9 - {PERUSAHAAN BANGKRUT}

5.7K 1.4K 150
                                    

GLOSSARIUM:

1. Ae : Imbuhan yang artinya sama dengan aja
2. Arek-arek : Anak-anak
3. De'e : Dia
4. Diboyong : Dibawa semua
5. Gendeng : Gila
6. Gerudukan : Berbondong-bondong
7. Gragal : Limbah konstruksi, biasanya berupa puing batu dan pasir
8. Iling : Ingat
9. Isa : Bisa
10. Kabeh : Semua
11. Kancane : Temennya
12. Meneng : Diam
13. Ndak : Tidak
14. Nututi : Sesuai konteks di part ini, artinya cukup. Arti lainnya keburu.
15. Saiki : Sekarang
16. Sek : Sebentar
17. Sing : Yang
18. Tok : Doang
19. Wis : Sudah

***

Ketika aku ke dapur untuk mengambil botol air sebagai wadah minum di kantor, sepiring jagung dan telur orak-arik sudah terhidang di meja makan. Dahiku berkerut dalam. Penyajiannya mengingatkanku pada kebiasaan ibu bertahun-tahun lalu. Ibu sering menumis jagung pipil dengan mentega sebagai comfort food-ku setiap aku rewel nggak mau makan.

Tanganku terkepal demi menahan perasaan emosional yang mulai bergejolak.

"Rani, sarapan dulu, ya?" Bu Manda meletakkan segelas susu di sebelah piring itu. "Sarapan itu waktu makan terpenting, supaya kamu lebih fokus bekerja." Ia menutup kotak bekal yang penuh dengan isian lalu memasukkannya ke dalam tas yang sama dengan milik Kaif. Anak itu suka berpura-pura bersekolah di rumah. Belajar, bermain, dan makan bekal dilakukannya bersama Bu Manda sepanjang hari.

"Saya siapin bekal buat kamu makan siang di kantor. Ayo, sarapan dulu!"

Kuhela nafas dalam-dalam sebelum berkata, "Udah saya bilang, masak buat Kaif aja." Setelah mengatakan itu, aku pergi. Kudengar panggilannya yang mengejarku sampai pintu depan.

"Kenapa nggak mau makan? Masakan saya nggak enak?" Bu Manda menggantung tas bekal makan siang di setiran motor yang kunaiki. "Sarapan penting, Ran."

Aku merasa amat geram. Dari mana datangnya, aku juga nggak tahu.

"Saya nggak pernah nyuruh Bu Manda masak buat saya!" bentakku agak keras sampai dia terkejut. Lalu aku melanjutkan, "Kita memang serumah, tapi Bu Manda nggak ada kewajiban buat ngurus saya. Saya nggak nyaman."

Perkataanku membuat Bu Manda terhenyak. Dia nggak menahanku lagi dan hanya berdiri mematung di depan teras sampai motorku menjauh dari rumah.

***

"Kamu datang kepagian."

Aku langsung bangkit untuk menyambut bos baruku. Tadinya aku sedang membuka-buka file penjualan sekalian merapikannya sesuai periode. Ko Barra tiba setengah jam setelahku. Dia meletakkan lengannya di atas kubikel dan memandangiku cukup lama.

"Kenapa, Ko?" tanyaku heran. "Saya salah meja, ya?"

Ijonk mengantarku ke meja ini begitu aku tiba. Posisinya dekat dengan ruang rapat sekaligus ruangan Ko Barra. Layar komputernya jauh lebih besar dari milik kantor lamaku. Ijonk bilang semua layar komputer di sini memang berukuran jumbo karena biasa dipakai mendesain. Spesifikasinya juga bagus. Aku betah berlama-lama melihat layar karena gambarnya yang tajam.

"Saya lagi bertanya-tanya sekarang." Ko Barra berujar setelah lama terdiam.

"Tentang apa?"

"Kabarmu hari ini. Saya bisa maklum kalau kamu butuh waktu untuk recovery setelah apa yang terjadi semalam. Masuk anginmu kelihatan lumayan parah."

Untungnya aku sudah melatih dialog ini sejak di perjalanan. "Saya baik-baik aja, Ko. Terima kasih udah nganter saya kemarin."

Matanya kian menyipit. "You sure?"

Under The Trumpet Tree [Published by Karos]Where stories live. Discover now