8 - Sok Suci

249 29 7
                                    

Saat Anisa sedang merapikan tempat tidur, tiba-tiba Elang masuk. Tanpa berkata apa-apa dia langsung mengambil handuk di lemari dan masuk ke kamar mandi begitu saja. Lagi-lagi hati Anisa mencelus. Namun, dia berusaha menguatkan diri. Elang adalah lelaki yang dia pinta tanpa henti kepada Tuhan selama ini, dan dia pula yang menerima lamaran lelaki itu tanpa paksaan. Apa pun alasannya tiba-tiba berubah, Anisa akan berusaha sabar dan mencarinya pelan-pelan.

Anisa tidak tahu seperti apa style Elang saat ke kantor, tapi dia bersikeras ingin menyiapkan pakaian selayaknya seorang istri pada umumnya. Sambil berusaha meredam segala gemuruh di dadanya, Anisa membuka lemari dan mulai mempertimbangkan setelan yang sekiranya cocok dipakai suaminya hari ini. Tidak begitu sulit, karena hampir seluruh isi lemari Elang bernada gelap.

Anisa pun mengeluarkan jas hitam, kemeja dongker, dasi, dan tali pinggang kulit bernada senada. Setelah memastikan tidak ada yang kusut, dia meletakkan semuanya di atas tempat tidur dengan rapi. Setelahnya, dia turun untuk membantu Bibi menyiapkan sarapan.

"Pak Elang biasanya sarapan apa, Bi?" tanya Anisa setibanya di sebelah Bibi yang sedang berkutat dengan mesin pemanggang roti.

"Biasanya cuma makan roti dan telur rebus setengah matang. Pak Elang nggak pernah sarapan nasi, Bu."

Anisa manggut-manggut paham. "Apa yang belum siap, Bi? Biar aku yang kerjain."

"Udah beres semua, kok, Bu. Biasanya jam segini Pak Elang udah turun. Ini tumben agak telat." Bibi melirik majikannya sambil tersenyum jail.

Anisa yang paham, berusaha menanggapinya dengan senyum malu-malu sebagaimana mestinya, meski dalam hatinya teramat miris karena kejadian tadi malam sangat bertolak belakang dengan dugaan Bibi.

"Nah, itu Pak Elang udah turun," ujar Bibi saat mendengar detak sepatu yang sudah sangat dihafalnya.

Anisa lekas berjingkat ke bibir pintu ruang tengah, bermaksud menyambut sang suami. Namun, hatinya seketika dilingkupi kekecewaan karena Elang tidak mengenakan pakaian yang disiapkannya. Dia memilih pakaian sendiri, seolah hendak menegaskan sesuatu. Hal itu membuat mata Anisa memanas.

Tidak hanya sampai di situ, Elang bahkan tidak ke ruang makan. Ayunan kaki jenjangnya langsung mengarah ke pintu utama.

Anisa buru-buru menyusul sambil menyeka sudut matanya.

"Mas!"

Karena Elang tidak menggubris, Anisa terpaksa mengadang langkah suaminya itu.

Alis Elang seketika bertaut, tatapan ketusnya meruncing.

"Mas nggak sarapan dulu?"

"Nggak usah. Aku buru-buru."

Anisa baru mau berucap lagi, tapi Elang lebih gesit berlalu dari hadapannya.

Di halaman, Mang Sukir sigap membukakan pintu mobil begitu melihat tuannya keluar. Sejurus kemudian mereka pun berangkat.

Anisa menatap kepergian suaminya itu dengan isi kepala yang semakin kusut. Perempuan mana pun pasti akan bingung setengah mati jika ditempatkan di posisinya.

***

Di usianya yang masih sangat muda, profil Elang sudah langganan terpampang di majalah-majalah bisnis ternama. Pelan-pelan sepak terjangnya mulai dijadikan kiblat oleh pebisnis lainnya. Setelah berhasil menggawangi brand hotel yang cabangnya sudah tersebar di kota-kota besar Indonesia, baru-baru ini dia melebarkan sayap ke bisnis retail yang berfokus ke kebutuhan sehari-hari. Meski baru buka gerai di Jabodetabek, keberadaannya mulai diperhitungkan. Bahkan, sebuah majalah pernah melansir, bahwa tidak menutup kemungkinan lima tahun ke depan brand Elang mampu melampaui brand raksasa yang jauh lebih dulu menguasai pasar retail Indonesia.

Rahasia Suami DinginkuWhere stories live. Discover now