selesai kubaca; Antares. Meski sebenarnya aku lebih suka dengan versi novelnya, menonton series Antares lumayan untuk membuatku lupa waktu.  Kulihat kembali jarum jam, ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas pagi.

Aku beranjak dari tempat tidur dengan malas, meraih ponselku yang berdenting. Di layarnya terpampang jelas notifikasi pesan dari Andre.

Mahesa Andre Reno:
"Sebentar ini malam Minggu, Na."

Raina Genna Eldirah:
"Kita ke mana?"

Mahesa Andre Reno:
"Oh, kau mau?"

Raina Genna Eldirah:
"🙄"

"Langsung jemput saja aku jam delapan malam nanti. Aku tidak ke mana-mana, kok."

Mahesa Andre Reno:
"Siap, Nyonya!!"

Tidak apa-apa. Hitung-hitung untuk menebus kesalahanku karena sudah membuatnya sakit hati selama ini. Aku tau bahwa aku tidak salah karena menolak dia, tapi sebagai orang yang sudah lama berkawan baik dengan Andre, aku harus memperbaiki hubunganku dengan dia setidaknya sebagai sahabat. Tidak boleh ada yang berubah, apalagi merenggang.

Kemudian kembali kuletakkan ponselku, melanjutkan menonton Antares karena di hari Sabtu itu aku benar-benar kosong. Tidak ada jadwal kuliah online hari ini, pun aku memang sudah bertekad untuk tidak menulis novel dalam jangka waktu yang tidak kutentukan sebagai bentuk hadiah bagi diriku sendiri karena telah menyelesaikan novel pertama. Aku ingin hiatus selama yang kubutuhkan.

Seperti biasa, aku pasti tertidur setiap kali menonton layar laptop dengan posisi rebahan. Hari Sabtu itu terasa panjang sekali, entah kenapa. Yang kutahu pasti, aku ingin sekali hari itu cepat berakhir, atau kalau bisa aku ingin langsung melompat saja ke hari Minggu. Bertemu Rama, yang bahkan hingga sore tidak kutahu bagaimana kabarnya.

Ingin rasanya aku berbasa-basi di grup To The Moon, tapi aku terlalu gengsi. Grup itu sedang sepi karena sepertinya mereka semua sedang berada di rumahnya Rama. Aku takut jika aku tiba-tiba bicara di sana, akan ada beberapa yang sadar bahwa aku sedang mencari Rama.

FWB: Friends With BittersweetWhere stories live. Discover now