36. Jeno needs space.

36.1K 1.8K 110
                                    


A fanfiction by dekhyuckie.
Hope you enjoy. Please if you don't like it just leave.

Start!

Sebenarnya, Jeno masih enggan untuk pulang ke rumah. Namun, keliling Jakarta dengan amarah juga tidak mungkin menyelesaikan perseteruannya dengan Jaemin. Alih-alih meminta maaf, iya kan?

Maka sekarang, Jeno menyetir mobilnya menuju rumah, dengan perasaan gusar dan resah. Sisinya sebagai seorang suami mengatakan kalau ini benar, pulang dan meminta maaf akan memperbaiki semuanya. Namun dilain sisi dirinya juga ingin dimengerti, marah dan kesal karena Jaemin mempermainkan status pernikahannya hanya untuk bekerja.

Tangan kiri Jeno memukul kepalanya sendiri, "Shut up." ucapnya, manakala dalam hati membela Jaemin karena menyembunyikan orientasi seksualnya agar bekerja dengan nyaman tanpa diskriminasi jika ia seorang homoseksual.

Lagi-lagi Jeno perang batin, "padahal aku di kantor ngaku punya suami, kenapa sih, Na?" monolognya. Tapi kan, siapa yang berani mendiskriminasi bosnya sendiri?

Entah bagaimana, Jeno tiba-tiba takut untuk menemui suaminya.

Takut kalau ia tak bisa mengontrol amarahnya, takut mulutnya mengeluarkan kalimat yang menyakiti perasaan Jaemin, takut, Jeno sangat takut.

Mobilnya menepi, berhenti sejenak dan melihat situasi. Jeno hanya berani menatap rumahnya dari jarak lumayan jauh.

Jeno mengamati rumahnya yang terlihat sepi, "Jaemin lagi jemput anak-anak?" praduganya.

Helaan napas panjang menandakan bagaimana putus asanya, Jeno belum pernah menjumpai situasi seperti ini. Dirinya ini korban jadi wajar kalau marah, namun rasanya salah jika ia sampai seperti itu.

Jeno terlalu larut bersedih, "...Dy?! Daddy!" dan sayup-sayup terdengar suara anak kecil dari samping mobilnya terparkir.

Jeno menoleh karena tak asing lagi dengan suara melengking tinggi itu, dan benar saja, ada mobil Jaemin yang berhenti tepat disampingnya.

Tak enak jika anak-anak tahu tentang perselisihannya dengan Jaemin, Jeno memutuskan untuk menyapa Chenle kembali. Ia pasang senyum paling manis meski hatinya terasa perih.

Mata lelah mereka saling tatap, Jaemin dengan manik bulat-nya yang sekarang sayu— bengkak, menatap Jeno penuh harapan.

"Daddy, ngapain berhenti di sini?" Celetuk Chenle. Masih memakai seragam sekolahnya.

Jeno yang memutuskan pandang pertama kali dengan Jaemin, "ehm— daddy, dad—" kalimatnya terpotong dengan suara halus Jaemin.

"Ayo pulang mas," lirihnya teramat pelan.

"Lah Buna, ini kan daddy ya mau pulang?" Kalau mobilnya dianggap tidak ada, Chenle duduk diantara mereka. Dan Jisung tengah tertidur di kursi belakang.

Belum tau aja Chenle, gimana Jaemin uring-uringan ga bisa tidur karena ga dicium dan dipeluk sebagaimana rutinitas mereka selama ini.

"Masku, mas Jeno, ayo pulang..." Ulang Jaemin lebih vokal. Hiraukan raut wajah Chenle yang kebingungan.

Lidah Jeno kelu, menyesal karena berhenti di depan rumahnya, menyesal karena tidak ada celah untuk lari, harusnya dia masih marah dan menolak untuk pulang karena dirinya masih butuh space.

Bukannya mengangguk kaku dan menghidupkan mobilnya kembali, mendahului Jaemin untuk sampai rumah.

🐶❤️🐰

Jaemin usai menidurkan Chenle dan Jisung, langkahnya pelan mendekati ruang tamu, namun  bayangan Jeno keluar dari dapur mendorong Jaemin agar berlari menuju suaminya.

"Mas." Jaemin memblokade jalan Jeno yang sejak pulang tadi selalu menghindarinya.

Jaemin berulang kali mengucapkan kata maaf, meski Jeno samasekali tidak meresponsnya.

Kali ini, sabar Jaemin mungkin habis. Jaemin sangat kesal karena sifat Jeno yang suka silent treatment selalu berhasil membuatnya kelimpungan.

Jeno hampir menghindari namun Jaemin berhasil melompat, menggelayuti tubuh Jeno seperti koala.

"Lepas."

Jaemin menggeleng cepat, ia mengusakkan wajahnya ke dada keras Jeno. "Maaf..." suara Jaemin tenggelam, tapi masih terdengar jelas.

"Aku nyesel, aku bodoh banget ga mikirin ini itu, jangan diemin aku lama-lama!" Rengek yang lebih kecil, matanya mulai panas dan berair.

Jaemin mendongak, menatap Jeno dari bawah. "Mas Jeno, jangan marah terus, aku sakit..."

Jeno menunduk sebentar saat mendengar Jaemin sakit— ia pikir sakit fisik, namun kembali mengangkat wajahnya— karena Jaemin terlihat sangat sehat.

"Mas nggak kangen peluk aku? Mas Jeno nggak mau cium-cium aku? Mas ga—"

"Ga." Baru kali ini deep voice Jeno memekakkan hatinya. Lebih lagi menyakiti sanubarinya.

"Ga ada kakak adik yang skinship kayak gitu. Kakak mu ini," Jeno sengaja menekan kata kakak, "udah muak." ucapnya sembari mendorong tubuh Jaemin dengan paksa.

Kaki Jaemin menapak dengan keras, tubuhnya kaku, otaknya kosong.

"Apa?" Jeno mengangkat satu alisnya, menatap remeh Jaemin yang masih belum menangkap situasi.

"Adikku yang manis ini kenapa, hm? Lagi ada masalah sama istrinya, ya?" Lagi-lagi Jeno menekan kata tepat di istri.

"Mas Jeno—" Jaemin memohon dengan menarik lengan Jeno, namun ditampik begitu saja.

"Stop Jaemin, stop!" Jeno menatap nyalang mata bulat Jaemin.

"Setelah ini apa lagi? Apa lagi yang bisa nyakitin perasaan aku sebagai suami, hah?!" Jaemin tersentak, tanpa sadar mengambil langkah mundur, terlalu terkejut melihat suaminya marah besar.

Dibentak siang hari rasanya menyakitkan. Tak bisa dibayangkan bagaimana kalau anak-anaknya mendengar dan tau orang tuanya tengah bertengkar.

"Mas, aku ga tau maksud kamu apa."

Jeno terkekeh kecil, menatap Jaemin yang beberapa langkah berada di depannya dengan geli. "Bagus, keren banget pura-pura lupa setelah ngakuin suami sendiri sebagai kakak."

Mata Jaemin membulat sempurna, napasnya tercekat, otaknya baru klik dengan kalimat terakhir. "I'm sorry—" cicitnya kecil.

"Sorry terus, sorry lagi, you're disgusting." Jeno pergi dengan kesal, bahkan menabrak pundak Jaemin karena menghalangi jalannya.

"Jeno please—" tangan rapuh Jaemin menahan sisian kaos santai Jeno.

Jeno melepas cengkraman tangan Jaemin, "Aku butuh space." dan meninggalkan suaminya yang mematung di tempat.








Halooo, hehe, maaf ya sebulan engga update. Ey anjir aku galau (not romantic way) kronis banget wkwk.

BINAL || NoMin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang