22. Kakek Nenek!

1.9K 222 6
                                    

'Uhh.. Dimana? Aku siapa?' Lelaki itu menyentuh kepalanya, pusing.

'Ahh, iya. Aku Haechan. Tunggu, ini dimana!' Itu Haechan. Iya kini di alam atas, dia sedang dalam bunga mimpi.

'Tunggu tempat ini.. Tempat aku bertemu bibi.. Bibi.. Han, kan?'

Puk.

'Sayang.'

'Hyung!---Haechan lantas menoleh kebelakang melihat siapa yang menepuk pundaknya---Lho, anda siapa?' Haechan lantas mundur, ia takut.

'Ini nenek, Haechan..'

'Mana mungkin nenek! Nenek saya meninggal di usia 84 tahun, mana mungkin semuda anda!'  Haechan.. Menjawab polos.

Tiba-tiba wanita itu seperti berubah diri, dan benar. Itu nenek Haechan. Haechan hanya bisa membulatkan mata.

'Ne-nenek? Tapi gimana bi-bisa, nenek kan sudah tua?' Haechan sekarang hanya bisa mematung.

'Astaga.. Kau tetap polos seperti dulunya? Mari ikut nenek dulu.' wanita itu berjalan, Haechan hanya mengikuti dari belakang.

Mereka tiba diladang bunga matahari. Sangat indah.

'Duduklah.'

'Jadi? Bagaimana bisa nenek-

'Padahal nenek sudah memberitahumu sebelum nenek pergi lho.. Disurga itu, tidak ada yang namanya menua. Bahkan nenek yang waktu meninggal berusia 84 tahun, sekarang menjadi muda seperti usia 19 tahun, kan?' Nenek Haechan tersenyum.

Haechan diam memperhatikan wajah nenek mudanya ini.

'Ya, memang terlihat muda. Tapi sifat cerewet nenek tidak hilang juga.' Haechan memasang muka tengil nya.

'Heh!' Pipi Haechan dicubit oleh neneknya. Sementara yang dicubit hanya tertawa.

'Sembarangan, untung saja kau cucu kesayangan nenek.' Nenek Haechan berbalik badan.

'Baik-baik, Haechan hanya bercanda.. Eumm, dimana kakek?' Haechan kini bertanya dimana sang kakek. Dia melihat kesana kemari, mencari orang yang dia tanya pada sang nenek.

'Hayoo, rindu kakeknya.'

'ehhh om siapanya datang-datang malah mengaku kakek saya? tiba-tiba dateng macam mau maling.'

'hihhh kakek sendiri dikatain om-om maling. Ini KAKEK!'

'Bohong. Kakek saya itu, udah tua.. Isinya aja pas meninggal umur 96 ta- owh iya, inikan surga.. Jadi ini beneran kakek?' Haechan melonggo dengan wajah tampang polosnya.

'Hmm, apa perlu kakek curi panci di bumi buat pukul kepala mu itu?' Sang kakek duduk disamping nenek. Sementara nenek hanya tertawa.

'Astaga, sudah-sudah.. Haechan, ini kakek.' Nenek menunjuk kakek sembari tersenyum, kakek? Dia hanya bisa memasang wajah malas.

'Owh.. Ku pikir arwah om-om maling menyasar kesini. Ehe-

Haechan langsung canggung. Sungguh dia malu. Diawal tidak mengenal sang nenek, setelah itu kakek sendiri tidak kenal.

'Hm, sekarang.. Kenapa kau disini? Apa kau sudah tidak mau tinggal dibumi?' Sang kakek bertanya dengan wajah khawatir.

Haechan diam. Dirinya mengingat kejadian susah, sedih yang dia alami.

Hyperthymesia. Penyakit yang membuat orang hanya bisa mengingat kejadian dimana jauh lebih mengingat kejadian buruk sedari kejadian senang dimasa lampau. Bahkan bisa secara detail mengingatnya. Itulah, yang Haechan alami.

'Haechan.. Mau disini sama kakek dan nenek, boleh?'

Kakek dan nenek Haechan saling berpandangan mata.

'Tidak sayang.. Belum waktunya kau disini.'

Sang nenek berucap demikian. Sang kakek memperhatikan manik mata Haechan yang mulai berkaca-kaca.

'Haechan.. Haechan.. Haechan mau sama kalian.. Hae-'

'Shhhh- Sang kakek memeluk Haechan, nenek berdiri dan duduk disamping kiri Haechan dan ikut memeluk cucunya.

'Setidaknya kau harus bertahan selama beberapa bulan.' Nenek berucap lembut.

'Kakek dan nenek, tidak memaksamu bertahan hingga setahun. Setidaknya, bertahanlah sampai ulang tahunmu tiba.' Haechan beralih menatap sang kakek.

'Apa akan ada banyak masalah saat Haechan berusaha bertahan?' Haechan menatap kakeknya dan juga neneknya. Dia memberikan pertanyaan yang sedikit sulit dijawab.

'Soal itu...-

'Nenek dan kakek tau. Tapi itu tidak boleh diberitahu.'

Haechan beralih menunduk dalam.

'Baiklah.. Haechan akan bertahan.'

'Tapi, nenek dan kakek janji. Saat tepat ulang tahun Haechan. Kakek sama nenek jemput Haechan! Ya?'

'Janji.. Pergilah sekarang..'

Tak lama cahaya terang datang, Haechan menutup matanya karena sangat silau. Kakek dan neneknya hanya tersenyum.

"Channn, sadar dik? Hyung disini.."

Haehan sibuk mencium kening dan tangan Haechan. Sementara para member Dream mengelilingi kasur Haechan, sedih? Sangat. Namun mereka hanya bisa menangis dan berdoa dalam diam.

'Hyu-hyunghhhhh." Kepala Haechan menggeleng kanan kiri, tentu dengan mata tertutup.

Semua tersenyum. Terutama Haehan,

"Haechan!" Haehan langsung bangun dari duduknya dan mengelus kepala sang adik.

"Hyung disini.. Ya, jangan takut." Nada yang lembut. Namun terdengar jelas, ditelinga member Dream.

Bersambung..

Heart Wall Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang