20 - Cinta Mati?

122 9 0
                                    

"Tuhan ... tolong beri hidayah untuk Mas Elang. Lancarkan segala urusannya, selalu sehat jiwa dan raga, serta senantiasa di bawah lindungan-Mu. Jika dia memang tidak bisa mencintai hamba seperti yang hamba dambakan selama ini, cukup dengan dia mencintai dirinya sendiri. Amin ...."

Elang tertegun. Saat terbangun, malah kalimat itu yang pertama kali didengarnya. Anisa menyebut namanya dalam doa. Teramat tulus. Terbuat dari apa hati istrinya itu? Kenapa luka kemarin tiba-tiba sudah kering seolah tak berbekas?

Anisa terkesiap ketika mendengar Elang terbatuk. Dia menyudahi bacaan Alquran-nya dan lekas menghampiri suaminya itu.

"Alhamdulillah, Mas udah bangun." Anisa duduk di tepi ranjang. "Gimana perasaannya? Masih pusing?" tanyanya sambil mengelus kening Elang, merapikan rambut yang menjuntai liar di sana.

Elang tidak suka terlihat lemah seperti ini, yang seolah-olah membuka kesempatan kepada orang lain untuk mengasihinya. Namun, untuk kali ini seluruh sel tubuhnya seolah patuh pada perempuan ini. Dia tidak tahu bagaimana harus menepis perhatiannya.

"Astagfirullah!" Anisa kaget mendapati suhu tubuh suaminya sedang tinggi. "Mas demam." Dia mulai panik. "Tunggu bentar, ya. Aku ambil kompresan dulu."

Elang ingin mencegah, tapi Anisa sudah meluncur ke bawah, membawa serta baskom berisi air bekas membasuh tubuh sang suami tadi malam.

Beberapa saat kemudian dia kembali. Air baskom tadi sudah diganti dengan air dingin. Dia juga menyiapkan selembar handuk bersih. Cekatan, dia langsung mengompres kening Elang.

"Mas lagi ada masalah, ya? Karena kata Bibi, Mas nggak pernah kayak gini sebelumnya."

Lagi-lagi Elang merasa aneh. Biasanya dia paling tidak suka jika ada yang ikut campur urusannya. Sebagai pribadi yang mendewakan kebebasan, dia benci ditanya-tanya seperti ini. Namun, entah kenapa kali ini dia malah menyukai nada khawatir itu.

"Karena kata Mas pernikahan kita beda dengan pernikahan pada umunya, mungkin aku juga terpaksa beda dengan istri pada umumnya, yang nggak berhak tahu keseharian suaminya." Anisa jeda dalam tarikan napas panjang, upaya mencegah timbulnya getaran. "Aku nggak masalah, kok, Mas mau ke mana aja, tapi tolong kabari. Karena ... aku benar-benar khawatir, Mas." Akhirnya Anisa gagal. Ujung kalimatnya bergetar, pertanda ada hati yang tidak baik-baik saja.

Elang menatap lurus ke mata Anisa, menyaksikan wajah cantik itu menyendu perlahan-lahan. Meski berusaha terlihat kuat, Elang bisa merasakan sesuatu sedang tercabik-cabik di dalam sana.

Anisa mengambil handuk di kening Elang, mencelupkannya ke baskom, memeras, merapikan lipatan, kemudian meletakkannya lagi di kening lelaki itu.

"Kenapa kamu keras kepala banget?"

Anisa mengernyit. "Maksud Mas?"

"Kenapa kamu masih aja peduli sama aku? Apa kurang jelas yang aku bilang kemarin? Kita nggak usah saling mencampuri urusan."

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan rumah tangga Anisa dan Elang, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Rahasia Suami DinginkuWhere stories live. Discover now