23. Who made him mad?

40.7K 2.4K 207
                                    


A fanfiction by dekhyuckie.
Hope you enjoy. Please if you don't like it just leave.

Start!

"Hai,"

Sudah beberapa kali Jeno menyapa kecil Jaemin yang melamun terus, namun tak kunjung direspon juga.

Itu aneh, setelah mengantar Chenle sekolah dan menitipkan Jisung di Playground— karena anaknya nggak punya temen di rumah, Jaemin sedikit diam.

Kalau diingat-ingat, Jeno juga nggak bikin salah. Terus, Jaemin marah karena apa?

"Sayang?" Jeno pakai jasnya sembarangan, sebentar lagi ada meeting.

Omong-omong, Jeno terlanjur keenakan kerja di rumah. Meski sama ayah Donghae memaksa Jeno supaya masuk lagi, tapi dijawab nanti terus.

Jaemin menoleh, duduk di sofa ruang tamu dengan televisi yang menontonnya— karena Jaemin nggak fokus sama acara di televisi.

"Ada salah ngomong ya aku?" Jeno menyusul Jaemin di sofa, mencuri telapak halus Jaemin untuk diusap penuh sayang.

Hasilnya nihil, Jaemin tetap diam. Dan itu bikin Jeno kepalang pusing.

"Na, kalau ada apa-apa bilang, ya? Jangan diem gini, jangan dipendam, aku nggak tau harus gimana jadinya." Jeno mencium pipi kayak cimol suaminya sekilas.

Kalau nggak diburu meeting, Jeno mau temenin Jaemin sampai si manis kembali ceria.

Sayangnya Jeno masih punya kewajiban sebagai pemimpin, masa udah diringankan boleh meeting lewat zoom, Jeno tetap nggak ikut.

"Enak ya kerja."

Jeno mengerutkan keningnya, heran, apa yang dienakin dari dunia pekerjaan?

Tapi yang lebih mengherankan lagi yaitu Jaemin. Tiba-tiba gini ngomongin pekerjaan?

"Enak kalau jadi bos, emang kenapa?" Jeno kembali duduk, menatap Jaemin dengan penasaran sekaligus serius.

Masalah meeting kalau nanti terlambat, Jeno jagonya buat alasan. Atau mungkin di reschedule lagi, sans, dia bosnya.

"Ya, bagus aja. Dipandang masyarakat, kamu mapan dan mandiri." Jaemin menunduk.

Jujur, ini bukan waktunya menangis, tapi mata Jaemin saja sudah berkaca-kaca.

Lemah kan? Jaemin juga muak sama sifat cengengnya.

"Hah? Kok masyarakat? Kamu, nggak nyuruh aku nyalon jadi walikota kan yang?" Sedikit kaget, tapi banyak takutnya.

Jarang Jaemin bicara dari sudut pandang masyarakat, kalau pun bicara, pasti tentang diskriminasi yang si manis dapati.

Benar-benar mencurigakan.

"Kalau jadi walikota, tambah hebat dong mas."

"Biarin aja aku nganggur selamanya, nggak berguna." Lanjut Jaemin, ada getaran yang membuat suara Jaemin lirih.

"Kamu ngomong apa sih cantikku, hm?"

Bukan nggak dengar, Jeno cuma memastikan kalau telinganya nggak salah tangkap.

"Aku nggak berguna." Ulang Jaemin penuh penekanan.

Hah, Jeno membuang nafasnya keras. Pasti ada sesuatu yang membuat Jaemin diam dari pagi, dan meracau nggak jelas kayak gini.

"Siapa yang bilang gitu? Aku cubit ginjalnya nanti."

Jaemin mendengus dingin, jangankan ketawa sama jokes bapak-bapak Jeno, Jaemin aja nggak punya tenaga buat mukul tangan Jeno yang menggelitiki lekukan pinggangnya.

BINAL || NoMin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang