Chapter 38

2.2K 140 20
                                    

Warning!

Beberapa part terdapat adegan kekerasan yang tidak patut ditiru dan perlu disikapi dengan bijaksana.
Beberapa scene sudah dipotong tanpa mengurangi inti cerita (full scene tersedia di karyakarsa), tapi tetap saja bijaklah dalam membaca ya

Buat yang masih dibawah umur, bisa di skip saja

*************

Denada membuka matanya perlahan, kepalanya sedikit pusing,  tampaknya pengaruh obat bius masih sangat terasa.  Denada mengerang sambil mencoba bergerak, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali.

Jantung Denada berdegup kencang saat menyadari tubuhnya dalam kondisi duduk terikat di kursi kayu.  Tangannya terikat ke belakang,  begitu juga dengan kedua kakinya yang terikat di kaki kursi.

Denada melayangkan pandangannya ke seluruh ruangan.  Ruangan itu tampak seperti gudang bekas yang tidak terurus, tampak kotor dan banyak box kayu tergeletak begitu saja di lantai.

Sial,  harusnya aku tidak boleh jauh jauh dari A1.  Benar benar sial.

Denada mengejapkan matanya menahan tetesan bening di sudut matanya. Namun tetes bening itu tetap saja mengalir di sudut matanya. Denada benar benar menyesal mengabaikan peringatan A1.  Sekarang ia hanya berharap,  A1 sadar jika ia tidak ada di toilet dan bisa mencarinya ke sini.

Sial.... Di sini itu di mana?

Denada menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Pandangannya terarah ke pintu, ketika pintu gudang dibuka dari luar.

Langkah langkah kaki terdengar memasuki gudang.  Denada mencoba membiasakan mata dengan cahaya terang dari arah pintu gudang.

"Akhirnya sadar juga." pria di hadapannya mendegus kasar. Pria itu memakai masker yang menutupi wajahnya. Rambutnya tampak sedikit gondrong.

"Di mana aku?  Siapa kalian?" Denada bergumam serak, melirik ke arah dua pria yang berdiri di depannya.

"Langsung ke intinya saja." pria kedua dengan pakaian yang sama dengan pria pertama, dan menggunakan masker yang menutupi wajahnya, namun tampak bekas luka memanjang di dahinya berbicara datar.

"Aku tidak mengerti kenapa kalian menahanku. Apakah kita saling mengenal?" Denada bergumam pelan.

"Cukup tanda tangani ini dan kau akan kulepas. Simpel." pria gondrong itu mengacungkan selembar kertas ke depan wajah Denada.

"Apa itu?" Denada memicingkan matanya, mencoba melihat dengan jelas isi kertas yang dipegang pria brewok.

"Surat perjanjian bahwa kau akan meninggalkan Kevlar Maxwell."

"Apa?" Denada bergumam serak, nyaris tidak percaya dengan pendengarannya.

"Tanda tangani ini dan urusan kita selesai."

"Aku tidak bisa tanda tangan,  tanganku terikat." Denada mengangkat dagunya. Sejujurnya Denada sedang mencari celah untuk meloloskan diri.

"Benar juga." pria dengan bekas luka menyeringai lebar sebelum melangkah ke arah belakang Denada dan melepaskan ikatan tangannya.

DESTINY (TAMAT) Onde histórias criam vida. Descubra agora