21 - {LUKA LAMA SELALU ADA}

5.2K 1.4K 190
                                    

Hai, I'm back! Earlier than I thought!

So enjoy ...

***

"Rani, tunggu!"

Edgar berhasil menyusulku. Meski nggak menyukainya, aku nggak serta merta melengos pergi. Kutunggu dia mengatur napas supaya bisa mendengar apa yang perlu dikatakannya kali ini.

"Kita perlu bicara," ujarnya.

"Sure."

Dia memperhatikanku cukup lama sebelum akhirnya menyeringai kecil. "Kenapa kamu diem aja waktu disudutkan kayak tadi?"

"Kenapa saya nggak kaget kalau ada yang menguping?"Aku malah balik bertanya setengah menyindir.

"Saya orang yang netral, Ran."

Aku hampir memutar bola mata. "Apa yang sebenarnya mau Ko Edgar bicarakan?"

"Ah," Dia menepuk jidatnya seolah baru ingat sesuatu. "Saya udah dapat pengacara." Edgar berbinar dalam sekejap. "Kamu ada waktu hari ini? Bisa antar kami ketemu sama korban dan keluarganya?"

Aku melihat jam di layar ponsel. "Sekarang?" Dia mengangguk antusias.

Jam besuk belum berakhir, jadi ajakan Edgar kusetujui tanpa pikir panjang. Rencananya, kami akan bertemu si Pengacara di rumah sakit tempat Vina dirawat. Di perjalanan, Edgar banyak bicara. Dia bertanya ini-itu padaku, dan hampir membuat gangguan kecemasanku muncul lagi. Untungnya aku berhasil menguasai diri.

"Milih antara soto ayam sama nasi liwet aja perlu mikir panjang, ya?"

Aku menoleh ke arah Edgar yang sedang mengemudi. Itu pertanyaannya yang ke sekian. Dia ingin tahu makanan Indonesia kesukaanku untuk bisa dicocokkan dengannya.

"Masakan ibu saya."

"Apa?" Edgar berpaling sekilas dari jalanan.

"Saya suka masakan yang dibuat oleh almarhumah ibu saya."

Raut Edgar mendadak berubah. "Oh, I'm so sorry."

"Nggak apa, Ko. Sudah bertahun-tahun yang lalu."

Dia berdeham pelan untuk meredakan kecanggungan yang kubuat. "Kamu ... suka sama bunga-bunga yang saya kasih kemarin?"

"Suka. Baunya wangi. Tapi saya nggak nyaman nerima bunga dari Ko Edgar."

Senyum yang tadi muncul di wajahnya sontak hilang. "Kenapa?"

"Ko Edgar pernah jadi mitranya Ko Barra sama Ci Pan. Pernah jadi atasannya Mamet juga. Rasanya canggung banget waktu mereka tahu Ko Edgar ngirim bunga pake pesan yang ambigu ke kantor. Mereka ngira Ko Edgar mau rekrut saya ke firma lain, padahal saya masih anak bawang di sana."

Tawanya menyembur seketika. "Rani, it has nothing to do with work!"

"Maksudnya?"

"Saya kirim bunga untuk kamu, nggak ada hubungannya sama pekerjaan. Kalau kamu betah kerja di sana, saya turut senang."

"Terus kenapa ngirimin saya bunga segala?" Aku nggak ingin salah paham tanpa dasar.

"Kurang lebih alasannya sama dengan isi pesan yang saya kirim bersama bunga itu."

Aku harus memalingkan wajah ke arah lain supaya Edgar nggak tersinggung dengan raut yang kubuat. Mengesalkan. Baru kali ini aku tahu rasanya risi saat disukai oleh orang lain yang nggak diduga-duga.

He wants to play the long game with me?

"Saya tahu ini terdengar mendadak buat kamu, tapi saya serius."

Under The Trumpet Tree [Published by Karos]Where stories live. Discover now