Bagian 41

13K 2.2K 1.1K
                                    


Hallo semuanya🥰

Seperti biasa, jangan lupa untuk memutarkan musik kamu😍

Kalian baca ini di jam berapa???

Selamat membaca wahai rakyak oren🧡🧡🧡🧡






________________




Siang ini, sekitar pukul dua, Alan pergi menuju markas, di mana tempat tersebut adalah milik sang Papa, Ardi.

Ia kini mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia merasakan dendam yang tertahan sejak lama. Beberapa kali lampu merah sempat Alan lewatkan begitu saja. Untungnya tak ada polisi yang menjaga di setiap persimpangan jalan. Kali ini, ia kembali menambah kecepatan pada mobilnya.

Tak lama kemudian, ia pun sampai di sebuah bangunan yang tak terlalu besar. Bangunan berwarna hitam dan tampak menyeramkan. Ya, inilah markas yang disebutkan tadi.

Setelah memarkirkan mobilnya di depan markas itu, Buru-buru Alan keluar dari mobil.

Dengan cepat, ia berjalan memasuki bangunan menyeramkan itu.

Kini semua orang ia lewati. Baik itu Papanya maupun para bodyguard yang kini mencoba ingin mencegat Alan namun mereka urungkan. Mereka tak berani menghentikan langkah Alan yang terus berjalan lurus dengan pandangan dendam, tampak tak beralih sedikitpun.

Alan terus berjalan dan menatap Gibran dengan lurus.

Laki-laki yang kini duduk di sebuah kursi tepat di tengah-tengah ruangan besar dan gelap, dengan kondisi kaki dan tangan terikat serta wajah yang sudah penuh dengan babak beluk.

Langkah Alan berhenti tepat di hadapan Gibran yang kini tersenyum.

BUGH!

Brak!

Gibran terjatuh dari kursi yang ia duduki. Dengan cepat, Alan menarik kasar bajunya dan kembali memberi bogeman mentah penuh pada wajah serta perut Gibran.

BUGH!

BUGH!

BUGH!

Gibran meludahkan darah yang mengalir di dalam mulutnya ke lantai, namun itu tak membuat Alan merasa kasihan padanya.

Saat Alan akan kembali memberi bogeman kuat pada rahang Gibran, Ardi langsung menarik Alan agar menjauh dari Gibran.

"Sudah! Sudah!" lerai Ardi sambil terus menahan Alan yang begitu memaksakan dirinya agar kembali memberi bogeman pada Gibran.

Dua bodyguard kini membantu Gibran dan kursinya seperti semula.

Ya, kini Gibran sudah duduk kembali seperti tadi. Namun dengan wajahnya yang begitu banyak darah.

"Apalagi yang lo rencanain? Dari dulu lo selalu ganggu kehidupan gue dan Nalla. Gue gak nyangka ya, setiap harinya selama gue berada di luar negeri bisa berkomunikasi baik sama lo, sampai-sampai datang ke sini dan gue ngasih kepercayaan sama lo untuk pegang cabang. Kemudian..." Alan menatap ke arah lain sambil tertawa pahit. Kekesalan begitu ia rasakan, "Ya, lo berbuat sesuka lo, berkhianat di belakang gue dengan sembarangan make uang kantor." Alan kini kembali menatap Gibran dengan penuh kebencian.

NALLAN 2 Where stories live. Discover now