15. Pertanyaan Berbahaya

21 2 0
                                    

Kirei berlari-lari kecil menghampiri kami di depan pagar saat vespa Andre sudah berhenti di depan rumahnya. Aku turun dengan sedikit terburu-buru, kemudian melepas helm dengan cara yang sama pula.

"Kau langsung pulang, Ndre? Tidak mampir dulu?" Kirei yang bertanya.

Andre menatapku cukup lama, kemudian kembali bicara ke arah Kirei. "Tidak perlu. Aku titip anak ini saja, ya, Rei. Tolong awasi dia. Dia terlihat aneh seharian ini."

Kirei mengernyit dan menatap heran ke arah kami secara bergantian, sedang aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menoyor kepala Andre. Siapa yang dia katakan aneh? Dasar over protektif!

Suara vespa-nya kembali terdengar, kemudian berangsur hilang setelah beranjak dan menghilang di belokan jalan. Aku langsung memutar badan memasuki pekarangan rumah Kirei, melangkah lebih cepat dari empunya rumah, terburu-buru masuk ke kamarnya demi segera mendapatkan charger.

"Kau ini kenapa, sih? Seperti ada yang penting sekali?"

Aku menghela napas lega setelah menaruh ponselku dengan rapi di atas nakas kamar Kirei dengan charger yang sudah terhubung, tentunya. "Aku butuh charger sedari tadi. Ponselku mati. Ada apa memanggilku? Kabar apa yang kau maksud?"

"Semalam aku habis masuk ke klub."

"Dan dengan teganya kau tidak mengajakku?"

"Dengar dulu! Kau tau apa yang kulihat di sana?"

"Apa?" tanyaku dengan ekspresi datar. Bukan aku tidak tertarik, tapi ekor mataku tak bisa mengalihkan fokus dari ponsel yang ada di atas nakas, sesekali aku mencuri pandang, memastikan apakah benda pipih itu sudah menyala atau masih mati.

"Kau dengar aku, kan, Raina?"

"I-Iya! Tadi kutanya apa? Kau melihat apa di sana? Angel? Well, kau tidak bisa menipuku. Semalam sudah jelas anak itu teler di kamarnya sendiri, meneleponku sambil menangis."

"Oh, ya? Tunggu dulu. Apa? Oh, Astaga! Dia ... sekarang aku tau," Kirei terlihat mengingat-ingat sesuatu, sebelum tawanya meledak dengan tiba-tiba. "HAHAHA! Harusnya aku tau! Na, semalam sahabatmu itu bersamaku di klub malam. Tapi dia memilih untuk pulang lebih dulu secara tiba-tiba. Harusnya semalam aku tau, dia pasti pulang sambil menangis karena kita tidak sengaja melihat Dillon menggandeng gadis lain di sana!"

Jika sedari tadi pikiranku masih tentang ponselku yang masih mati, sekarang sebagian pikiranku bertumpu pada rasa kesal karena merasa terkhianati oleh dua gadis ini. "Oh, bagus. Sekarang kalian sudah terbiasa berpesta tanpaku, ya?"

"Kau yang seharusnya belajar cara mengangkat telepon, bitch. Aku juga sempat menelepon adikmu semalam, tapi katanya kau tumben-tumbenan tidur cepat."

Tetap saja hal itu membuatku sedikit tersinggung. Aku memutar bola mata, dengan sesekali menatap ke arah ponselku yang sialnya masih belum menyala.

"Jadi kau memanggilku ke sini hanya untuk itu? Memberitahu aku bahwa semalam kalian melihat Dillon? Apa pentingnya bagiku?!"

"Makanya kau jangan kebiasaan memotong pembicaraan orang!" Kirei memperbaiki posisi duduknya saat aku kembali menoleh ke arah ponselku. Dan ... ya! Akhirnya menyala juga. Buru-buru aku meraih ponselku, membuka kunci layarnya dengan kabel charger yang masih terhubung.

FWB: Friends With BittersweetDonde viven las historias. Descúbrelo ahora