widodari

268 52 1
                                    







Sangyeon keluar dari mobil lalu meletakkan tangan dipinggang angkuh, menatapi jalanan desa tempatnya lahir dulu. Iya, maminya dulu hamil tua kesini-rumah neneknya, akhirnya brojol lah sangyeon.

Kembali ke kota menunggu sekitar umur 6 bulan sesuai petuah kakek.

Tapi begitu tumbuh besar sampai sekarang 20 tahun, ia sangat jarang berkunjung. Kalau kata kakek, lupa tempat lahir.

"Dilepaslah kacamata anehmu itu, kaya orang gila. Lagian panas begini pake rompi setebel dosamu" tegur papinya ikut turun, mami sudah berjalan duluan masuk ke rumah luas khas sesepuh desa itu.

"Style ini pi"

"Rupamu, sana masuk ketemu kakek nenek, salim"

"Ck, iya iya"









"Bajumu le le, bikin mata uti sakit"

Sangyeon hanya cengengesan sambil memakan ketan merah dibaluri kelapa, enak dan manis.

"Emang, ngakunya paling gaul tapi bajunya ngejreng-ngejreng, norak"
Sewot maminya, masih dendam karena dua hari lalu kalungnya diputus si anak lanang.

Sangyeon tak menghiraukan omongan para orang tua, ia mengamati sekeliling. Mereka memang menggelar tikar anyam dihalaman yang sejuk dibawah pohon mangga.

"Gak banyak berubah ya"

"Emange kamu inget terakhir kesini?"
Sang kakek datang bersama papi sangyeon membawa sebaskom es kelapa muda.

"Inget dong kek, tapi ya burem"

"Bocah sudrun"

Sangyeon, mami, dan papinya menoleh takjub ke jalan, ada seorang ibu dan anaknya yang berjalan sambil membawa tampah berisi sayur.

"Panen bu" tegur nenek lee

"Inggih mbah, numpang lewat ya" sahut ibu-ibu cantik itu ramah.

"Gusti, koyo jalan punyaku saja"

Sangyeon terpana dengan anak si ibu, menatapi punggung sempit itu sampai belok dipertigaan.

"Mangap mulu lo, lalat masuk awas"

Dengan kejam sang papi memukul pundak sangyeon.

"Papi! Nih bisep belum sempurna"

"Bantuin kakek kesawah juga jadi keker kamu"

"Kan kita disini 1 minggu doang pi"

"Dua"

"Satu"

"Sekolahmu masuknya masih lama, nggak usah bantah"

"Ck"

"Sangyeon nggak boleh gitu sama papimu" tegur nenek.

"Sebel, uti"

"Jalan-jalan gih, udah gede kan nggak tersesat kaya anak kecil"

"Huh, iya deh"

Tanpa pamit pada yang lain, sangyeon memakai sendal hijau kakek dan langsung cus sambil menendangi kerikil.

"Bocah edan nanti sendal kakek rusak!"

"Sangyeon beliin sepuluh!"









"Aku nemu widodari...motomu kebak pelangi"

"Hadirmu dalam hidupku beriku warna, dari kisah masa lalu yang pernah terluka"

Berjalan dari rumah kakek ke kanan mengikuti pertigaan ibu dan anak yang cantik tadi, sangyeon menunduk sopan sama gerombolan pemuda yang nongkrong dipos kampling. Gitaran, ada teko dan kacang panggang.

Khas desa sekali, gerombolan itu membalas sangyeon dengan ramah.

Sangyeon melanjutkan jalan kaki sesekali menyapa tetangga neneknya, ia tipis-tipis masih ingat suasana dan warganya.

"Adek, jangan ngeyel ih dibilangin juga"

Mata sangyeon berbinar, pemuda yang menarik perhatiannya tadi ternyata rumahnya tak jauh dari kakek dan nenek.

"Selamat sore"

"-sore mas"

"Adeknya kenapa?"

"Susah diajak mandi, mau ibuk tapi ibuk lagi repot"

Balita gembul itu cemberut walau tak menolak saat digendong.

"Kamu mau ngobrol sama saya?"

"Mas cucunya nenek lee kan, saya liat tadi"

"Oh, kamu perhatiin ya"

"Saya chanhee, yang ini adik saya beomgyu. Mau 4 tahun"

"Sangyeon. Jauh ya jaraknya"

"Iya, lahirnya pas saya smp tahun akhir"

Sangyeon manggut-manggut, ia mengekori chanhee masuk ke rumah-setelah ditawari tentu saja.

"Berarti chanhee baru lulus?"

"Hehe iya mas, doain semoga keterima di salah satu kampus pilihan saya ya"

"Amiiin, dikota?"

"Iya, bapak maunya gitu"

"Ntar kalau keterima tinggal sama saya aja"

"H-hah?"

Chanhee berjengit menjauh menatap sangyeon takut-takut. Bapaknya yang baru datang dari kebun menjewer telinga sangyeon.

"Siapa kamu berani ngajak anak saya tinggal bareng?!"

"A-ampun pakde, salah omong saya nya"

"Alesan! Anak siapa kamu?!"

"Ono opo to ribut-ribut"

Ibunya chanhee mendekat sambil menjinjing daster biru mudanya.







.

End

Bloom Bloom • SangnewWhere stories live. Discover now